12

872 85 14
                                    

Happy reading.

Andra sengaja memakai topi hoodie-nya dan kacamata hitam seperti orang aneh apalagi kalau tidak karena dia takut dikenali oleh Adinda. Jujur, Andra benar-benar tidak siap jika Adinda tau soal Aurora adalah kakak kandungnya Andra.

Aurora tiba-tiba saja sudah membuka pintu mobil. Aurora menatap aneh Andra melihat pakaian aneh yang dikenakan adiknya itu.

"Ngapain sih Yak? Kamu udah kayak penculik aja tau nggak."

Andra tak memerdulikan pertanyaan Aurora. Yang dia pertanyakan mengapa tak ada Adinda berada di sekitar Aurora. Sebenarnya ini sih tebakan Andra saja bahwa kakaknya itu pasti mengajak Adinda jalan-jalan ke pasar.

"Oh Mbak tau. Kamu aneh kayak gini karena takut ketemu Adinda ya? Ih nggak gentle banget sih jadi cowok! Udah lelet terus nggak gentle lagi iuwh." Aurora memasang ekspresi menyebalkan membuat Andra berdecak. Enak saja dirinya dibilang lelet dan enggak gentle! Andra hanya...belum siap.

"Adinda pulang duluan. Mbak udah ngajak sih tadi cuma dia bilang dia mau pulang naik angkot aja," jelas Aurora walaupun adiknya itu tidak bertanya.

Aurora sedikit sedih. Sepertinya dia terlalu berlebihan pada Adinda mengenai kerudung.

"Kenapa dia pulang duluan?"

"Hm. Sebenarnya tadi Mbak ngajakin dia buat beli kerudung terus Mbak mau beliin dia kerudung tapi ya gitu kayaknya dia shock gitu deh. Apa Mbak terlalu terburu-buru?"

Andra membuka kacamata dan topi hoodie­-nya.

"Mbak nggak salah. Adinda itu memang cewek keras kepala karena faktor kehidupannya yang begitu makanya aku juga nggak terlalu cepat mengambil kesimpulan. Tapi kita lihat aja dia gimana Mbak. Dia masih kerja di rumah makan itu kan?"

Aurora mengangguk. Rasa bersalahnya masih terasa di dalam dirinya tapi dia tetap mendoakan Adinda. Doa adalah hal yang sangat penting dan menyerahkan seluruhnya pada Sang Maha Kuasa.

***

Adinda menggosok rambutnya yang basah dengan handuk sambil menatap parasnya di cermin. Hari ini memang menyenangkan bisa berjalan-jalan bersama Aurora yang sudah seperti kakak bagi Adinda. Namun suasana menjadi sedikit berubah saat Aurora membelikan sehelai kerudung untuk Adinda. Sebenarnya Aurora tak salah tapi entah mengapa begitu terasa di hati Adinda.

Adinda duduk di pinggir ranjang tempat tidurnya. Disana tergeletak sehelai kerudung itu, kerudung pemberian Aurora. Sebelum Adinda memilih pulang sendiri, Aurora tetap memaksanya untuk menerima kerudung itu.

Adinda menatap kerudung itu. Apakah dia harus mencobanya? Tapi dalam dirinya seakan menolak. Akhirnya Adinda melipat kerudung itu dan memasukkannya ke dalam lemari.

Keesokan harinya, Adinda kembali bekerja seperti biasanya. Namun hari ini Adinda pulang lebih lama karena pelanggan hari ini begitu banyak membuat Adinda kerja ekstra. Tidak hanya itu, semua pegawai lebih dulu pulang hanya tinggal dirinya lah yang berada di warung makan itu.

Hari sudah sangat gelap dan setelah menutup rumah makan Adinda harus membuang sampah ke tempat pembuangan sampah yang berada di belakang rumah makan. Jaraknya sedikit jauh dari rumah makan namun itu tak membuat Adinda takut. Hidup sendiri saja sudah menjadi hal yang sangat biasa untuknya apalagi membuang sampah ini, pikirnya.

Saat Adinda sudah melangkahkan kakinya dengan kantong sampah di tangan kirinya, entah hanya perasaan saja dirinya seperti diikuti oleh seseorang.

"Ah paling juga aku yang halu,"

Adinda melanjutkan langkahnya. Hingga tiba-tiba saja ada yang menarik tangan Adinda. Kantong sampah yang dia pegang terjatuh ke tanah. Adinda ingin menjerit namun sebuah tangan sudah membekap mulut Adinda.

Step By Step (Book I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang