Minggu, pukul 04.00 pagi
Dava bangun dari tidur nyenyaknya. Dia lalu pergi ke kamar mandi yang bersebelahan dengan kamarnya untuk membersihkan diri. Setelah selesai, Dava pun bersiap-siap.
Hari ini, Dava bangun pagi karena harus belanja kebutuhan sehari-hari di supermarket langganannya. Dia sengaja berangkat pagi-pagi sekali, agar Ayaka tidak ikut belanja karena akan sangat merepotkan.
Dava masih ingat, saat dia mengajak Ayaka keliling kompleks satu minggu yang lalu. Ketika mereka berhenti di pom bensin untuk mengisi bahan bakar. Tiba-tiba Ayaka pergi tanpa permisi meninggalkan Dava di pom bensin itu. Alhasil, Dava bingung dan panik. Beruntung, ada orang di pom bensin itu yang melihat Ayaka pergi ke supermarket, yang letaknya tidak jauh dari pom bensin tersebut.
Sejak saat itu, Dava kapok mengajak Ayaka pergi keluar bersamanya, kecuali ke sekolah. Akan tetapi, kenapa Dava yang belanja? Apa tidak ada pembantu di rumahnya? Dava memang tidak punya pembantu.
Dava sengaja tidak menyewa pembantu, karena dia sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumahnya sendiri. Masak, mencuci baju, bersih-bersih, dan lain-lain. Semua Dava kerjakan sendiri. Mengingat, Dava dulu selalu jadi babu untuk ibu kandungnya.
Tin! Tin!
Suara klakson mobil terdengar dari depan gerbang rumah Dava. Itu adalah taksi yang dipesan Dava.
Dava sengaja memesan taksi online, karena terlalu ribet jika membawa mobil pribadi, harus mengeluarkannya dari garasi rumah terlebih dulu.
Setelah taksi pesanannya sampai, Dava keluar rumah. Berjalan menuju taksi yang sudah menunggunya. Dia pun masuk ke taksi tersebut. Lantas, taksi melaju membelah jalanan menuju tempat yang dituju.
***
Dua jam kemudian
"Gue pulang," ucap Dava, memberi salam.
Dava masuk ke rumah, sambil membawa beberapa kantong belanjaan di kedua tangannya. Namun, baru saja Dava hendak melangkah lebih jauh. Sudah ada orang yang menghadangnya. Siapa lagi kalau bukan Ayaka.
"Onii-chan!" teriak Ayaka, kesal karena Dava tidak ada di rumah saat Ayaka hendak menyuruhnya untuk membuatkan nasi goreng untuk sarapan.
"Habis dari mana sih? Chat aku enggak dibalas, telepon juga enggak diangkat. Aku tuh khawatir, tahu!" cerocos Ayaka.
Dava tersenyum. "Nih, lihat! Gue baru aja habis belanja," jawabnya santai, seraya mengangkat kantong belanjaan di kedua tangannya.
"Kok enggak ngajak aku? Terus, kenapa berangkatnya pagi banget?" tanya Ayaka, masih kesal ditinggal sendiri di rumah.
"Sengaja. Kalo ngajak lo, yang ada gue repot sendiri. Lo kan kayak hantu. Ngilang gitu aja," ejek Dava, membuat Ayaka tambah kesal.
Entah kenapa, Dava justru gemas melihat Ayaka yang sedang ngambek.
Lihatlah Ayaka yang menggembungkan pipinya. Rasanya Dava ingin mencubit pipi adik tirinya yang menjadi tembam itu. Namun, dia urungkan karena mendengar sesuatu.
Kruyuk!
Suara perut keroncongan Ayaka terdengar. Ayaka memang belum sarapan. Ayaka tidak ingin sarapan, jika tidak ada nasi goreng.
Semenjak Tania memberi resep nasi goreng ibunya, Ayaka selalu minta dibuatkan nasi goreng untuk sarapan. Oleh karena itu, Dava berniat untuk mengajari Ayaka memasak. Mulai dari makanan favorit gadis itu. Alasannya, karena Dava tidak ingin dibangunkan Ayaka pukul 04.30 pagi, hanya untuk membuatkan nasi goreng untuk sarapan adik tirinya itu.
***
Dapur
"Auw!"
Ayaka meringis kesakitan, saat telunjuk tangan kirinya tidak sengaja teriris pisau ketika dia sedang memotong cabai.
Darah segar pun keluar dari lukanya.
"Aduh, gimana sih?! Gue kan udah bilang, hati-hati menggunakan pisaunya. Itu tajam tahu!" omel Dava, membuat Ayaka sebal.
Bukannya diobati, malah diomeli, gerutu Ayaka di dalam hati.
Dava pun pergi ke kamar untuk mengambil kotak P3K, yang dia simpan di lemari bajunya. Meninggalkan Ayaka sendiri, yang masih kesal dibuatnya.
Sebenarnya, Ayaka kesal bukan karena Dava habis mengomeli dirinya, melainkan karena Dava yang tiba-tiba memintanya untuk belajar memasak. Lebih tepatnya, memaksa Ayaka untuk belajar memasak. Sebab, Dava juga mengancam Ayaka dengan bilang tidak akan memasak apa pun selain mie instan. Itu berarti, jika tidak ingin belajar memasak, maka setiap hari dia harus memakan mie instan.
Tentu, Ayaka tidak ingin memakan mie instan. Apalagi untuk makanan sehari-hari. Namun, Ayaka tidak bisa mengadu pada Mili—ibu kandungnya—satu-satunya tempat Ayaka mengadu. Karena kemarin, ibunya menelepon meminta Dava agar mau membimbing Ayaka menuju jalan kedewasaan. Hendra juga menginginkan hal yang sama seperti Mili. Alhasil, Ayaka tidak punya kuasa untuk menolak perintah Dava.
Beberapa menit berlalu, akhirnya Dava kembali ke dapur sembari membawa kotak P3K.
"Sini, gue obati luka lo!"
Ayaka menurut, dengan mengulurkan telunjuk tangan kirinya yang terluka. Dava pun mulai mengobati Ayaka.
Dava terlebih dulu mengoleskan antiseptik, untuk mencegah infeksi pada luka Ayaka. Dia melakukannya secara perlahan, agar Ayaka tidak kesakitan. Ya, sepertinya Dava sudah mulai menyayangi Ayaka.
"Selesai," celetuk Dava, setelah menutup luka Ayaka dengan plester.
"Sekarang, cepat lanjut latihannya!" titah Dava pada Ayaka.
Namun, Ayaka hanya diam.
"Kenapa? Apa lo udah nyerah, hanya karena terkena pisau?"
Ayaka menggeleng.
"Terus?"
Kruyuk!
Dava mendapat jawaban dari suara perut keroncongan Ayaka. Dia lupa, Ayaka belum makan sejak tadi.
"Lapar," rengek Ayaka, sambil memegangi perutnya.
Merasa tidak tega, Dava pun memutuskan untuk mengakhiri sesi latihan untuk pagi ini. Setelah itu, dia memasak nasi goreng untuk sarapan Ayaka. Namun, Dava tetap akan mengajari Ayaka, sampai adik tirinya itu bisa memasak sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/215809987-288-k616056.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BSC (Brother Sister Complex) (terbit)
Teen FictionSudah terbit, oleh penerbit Samudera Printing. Part masih komplet. _______________________________________ Blurb: Kehidupan Dava Aldiano Nova berubah setelah kehadiran Ayaka Putri Handini. Yang tak lain adalah adik tirinya. Awalnya, Dava berat h...