Happy reading.
Adinda baru menyelesaikan masakan dan berlanjut membereskan rumah. Rumahnya yang sudah dipenuhi perabotan baru pun semakin membuat rumah semakin berdebu maka dari itu harus Adinda bersihkan.
Adinda menggelengkan kepalanya melihat meja ruang tamu banyak buku Andra yang berserakan. Laki-laki itu pasti baru belajar dan laptopnya juga masih terbuka. Memang Andra meninggalkannya sebentar karena laki-laki itu sedang berada di kamar mandi. Adinda pun mulai membereskannya. Menyusun kembali buku-buku Andra. Matanya membulat saat tak sengaja melihat isi laptop Andra. Sebuah pesan email yang berisikan dengan kalimat-kalimat bahasa inggris. Adinda tidak bodoh jelas dia paham apa isi surat itu.
Andra dapat beasiswa ke Inggris?
Dia tak salah bacakan? Berulang kali Adinda membaca dan tak ada yang berubah. Hati Adinda berubah kecewa, apakah dia akan sendiri lagi? Di saat dia sudah...nyaman dan lagi-lagi pasti ditinggalkan.
Andra kembali dari dapur. Laki-laki itu belum tau tapi melihat wajah Adinda yang tak enak akhirnya Andra tersadar pasti ada yang tidak beres.
"Bapak mau ke Inggris ya?"
"Saya bisa jelaskan!"
"Ck. Kayaknya saya memang ditakdirin untuk sendirian di dunia ini Pak."
"Dinda. Kenapa kamu ngomongnya kayak gitu?"
"Udah lah Pak. Ini juga mimpi Bapak kan untuk bisa ngelanjutin pendidikan Bapak. Bapak pergi aja, saya juga sudah terbiasa sendiri." Adinda tersenyum miris. Kenapa? Kenapa saat merasa nyaman seperti ini? Kenapa tidak dari dulu saja Andra pergi?
"Saya sudah bilang saya bisa jelaskan. Saya mengajukan beasiswa saat sebelum kita menikah dan saya juga tidak menyangka ternyata saya lulus."
"Kalau begitu selamat ya Pak. Semoga ilmu Bapak ini bisa bermanfaat bukan cuma untuk Bapak tapi mahasiswa Bapak." Adinda masuk ke kamar. Dia ingin menangis ternyata begini rasanya. Rasanya ditinggalkan yang tak pernah Adinda dulu rasakan kecuali ditinggal kedua orang tuanya.
***
Nasi sudah menjadi bubur. Adinda sudah tau perihal beasiswa Andra. Padahal dia akan memberitahu perempuan itu setelah Adinda menyelesaikan seminar proposalnya tapi sayang Adinda sudah tau karena keteledoran Andra sendiri.
Dua tahun memang bukan waktu sebentar itu pun kalau tak ada kendala. Andra tidak bisa memastikan dia bisa cepat lulus. Otaknya memang pintar tapi tidak ada yang bisa menjamin bagaimana ke depannya kecuali Allah yang Maha Menentukan. Andra bingung apa dia harus menerima beasiswa itu atau menolaknya? Jika Andra menerimanya dia dengan terpaksa meninggalkan Adinda dan jika dia menolak..ah entah lah Andra benar-benar bingung harus apa?
Andra juga harus memikirkan urusan skripsi Adinda. Jelas dia harus membimbing Adinda hingga perempuan itu menyelesaikan masa perkuliahannya. Di ruang tamu, Andra hanya duduk dan termenung.
Di lain sisi, Adinda melamun memeluk kedua lututnya. Entah mengapa dia merasa bersalah pada Andra. Apa dia terlalu egois dan kekanakan? Jika dipikir-pikir Andra sudah memberikan semua padanya. Walau laki-laki itu terlihat memaksa tapi Andra memberikan keluarga untuknya, kehidupan yang tercukupi, dan tawa yang tak pernah lagi Adinda rasakan.
Cuma satu hal yang menjadi ketakutan untuknya, bagaimana jika laki-laki itu berselingkuh di Inggris nantinya?
Ayo lah bahkan Adinda belum memberi..
"Ih apaan sih pikiranku!" Adinda memukul kepalanya. Menggelengkan kepalanya supaya pikiran gila itu hilang.
Tapi benarkah tanpa sadar dia sudah mencintai Andra? Atau ini hanya perasaan takut karena harus merasa kesepian lagi?

KAMU SEDANG MEMBACA
Step By Step (Book I)
Narrativa generaleCERITA MAINSTREAM Jika soal berpacaran dengan tegas Andra akan mengatakan tidak. Andra lebih memilih bukunya daripada makhluk rewel bernama perempuan. Sampai pada akhirnya Ardian, adiknya meminta ijin padanya untuk menikah lebih dulu.