Keesokan harinya
Dava mengerutkan dahi ketika melihat teman-teman sekelasnya tiba-tiba diam begitu dia masuk ke kelas. Padahal, saat Dava masih di luar kelas, dia dapat mendengar mereka yang masih ribut membicarakan dirinya dan Ayaka.
Namun, Dava tidak terlalu peduli. Dengan cuek, Dava berjalan menuju bangkunya yang ada di baris belakang—kolom bangku paling kiri, bangku sebelah kanan. Lantas, dia duduk di sana tanpa memedulikan kehadiran Trio Sengklek yang terus menatapnya dengan tatapan aneh yang sulit dijelaskan.
Trio Sengklek adalah teman Dava sejak masih menduduki bangku SMP dan julukan Trio Sengklek diberikan oleh Dava karena ketiga temannya itu sangat absurt. Otak mereka bobrok bin ngeres. Setiap kali ada ulangan atau ada tugas, mereka selalu menyontek pada Dava. Itu jika mereka satu kelas dengan Dava. Kerjaan mereka bertiga jika tidak tidur di kelas, ya menonton video yang tidak senonoh.
Dava saja heran, kenapa dia bisa mempunyai teman seperti mereka bertiga. Merasa tidak nyaman dengan tatapan Trio Sengklek, akhirnya Dava buka suara.
"Ck, bisa enggak jangan natap gue kayak gitu?!" tanya Dava kesal.
"Hehe, sorry. Kita-kita masih enggak percaya sama kejadian barusan," jawab Indra, teman sebangku Dava. Dia adalah salah satu dari Trio Sengklek.
Kejadian yang dimaksud adalah ketika Dava datang ke sekolah sembari memboncengi Ayaka. Mereka berdua memang bersekolah di sekolah yang sama, SMA BHIMA SAKTI. SMA swasta terfavorit di Bandung yang didirikan oleh Hendra. Jadi, wajar jika Dava berangkat bersama Ayaka ke sekolah karena mereka satu sekolah.
"Ck!" decak Dava, kesal karena menurutnya kejadian itu tidak ada istimewanya.
Itu menurut Dava, tetapi tidak untuk murid yang lain. Satu sekolah gempar. Khususnya para murid ketika melihat Dava memboncengi gadis blasteran Indo-Jepang itu. Padahal, Dava dikenal sebagai cowok yang cuek dan dingin kepada semua perempuan. Dia juga tidak mau bergaul dengan perempuan. Sebab itulah, berbagai macam pertanyaan menghinggapi setiap benak para murid SMA BHIMA SAKTI. Termasuk Trio Sengklek, yang juga melihat kejadian itu.
"Tadi itu siapa? Pacar lo ya? Cantik benar," tanya Danang, Trio Sengklek yang paling kepo.
"Iya, cantik banget. Iri gue sama lo. Ngomong-ngomong, lo kenal dia di mana? Jadiannya kapan? Udah berapa lama pacaran?" cerocos Angga, yang langsung dihadiahi jitakkan dari Indra.
"Cerewet!" bentak Indra, merasa pusing mendengar suara cempreng milik Angga.
Meski laki-laki, Angga adalah tipe cowok yang cerewet dan parahnya suaranya juga cempreng. Membuat sakit telinga.
"Tapi, apa cewek itu benar pacar lo? Kalo iya, gue senang dengarnya karena itu membuktikan, bahwa lo bukan homo."
Pletak!
Dava langsung menjitak kepala Indra. Temannya yang satu ini memang suka bicara ngawur.
"Udah, gue mau ke kantin," pungkas Dava. Dia pun bangkit dari kursi, lalu berjalan melewati Trio Sengklek yang masih penasaran dengan cewek yang Dava boncengi tadi.
Namun, baru selangkah Dava melangkah, tiba-tiba Danang mencekal tangan kirinya. Membuat Dava terpaksa menghentikan langkah.
"Jawab dulu, cewek itu siapa?" Danang bertanya lagi, setelah berhasil menghentikan langkah Dava.
"Adik gue," ketus Dava. Kemudian, dia melepaskan cekalan tangan Danang, lalu pergi keluar kelas menuju kantin. Meninggalkan Trio Sengklek yang hanya melongo, tak percaya dengan jawaban Dava. Begitu juga dengan teman kelasnya yang lain, yang sedari tadi menguping obrolan mereka berempat.
