Eun Danoh (Talk)

1.8K 213 17
                                    

Eun Danoh

Saemiku kembali. Dia menangis begitu banyak saat meminta maaf padaku beberapa hari yang lalu.

Kami berbaikan setelah saling meminta maaf, saling mengoreksi kesalahan yang kita perbuat, dan berjanji untuk selalu bersahabat dengan berlandaskan kepercayaan satu sama lain. Kami tidak pernah bertengkar selama itu sebelumnya, jujur saja hari terasa sangat panjang dan melelahkan ketika kita berkonflik dengan seseorang yang kita sayangi, kalian setuju denganku kan?

Aku berusia 19 tahun. Ketika aku mengingatnya, aku tertawa begitu saja. Kenapa aku merumitkan segalanya? Kenapa aku berlarut-larut gila dan tenggelam kedalam problematika yang dirumitkan oleh emosi sesaatku. Aku hanya anak SMA ditingkat akhir yang harus fokus menggapai keinginan dan karir dimasa depan.

Ayah bilang penting bagi seseorang memiliki simpati terhadap orang lain, tapi Ayah juga pernah bilang dalam hidup, diri kita sendirilah yang lebih penting. Bukan egois hanya lebih kepada realistis.

Hari ini adalah hari terakhir pasca kami melaksanakan ujian akhir sebelum ujian tes masuk perguruan tinggi. Hari paling mendebarkan, hari paling memusingkan dan hari paling bersejarah penentu hasil dari kegigihan seorang siswa selama tiga tahun mengabdi ditempat indah yang dinamakan sekolah.

"Ahhh... Sepertinya aku membutuhkan seorang psikoterapis. Semua ini membuatku gila! Kertas berwarna putih, pensil, angka dan bilangan-bilangan itu. Aku terserang panik hanya dengan melihatnya"

Saemi kembali menjadi Shin Saemi. Gadis itu menenggelamkan seluruh wajahnya keatas meja dengan kedua tangan terangkat keatas memegang lembar kertas soal ujian terakhir yang baru saja kami kerjakan.

"Benar. Baru melihatnya saja mataku berair. Untung saja penderitaan ini sudah berakhir" Juda menimpali.

"Tidak seburuk itu kok"

Saemi menenggakan punggung nya begitu aku ikut membuka suara, menatapku aneh dengan bibir setengah terbuka.

"Beberapa soal sama dengan soal yang kita kerjakan dua minggu lalu. Saem bahkan menjabarkan rumus rahasia untuk mempercepat mengerjakan soal-soal panjang itu" kataku tak habis pikir "Shin Saemi berhenti bereksperimen dengan make up dan Yeo Juda" aku berhenti untuk sejenak mengambil nafas "berapa banyak kerja paruh waktu yang kau kerjakan bulan ini?"

Dengan polosnya Juda mengangkat ketujuh jemari lentik yang seketika membuatku menepuk jidat.

"Tch, dasar sombong. Jika aku bisa mengerjakan soal-soal itu, aku juga akan belajar!"

"Justru karena Kau tidak belajar kau jadi tidak bisa Shin Saemi!"

"Lupakan saja. Ah, Kenapa didunia ini orang pintar selalu menyebalkan?!"

Kedua mataku berkedip lamat-lamat. Lihatlah, Juda mengangguk-angguk setuju oleh ucapan Saemi.

Woah, luar biasa. Mereka mendadak rukun hanya dalam kurun waktu satu minggu meskipun percikan-percikan selisih tetap ada disetiap mereka berkomunikasi. Mereka seperti tikus dan kucing, sangat bertolak belakang namun lucu untuk dilihat ketika bersama.

"Soochul dimana? Dia baik-baik saja kan?"

"Em, dia sempat mual tapi katanya sudah baik-baik saja"

"Mual? Dia sakit?"

"Tidak. Bukan karena sakit"

"Lalu?"

"Soal matematika"

Tawaku menyembur keudara.

Ahn Soochul kami yang lucu, dia mendapatkan patah hati pertamanya diusia 19 tahun. Patah hati paling buruk dari yang pernah kudengar semasa hidupku. Bukan hanya ditolak, Aera mengancam akan menuntut akibat dari Soochul yang terus mengikutinya kemana-mana.

"Posesif" ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang