Hear Me

1.6K 186 11
                                        

Sungguh melelahkan dan frustasi rasanya menjadi siswa senior di tingkat akhir dengan banyak sekali agenda yang harus dijalani. Belajar keras untuk ujian akhir tahun, menghadapi tes psikologi dan konseling mengenai karir, keinginan dan tujuan hidup serta di universitas mana dan di jurusan apa mereka akan cocok berdasarkan nilai semasa sekolah juga karir yang ingin dicapai.

Tidak ada cukup waktu untuk sekedar memikirkan percintaan bagi sebagian dari mereka, bahkan untuk sekedar meluangkan sedikit waktu mengambil jeda bernafas dengan nongkrong cantik dikafe pusat kota atau setidaknya berjalan-jalan dikawasan myeongdong, Hongdae dan Itaewon.

Begitupun Danoh dan Juda yang dilanda banyak masalah, memilih acuh pada keadaan yang membuat konsentrasi pada belajar mereka terganggu.

Keadaan kelas mereka damai hari ini setelah kekacauan beberapa hari yang lalu, tak ada yang berani menimbulkan suara, ada wali kelas mereka yang duduk dipojok ruangan mengamati sembari memegang penggaris panjang dengan sorot mata bagai sinar laser menjurus kemana-mana.

"Ahn Soochul"

Ahn Soochul meringis diatas bangkunya setelah namanya dipanggil oleh sang ketua kelas yang baru saja selesai menjalani tes diruang konseling.

"Giliranmu" kata sang ketua kelas lagi, menatap Ahn Soochul berat hati bangkit dari duduknya.

Dulu, Ahn Soochul bersemangat tepe-tepe alias tebar pesona dengan mondar-mandir tanpa konteks didepan ruang konseling bersama para siswa laki-laki lainnya, guru konseling sangat cantik, bagai dewi. Tapi sekarang, terus ditanyai mau ke universitas mana, harus bagaimana, nilai-nilainya. Ahn Soochul trauma.

"CEPAT KELUAR!!"

Danoh terkekeh geli, Ahn Soochul melesat kabur setelah perintah menggelar itu datang langsung dari mulut wali kelas mereka.

Bagi beberapa siswa yang masih kebingungan akan menentukan impianya, pula ditambah nilai-nilai disemua mata pelajaran pas-pasan bahkan jauh dibawah rata-rata, sesi konseling dirasa cukup menakutkan dan menekan. Ahn Soochul salah satunya, yang hanya dalam waktu tak kurang dari 5 menit kembali masuk kedalam kelas dengan kedua bahu lunglai dan sorot sedih dimatanya.

"Eun Danoh, giliranmu" suaranya lemah menyerukan nama Danoh.

Danoh bangkit, Baek kyung tersenyum menyemangatinya. Danoh berjalan ringan, menepuk pundak Soochul sekilas ketika berpapasan denganya. Danoh tampak baik-baik saja hanya sampai didepan pintu masuk kelas, gadis itu berdiri beberapa detik disana, menenangkan dirinya, memantapkan pikirannya lalu kemudian kembali berjalan menuju ruang guru konseling yang terletak diujung lorong tak jauh dari kelas Danoh.

"Danoh-yah, duduk" Sang guru tersenyum mempersilahkan Danoh untuk duduk.

"Bagaimana hubunganmu dengan Baek kyung, Lancar-lancar saja? Aigo, miss benar-benar kalah telak darimu"

Danoh hanya tersenyum menanggapi basa-basi guru konselingnya yang baru berusia 29 tahun itu, salah satu guru primadona para siswa laki-laki disekolah namun sayang cukup menakutkan jika membuat masalah denganya.

"Apa yang kau keluhkan?" Tanya sang guru melihat Danoh yang biasa ceria datar-datar saja didepannya, insting guru konseling Danoh yang kerab dipanggil miss Irene itu menyala.

"Tidak ada, miss" elak Danoh pada awalnya.

Miss Irene mengetukkan pena biru ditanganya sebanyak empat kali diatas meja, membuat Danoh sedikit kurang nyaman, gusar dan tertekan.

"Sesuatu terjadi? Pertengkaran dalam hubungan sudah biasa terjadi Danoh-yah, jangan membawanya berlarut-larut. Kalian akan ujian sebentar lagi"

"Posesif" ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang