24

967 110 10
                                    

Happy reading.

Adinda sedikit kesusahan karena kerudungnya begitu panjang.

"Itu kerudung kamu di iket aja ke belakang, Din. Biar nggak sumpek banget."

Adinda terkejut ternyata dirinya diperhatikan oleh Rama -salah satu anggota Angga. Adinda melakukan penelitian di studio Angga itu juga atas rekomendasi Andra. Suaminya itu memang tak tanggung-tanggung membantunya.

"Oh nggak perlu, Mas. Gini aja nggak apa kok," ucap Adinda. Jelas dia tak mau mengikatnya, Andra pernah berkata bahwa wajib hukumnya perempuan memakai kerudung hingga menutupi dada. Dan Adinda juga semakin banyak belajar tentang agamanya sendiri melalui laki-laki itu.

Adinda menyesal dan sedih karena dia sama sekali tak tau menau tentang agamanya sendiri. Dan Allah seakan memberikan jalan untuknya belajar dengan adanya Andra.

"Oke! Pemotretan hari ini selesai. Besok kemungkinan kita cuma bisa setengah hari doang karena juga kan nggak boleh ngumpul-ngumpul." Angga mendekati Adinda.

"Gimana Din? Kamu bilang mau wawancara juga kan buat skripsi kamu? Padahal kamu udah hampir sebulan lebih disini tapi kenapa pas udah mau selesai riset baru wawancara."

"Observasi dulu, Bang. Sekalian dokumentasi juga baru deh wawancara di akhir." Angga menggelengkan kepalanya.

"Jadi gimana kabar Andra?"

Mendapat pertanyaan itu membuat Adinda tersenyum.

"Alhamdulillah baik, Bang."

"Dia nggak nanya macem-macem kan tentang aku? Siapa tau dia takut bininya aku apa-apain."

"Nggak lah Bang. Tenang aja." Setelah semuanya selesai termasuk wawancara bersama Angga, Adinda memilih pulang ke rumah. Dia tak perlu berlama-lama di studio karena Andra menyuruhnya untuk menjauh dari ikhtilat kecuali karena urusan pendidikan, kesehatan dan muamalah. Untuk Adinda sendiri suka protes sebenarnya akan hal itu. Tapi dipikir-pikir apa laki-laki itu cemburu ya bila dia berdekatan dengan laki-laki lain? Ah pikiran macam apa ini?

"Assalamu'alaikum." Adinda mengetuk pintu rumah berwarna putih gading.

"Didin pulang, Bun." teriaknya pelan karena pintu rumah belum terbuka namun tak lama kemudian pintu pun terbuka. Bunda Tari menyambut menantunya itu dengan bahagia. Adinda segera menyalim tangan Bunda Tari.

"Gimana tadi penelitiannya?"

"Alhamdulillah lancar, Bun. Dua hari lagi Didin selesai risetnya."

"Wah! Alhamdulillah ya. Sebentar lagi kamu bakal jadi sarjana. Duh jadi keinget dulu waktu Bunda jadi mahasiswa."

"Gimana Bun gimana?" tanya Adinda penasaran.

"Sebenarnya nggak ada yang istimewa sih. Paling Bunda bolak balik kampus terus ke perpustakaan. Gitu gitu aja deh."

Adinda baru ingat. Andra menuruni kebiasaan Bunda Tari. Andra yang begitu mencintai buku dan pelajaran. Sampai laki-laki itu selalu menutup dirinya dari perempuan.

"Bunda lulusnya cepet nggak?"

"Alhamdulillah tiga setengah tahun."

"Yah berarti nggak kayak Didin dong. Lulus aja lama banget sampe udah semester tuanya kebangetan."

Bunda Tari tergelak. Ada-ada saja menantunya ini.

"Nggak apa-apa kok. Terkadang kita mahasiswa ini terlalu sibuk mengejar kelulusan sampai ilmu yang kita pelajari bertahun-tahun itu dilupain begitu aja."

"Iya ya, Bun. Memang nggak salah sih lulus cepat tapi kebanyakan kayak gitu, ilmunya dilupakan."

"Eh terlalu asik nih kita cerita. Kamu udah ashar belum?"

Step By Step (Book I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang