Happy reading
Ardi sudah resmi menjadi seorang suami satu jam yang lalu. Andra dapat melihat kebahagiaan yang terpancar dari adiknya itu, senyum tak luput dari bibir Ardi. Bagaimana tidak? Ardi memilih Clara karena Ardi mencintainya. Ardi pernah bercerita pada Andra bahwa tak mudah untuk meyakinkan Clara dan kedua orang tua Clara soal menikah muda apalagi Clara yang juga baru menyelesaikan skripsinya bahkan istri Ardi itu belum wisuda padahal Ardi sudah memiliki penghasilan sendiri dari kafe miliknya. Dan sekarang ini lah hasil dari doa dan usaha Ardi.
"Uang nggak selalu bisa bikin kita bahagia ya Bang. Buktinya orang tua Clara. Ardi pikir dengan Ardi punya penghasilan sendiri Ardi bisa diterima lebih mudah ternyata bukan itu yang mereka pertanyakan. Bukan soal berapa gaji Ardi dan bukan juga soal makanan apa yang akan Ardi kasih nanti waktu menikah. Tapi yang dipertanyakan malah apakah Ardi bisa membimbing Clara ke jalan Allah dan mengingatkan Clara tanpa harus pake emosi. Mungkin itu pertanyaan mudah Bang tapi kalau dipikir-pikir bebannya itu loh Bang."
"Abang tau nggak alasan Ayah Clara nanya begitu apa?"
"Apaan?"
"Karena uang bisa merubah seseorang yang baik hati menjadi tamak dan buta Bang. Sedep banget nggak tuh jawabannya. Jadi Ayahnya Clara takut Ardi jadi gitu Bang."
"Makanya kita dianjurkan bersedekah selain di harta kita itu ada hak orang miskin, sedekah juga nyembuhin sifat tamak dan kikir."
Andra menarik napasnya. Adiknya itu sudah bukan anak kecil lagi padahal dulu mereka sering bertengkar karena merebutkan stik play station dan sekarang Ardi pasti akan tinggal di rumah sendiri bersama istrinya.
"Heh!" Andra menggeram seseorang menggetok kepalanya. Saat dia tau siapa pelakunya dirinya semakin kesal.
"Apa sih Mbak!"
"Ngebet kawin ya? Serius banget liat Ardi."
"Nikah, Ra." Kairo yang berdiri di samping Aurora, menegur istrinya itu. Aurora menyengir pada suaminya dan membuat jari telunjuk dan jari tengah berbentuk 'V'.
"Dasar bucin," cibir Andra mengejek kakaknya itu.
"Suka aku lah. Namanya sama suamiku! Lah kamu? JONES!"
"Rara," lagi-lagi Kairo menegur istrinya itu. Andra mengejek Aurora dengan menjulurkan lidahnya, untungnya ada Kairo sang pawang Aurora.
"Mbak. Hari ini temenin aku ya?" Andra memandang ke para undangan yang sedang mengantri di bagian prasmanan.
"Mau kemana? Tumben banget. Biasa juga sewot kalau ada aku atau ikut kamu." Kairo memilih permisi dan membiarkan kakak adik itu berdua saja.
"Arya udah janji pada Adinda untuk menemuinya setelah acara Ardi selesai. Aku ingin mengajak Mbak karena tidak enak jika hanya Arya aja yang datang."
"Duh gimana ya. Mbak juga kangen sama Adinda tapi mengingat soal kerudung itu Mbak masih nggak siap ketemu dia."
"Mbak kan nggak salah. Suatu kebaikan kalau Mbak mengingatkan dia soal kewajiban." Raut wajah Aurora berubah seakan ragu.
"Bener sih."
"Bawa aja Hara. Bukannya Mbak janji untuk mempertemukan anak-anak Mbak ke Adinda."
"Tunggu sebentar! Kamu udah bilang ke Ayah soal Adinda?"
Andra tersenyum miring. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celananya.
"Arya udah cerita semua ke Ayah kemarin. Mbak kayak nggak tau Ayah aja gimana, selagi itu baik untuk anak-anaknya Ayah tak mungkin menolak." Aurora menepuk-nepuk bahu Andra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step By Step (Book I)
General FictionCERITA MAINSTREAM Jika soal berpacaran dengan tegas Andra akan mengatakan tidak. Andra lebih memilih bukunya daripada makhluk rewel bernama perempuan. Sampai pada akhirnya Ardian, adiknya meminta ijin padanya untuk menikah lebih dulu.