***
Kantin, pukul 06.30 pagi
"Nih, pesanan lo," ucap seorang gadis cantik, berambut panjang digerai, seraya meletakkan bakso dan es teh manis pesanan Dava, di hadapan Dava. Dia adalah Tania. Teman semasa kecil sekaligus sahabat Dava.
Dava pun langsung memakan bakso dengan perasaan dongkol.
"Masih pagi kok udah cemberut, ada masalah apa?" tanya Tania, saat melihat wajah Dava yang ditekuk.
Dava bergeming. Ia tak merespons pertanyaan gadis yang duduk di depannya yang hanya tersekat meja.
Haaah … masih belum berubah.
Tania hanya menghela napas panjang, melihat respons teman semasa kecilnya itu.
Sudah enam tahun, sejak peristiwa yang mengubah diri Dava. Sampai sekarang, Dava masih belum berubah. Dingin dan cuek kepada semua perempuan. Bahkan, cenderung kasar pada mereka.
Kendati, Tania tetap setia di sisi Dava. Selain karena sudah kebal dengan tatapan dingin dan kata-kata kasar Dava, juga karena dia ingin mengembalikan Dava seperti dulu lagi.
"Eh iya, cewek yang lo bonceng tadi pacar lo ya?" tanya Tania, penasaran. Ada nada tertahan, saat dia menanyakan pertanyaan tersebut.
“Uhuk uhuk uhuk.”
Dava terkejut, sampai terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Tania. Dengan cepat ia menyambar es teh manis guna membasahi kerongkongannya yang terasa mengganjal.
"Ngomong apa sih lo?!" tanya Dava kesal, sedikit membentak. Setelah meminum es teh manis hingga tersisa setengah.
Bukannya marah, Tania justru tersenyum. Dia senang karena Dava mau menanggapinya.
"Lo tadi bonceng cewek, kan? Apa dia pacar lo?" Tania mengulangi pertanyaannya.
"Dari mana lo tahu gue bonceng cewek?" tanya Dava bingung.
Setahu Dava, Tania selalu berangkat pukul 05.45 pagi untuk membantu ibunya di kantin. Dava juga tahu, Tania akan tetap di kantin untuk membantu ibunya, sampai bel tanda dimulainya waktu belajar-mengajar berbunyi. Kecuali waktu piket, baru Tania tidak membantu ibunya untuk menyiapkan dagangan kantin dan hari ini bukan jadwal piket Tania.
Sebagai jawaban, Tania mengambil ponselnya. Dia lalu membuka aplikasi WhatsApp. Kemudian, membuka salah satu grup yang dia ikuti.
"Nih, baca sendiri!" titah Tania, sambil menyodorkan ponselnya ke wajah Dava.
Dava pun membaca postingan di grup tersebut. Seketika, wajah Dava berubah menjadi merah padam begitu tahu apa yang diposting di grup itu.
Ingin rasanya Dava menggebrak meja, lalu membanting ponsel yang ada di depan wajahnya. Namun, diurungkan karena akan mendatangkan masalah baru.
Dava lalu pergi, setelah meletakkan uang dua puluh ribu rupiah di meja. Tanpa meminta uang kembalian.
"Woe, kembaliannya!" teriak Tania, yang belum sempat memberi uang kembalian untuk Dava. Namun, Dava mengabaikannya.
Di dalam hati, Dava menyumpahi Indra yang sudah memposting foto dirinya dan Ayaka saat di parkiran motor sekolah. Akan tetapi, bukan foto itu yang membuat Dava marah, melainkan caption-nya.
Group Goes To Singapore
Gempar!
Cowok idaman sekolah kita udah punya pacar!
Loli lagi.
Namun, sayang cewek itu hanya dianggap sebagai adik saja. Sungguh kasihan.
Mending sama gue! Gue juga enggak kalah ganteng dari Dava.
Begitulah isi caption-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BSC (Brother Sister Complex) (terbit)
Teen FictionSudah terbit, oleh penerbit Samudera Printing. Part masih komplet. _______________________________________ Blurb: Kehidupan Dava Aldiano Nova berubah setelah kehadiran Ayaka Putri Handini. Yang tak lain adalah adik tirinya. Awalnya, Dava berat h...