14

890 76 8
                                    

Happy reading.

Adinda mengunyel-ngunyel pipi Hara yang gembul. Untung saja Hara tidak menangis karena Hara juga tampak nyaman di pangkuan Adinda.

Andra yang sedari tadi memeriksa ponsel dan sesekali melirik ke arah Adinda yang sibuk berbincang dengan Aurora dan pertama kalinya Adinda lebih banyak tertawa. Mungkin karena ada Aurora dan Hara.

"Umurnya berapa Mbak?"

"Udah mau jalan dua tahun. Bentar lagi kuliah," canda Aurora. Adinda terkekeh mendengar candaan absurd Aurora.

"Oh iya dari tadi Mbak mau nanya. Kok kamu bisa disini bukannya rumah kamu di sebelah ya? Btw Aryak yang ngasih tau. Ya kan, Yak!" Aurora menyenggol adiknya. Songong sekali Andra ini berpura-pura memainkan ponselnya padahal isi chat-nya kalau tidak dari grup dosen paling juga grup kelasnya dulu.

"Hm," gumam Andra.

"Aku memang sering main kesini Mbak tapi beberapa hari ini tidur disini terus. Buk Lastri tinggal sendirian, suami beliau udah meninggal terus juga nggak punya anak."

"Oh gitu." Aurora menatap iba ke arah dapur. Bu Lastri memang tidak ada disana beliau sedang sibuk menyiapkan teh untuk mereka di dapur.

"Terus! Terus kapan kamu pake kerudungnya? Cocok tau! Cantik banget ih kamunya."

Pertanyaan Aurora mewakili Andra, dia melirik sebentar dan memasang telinganya. Andra juga penasaran tentang hal itu. Bagaimana bisa setelah tidak bertemu tiga hari, Adinda sudah mulai berubah.

"Ini ya, Mbak." Adinda menunjuk kerudungnya.

"Nggak tau sih. Cuma emang udah nggak nyaman aja gitu nampakin rambut."

"Ooo. Bukan karena laki-laki di sebelah aku ini kan?" goda Aurora. Aurora menaik-naikkan alisnya.

"Bukan lah Mbak!"

Bu Lastri datang membawa nampan yang berisikan dua gelas teh manis.

"Duh nggak usah repot-repot lah Bu. Kami disini juga cuma sebentar," Aurora merasa tak enak.

"Namanya juga tamu ya tetap harus dikasih minuman dong."

"Jadi ada apa nih Pak Dosen sama Mbaknya kesini? Mau jumpain Didin ya?" tanya Bu Lastri.

Aurora tak menjawab dia menyenggol-nyenggol lengan Andra agar adiknya itu berhenti bermain ponsel. Andra pun paham dan memasukkan ponselnya itu ke saku celananya.

"Iya, Bu. Kami kesini mau jumpa Didin. Awalnya saya kira dia tidak ada di rumah makanya saya mau bertanya ke Ibu taunya orangnya disini juga bersama Ibu."

Bu Lastri tertawa.

"Iya dia disini terus beberapa hari ini. Dia bilang sih mau nemenin Ibu yan sendirian ini."

Andra tersenyum. Dia sudah tau karena dia mendengar cerita Adinda tadi.

"Sebenarnya alasan saya datang kesini itu Bu. Bukan sebatas saya dosen dan Adinda mahasiswa saya tapi saya ingin mengajak Adinda menikah." Bu Lastri sedikit terkejut.

"Oh iya? Kamu kok nggak cerita toh sama Ibu?" tanya Bu Lastri pada Adinda.

"Nih orang yang maksa-maksa Adinda nikah sama dia. Padahal Didin belum jawab mau apa nggak loh Buk," sewot Adinda yang masih keras kepala.

"Hus! Nggak boleh gitu. Masnya ganteng loh kayaknya juga baik. Kalau dipikir-pikir terima aja lah Din. Biar kamunya juga ada yang jagain."

"Iya bener! Terus kamu juga jadi adik ipar aku tiap hari bisa ketemu Hara!" Aurora ikut menjadi kompor.

Step By Step (Book I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang