01.59 WIB
Membuka kelopak matanya yang terasa berat, Nada merasakan sesuatu di perutnya. Ia terkejut ketika tangan kekar melingkar pada pinggang rampingnya.
Mencari-cari bantal guling yang sempat menjadi pembatas, ia berdecak ketika benda itu malah ada di belakang tubuhnya.
"Dasar berengsek!" desisnya.
Iris ambernya melirik jam dinding menunjukkan angka dua dini hari.
Menyingkirkan tangan kekar tersebut, Nada berniat untuk menjauhkan badannya dari Ezar, tetapi pinggangnya kembali di tarik ke dalam dekapannya.
"Zar!" sentak Nada.
"Ssstt ... jangan berisik. Ini masih malam, Nad. Suara berisik lo akan membangunkan tetangga," bisik Bisma. Suara serak khas lelaki itu membuat bulu kuduknya meremang.
"Lo melanggar aturan!" Nada menekan ucapannya. Terselip kekesalan dari suaranya yang tertahan.
"Aturan dibuat untuk dilanggar."
"Bego!"
Menyunggingkan senyuman tipis, Ezar menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Nada. Demi Tuhan, Nada ingin rasanya berteriak, menendang dan menghajar lelaki di sebelahnya ini. Namun, ia tidak ingin para tetangga mendengar. Bisa-bisa ia dan Ezar akan digerebek oleh warga. Bukan juga ia pasrah dengan tindakan lelaki itu, tetapi tubuh Nada bereaksi berbeda dengan pikirannya.
"Lo sadar nggak, sih, apa yang kita lakuin salah, Zar. Lo ada pacar, nggak seharusnya lo tidur berdua sama gue," ujarnya sembari menatap tangan Ezar di pinggangnya.
"Kita cuma tidur."
"Mata lo cuma tidur!"
Nada menggeser tubuhnya, lalu beranjak duduk. Dengan malas, Ezar pun mengikuti Nada. Mata lelaki itu sayu, bahkan dagunya ditahan oleh tangannya--menopang rasa kantuk yang terasa berat di matanya.
"Kita cuma tidur. Gue juga nggak ngapa-ngapain lo."
"Sinting lo!" Nada melempar bantal pada wajah Ezar, membuat lelaki itu berdecak.
"Barusan apa, hah?! Lo meluk pinggang gue!"
"Kenapa lo mau?"
"Karena lo diam-diam meluk gue!"
Terkekeh pelan, Ezar melempar kembali bantal itu pada Nada yang ditangkap oleh sang empunya.
"Lo juga bego. Kenapa mau tidur sama gue?"
Kalimat tertohok itu secara tidak langsung menampar Nada. Ia juga bingung mengapa dirinya tidak langsung mengusir Ezar. Namun, ia cukup terkejut dengan kedatangan lelaki itu. Belum lagi ia tidak ingin ada keributan menuju tengah malam di rumahnya.
"Udahlah, Nad. Gue tahu lo masih suci. Tapi gue juga tahu otak lo nggak sepolos itu. Kita udah dewasa. Gue juga nggak minta lebih, gue cuma mau lo nemenin gue tidur," lanjutnya.
"Gue berasa murahan, Zar."
Nada merapikan kembali bantalnya, lalu merebahkan badan. Menatap langit-langit kamarnya. Jika seperti ini, ia jadi sama saja seperti Rima. Perempuan gampangan.
"Kalo ada yang tahu tentang ini, gue yakin kita akan kena masalah," ujar Nada dengan penuh kekecewaan.
Melihat raut wajah Nada yang berubah sendu, Ezar merasa bersalah. Lelaki itu mengambil bantalnya, lalu beranjak turun.
"Mau kemana?" tanya Nada ketika Ezar berjalan ke pintu kamar.
"Tidur di luar. Gue rasa karena efek alkohol pikiran gue semakin rusak. Gue nggak mau lo menerima dampaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
NAZAR [SELESAI]
Teen Fiction𝐃𝐨𝐧'𝐭 𝐜𝐨𝐩𝐲 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐞⚠️ Hidup Nada menjadi tidak tenang setelah peristiwa dua tahun lalu. Hingga akhirnya memutuskan pindah ke SMA Pancasila untuk menjalankan misi rahasia. Namun, rencananya tidak berjalan dengan mulus. Karena Nada harus ber...