RENCANA LICIK & PENGKHIANATAN ( 4 )

169 38 9
                                    

"Jadi, lo sengaja melibatkan Tania dan Ayaka dalam rencana balas dendam lo?" tanya Dava memastikan, setelah Vivi selesai menceritakan latar belakangnya membalas dendam pada Rose.

Dava mengucapkannya sambil menahan marah, karena apa yang didengarnya sukses menyulut emosinya lagi.

Vivi mengangguk. Dia tetap santai dan tenang, meski tahu Dava sudah emosi.

Dava pun mengambil napas panjang, untuk mengendalikan emosinya.

"Lo tahukan, lo bisa masuk bui atas perbuatan lo ini?" tanya Dava, setelah berhasil mengendalikan emosinya.

"Iya, gue tahu. Namun, gue enggak peduli. Asal bisa balas dendam pada Rose, masuk bui pun enggak masalah bagi gue," jawab Vivi santai. Dia pun kembali menyedot es jeruknya yang tinggal sedikit, sampai tandas.

Dava yang mendengarnya, hanya bisa melihat Vivi dengan tatapan tak percaya. Dava tidak menyangka, ternyata Vivi adalah tipe orang yang begitu mengobsesikan diri untuk membalas dendam.

"Itu berarti, lo enggak keberatan kalo gue menjebloskan lo ke penjara, kan?" Dava bertanya lagi, membuat Vivi terdiam seribu bahasa.

Meski Vivi bilang tidak keberatan, tetapi hatinya berteriak sangat keberatan. Lagi pula, siapa juga yang mau menginap di 'hotel bintang lima’ itu? Namun, Vivi tidak bisa menghindar. Mau tak mau, dia harus menerima konsekuensi atas perbuatannya.

"Kalo lo bisa, silakan aja." Vivi menantang. Dia mengucapkannya dengan tenang, tetapi hatinya sama sekali tidak tenang.

Vivi tahu. Jika ingin, tidak perlu waktu lama untuk Dava menjebloskannya, bersama orang-orang yang sudah membantunya membalas dendam pada Rose ke penjara. Vivi pun teringat akan ucapannya, untuk menanggung semua konsekuensinya sendiri.

"Tapi, jangan libatkan Dara, ibunya, atau orang suruhan gue. Cukup gue aja yang masuk penjara." Vivi menambahkan, tidak ingin orang lain ikut susah bersamanya.

Dava terkekeh. Dia geli mendengar ucapan Vivi.

Enggak mau bikin orang lain susah, tapi malah ngajak mereka ikut bikin masalah. Benar-benar menggelikan, batin Dava.

"Bay the way, Dara yang lo maksud itu, teman sekelas Ayaka, kan?" tanya Dava, memastikan.

"Iya. Gue harap lo enggak menjebloskan dia atau yang lain. Cukup gue aja yang masuk penjara." Vivi mencoba untuk nego pada Dava, agar hanya dirinya yang dijebloskan ke penjara.

"Sayangnya, lo enggak punya sesuatu buat tawar-menawar sama gue. Jadi, terserah gue, mau buat keputusan seperti apa." Jawaban Dava, seketika membuat Vivi resah. 

"Jadi, lo tetap bakal menjebloskan mereka ke penjara juga?" tanya Vivi, mulai emosi bercampur panik.

"Mungkin." Kini, giliran Dava yang santai.

Brak!

Vivi tiba-tiba menggebrak meja, membuat atensi kantin rumah sakit tertuju pada mereka berdua. Namun, Vivi tidak peduli akan hal itu.

"Kalo lo berani melakukannya, gue bakal memasukkan lo dalam daftar musuh gue. Termasuk orang-orang yang ada di dekat lo!" ancam Vivi, sambil menunjuk-nunjuk wajah Dava, dengan telunjuk tangan kanannya.

Sepertinya Vivi sudah hilang akal. Mengancam Dava seperti itu, hanya akan menambah masalah untuk dirinya sendiri, juga untuk orang lain yang ada di sisinya.

Namun, Vivi beruntung karena Dava tidak berminat untuk bermusuhan dengannya. Bukan karena takut, melainkan akan sangat merepotkan jika berurusan sama manusia penggila dendam seperti Vivi. Pun Dava tidak berniat untuk menjebloskan Vivi ke penjara. Akan tetapi, bukan berarti Dava akan melepaskan gadis itu begitu saja. Vivi tetap akan menerima konsekuensi atas perbuatannya.

BSC (Brother Sister Complex) (terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang