APAPUN DEMI AYAKA

146 34 15
                                    

Satu setengah jam kemudian

Setelah tidur selama kurang lebih dua jam, Dava akhirnya bangun juga.

"Udah jam berapa sekarang?" tanya Dava pada dirinya sendiri karena tidak ada orang lain di kamarnya. Dia lalu mengucek kedua matanya, agar bisa melihat lebih jelas.

Kemudian, Dava melihat ke arah jam wekernya berada, yaitu di meja belajar untuk melihat waktu yang ditunjukkan oleh jam tersebut. Namun, perhatian Dava teralihkan oleh suatu benda yang sangat dikenalnya, yang tidak lain adalah kalung hadiah untuk Ayaka dari dirinya. Dava pun turun dari tempat tidur untuk mengambil kalung tersebut yang diletakkan di meja belajarnya.

"Kenapa kalung Ayaka ada di sini?" monolog Dava. Bingung.

"Eh?" ucap Dava, ketika melihat selembar kertas yang dilipat dua, yang ada di bawah kalung. Dia pun mengambil kertas tersebut lalu membukanya.

Kertas itu ternyata adalah sebuah surat.

Untuk sementara, aku akan tinggal di luar.

Tolong, jangan mencariku! Dan jangan menemuiku di tempat tinggal sementaraku! Jika seandainya, Onii-chan tahu di mana aku tinggal untuk sementara.

Jika, Onii-chan melanggar, maka aku tidak akan pernah pulang ke rumah.

Adikmu. Sekaligus, mantanmu.

Ayaka.

Betapa terkejutnya Dava saat tahu Ayaka kabur dari rumah. Tanpa babibu Dava langsung mengambil ponselnya yang tergeletak di tempat tidur. Dia lalu menghidupkan ponsel tersebut, bermaksud untuk menelepon Lili. Alasannya? Karena Dava yakin, Lili pasti tahu keberadaan Ayaka. Akan tetapi, tak lama setelah ponselnya dihidupkan tiba-tiba sebuah panggilan telepon masuk.

Lili-lah yang ternyata menelepon Dava.

Panjang umur, baru aja mau ditelepon, ucap Dava di dalam hati. Dia lalu mengangkat panggilan tersebut.

"Baru aja mau ditelepon." Dava membuka obrolan.

"Dava, ada kabar buruk," jawab Lili, di seberang telepon sana.

"Aku udah tahu, Tante. Sekarang, bisa kasih tahu aku, Ayaka minggat ke mana?" tanya Dava.

"Ayaka ada di salah satu rumah kosong di Kompleks Perumahan Batim," jawab Lili jujur. Jelas Dava tidak akan percaya karena cowok itu tahu betul bahwa Kompleks Perumahan Batim yang ada di Bandung timur itu adalah sebuah kompleks perumahan kosong dan Lili bisa menduga jawaban Dava.

"Jangan bohong, Tante! Mau apa Ayaka ke sana? Selain tempatnya yang lumayan jauh. Juga enggak ada apa-apa di sana, selain perumahan kosong."

"Haaah … makanya, kamu diam dulu! Biar Tante jelaskan," perintah Lili. Dava menurut.

Lili pun mulai menjelaskan.

"Memang benar, Ayaka kabur dari rumah. Akan tetapi, tak lama setelah dia keluar dari gerbang rumah, para penguntit itu menculik lalu membawanya ke Kompleks Perumahan Batim," jelas Lili, membuat Dava terkejut.

Saat itu juga, Dava baru ingat tentang para penguntit yang menguntit dirinya dan juga Ayaka. Di dalam hati, Dava mengutuk dirinya sendiri karena melupakan hal penting tersebut. Gara-gara dia lupa, sekarang Ayaka berada dalam bahaya. Seketika, raut wajah Dava berubah menjadi cemas.

Lili yang melihat itu, merasa bersalah dan tak enak hati. Dia lalu berkata, "Dava, Tante minta maaf. Gara-gara Tante, Ayaka kabur dari rumah. Jika saja, Tante enggak bahas soal perjodohanmu, mungkin hal ini enggak akan terjadi," ucapnya, merasa bersalah.

"Enggak, ini bukan sa—"

"Ini salah Tante." Lili langsung memotong ucapan Dava.

"Sebenarnya, tadi Tante meneleponmu dengan maksud mau mengingatkanmu agar kamu melarang Ayaka pergi keluar rumah sendirian. Sebab, para penguntit itu mengintai rumahmu terus dari kejauhan.

Mereka memasang kamera tersembunyi di seberang jalan. Tepatnya, di pohon mangga milik tetanggamu, agar lebih mudah mengawasi kalian, karena mereka tahu tidak bisa menculik Ayaka saat dia sedang ada di rumah.

Jadi, para penguntit itu memilih untuk menunggu sampai ada kesempatan. Gara-gara Tante yang enggak langsung to the point dan justru mengganti topik obrolan, kesempatan yang mereka tunggu akhirnya tiba. Sekali lagi, maaf." Lili merasa sangat bersalah. Namun, Dava tidak mau menyalahkannya karena merasa dirinya juga bersalah.

Ya, Ayaka memang telah diculik dan karena keadaan saat itu tengah sepi. Jadi, tidak ada orang lain yang melihat kejadian penculikan Ayaka. Kecuali Lili, melalui robot burung miliknya.

"Iya, enggak papa. Ini juga salahku karena udah ceroboh. Sekarang, tolong Tante kasih tahu aku, di rumah yang mana Ayaka berada?"

"Kamu tidak bermaksud untuk menyelamatkan Ayaka sendirian, kan?" tebak Lili. 

"Ini semua terjadi karena kesalahanku. Jadi, aku sendiri yang akan menyelamatkan Ayaka."

"Haaah …." Lili menghela napas panjang, mendengar jawaban Dava. Dia sudah menduga, bahwa keponakannya yang satu itu, pasti akan bertindak nekat. Meski dilarang sekalipun.

"Sebenarnya, Tante tidak mau membiarkanmu ikut berada dalam bahaya. Namun, melarangmu juga tidak akan berguna karena kamu pasti akan tetap pergi. Oleh sebab itu, sebelum pergi menyelamatkan Ayaka, kamu datanglah ke rumah Tante terlebih dulu. Tante punya sesuatu yang bisa membantumu. Sekaligus, Tante mau memberitahumu tentang rencana yang Tante buat, untuk menyelamatkan Ayaka."

Mendengar itu, Dava tersenyum. Senang karena Lili mengerti dirinya. Dava juga senang karena Lili sudah membuat rencana. Dengan begitu, dia tidak perlu bertindak nekat yang bisa membuat dirinya gagal dalam menyelamatkan Ayaka. Ya, jika dalam rencana, Lili memintanya untuk berkorban pasti akan tetap Dava lakukan.

"Iya, aku akan ke rumah Tante," jawab Dava.

"Kalo gitu, Tante tunggu kedatanganmu." Setelah berkata begitu, Lili mengakhiri obrolan mereka berdua dengan memutus panggilan.

Dava lalu menyimpan ponselnya di saku celana. Namun, dia tidak langsung pergi ke garasi untuk menyiapkan kendaraan yang akan digunakannya. Dava terlebih dulu mengambil sesuatu yang disimpan di kolong tempat tidurnya.

Itu adalah sebuah peti kayu sebesar kotak sepatu. Dava lalu membuka peti tersebut yang ternyata isinya adalah sebuah pistol G2 Combat—pistol jenis shot gun, dengan kapasitas sampai lima belas peluru dan berat mencapai nol koma sembilan kilogram, yang adalah pemberian Hendra sebelum kepergiannya ke luar negeri untuk urusan bisnis, pada dua tahun yang lalu dan sampai sekarang masih belum pulang.

Hendra berpesan, Dava baru boleh menggunakan pistol itu dalam keadaan darurat saja.

"Gue enggak nyangka, waktu buat menggunakan lo akhirnya tiba." Dava bermonolog, sambil memperhatikan pistol yang sudah ada di tangan kanannya.

"Gue emang enggak mau bunuh orang. Akan tetapi, jika dengan membunuh bisa menyelamatkan Ayaka, maka gue pasti akan melakukannya."

Setelah berkata demikian, Dava menyimpan pistol tersebut di balik bajunya—di punggung dengan menyelipkannya di celana. Dava lalu pergi ke garasi untuk mengambil motornya. Kendaraan yang paling tepat, untuk digunakan dalam keadaan genting seperti sekarang ini.

Namun, ketika baru mau mengeluarkan motor sport-nya dari garasi tiba-tiba ada yang menelepon. Dava pun mengambil ponsel yang dia simpan di saku celana untuk mengecek siapa yang meneleponnya.

Saat dicek, ternyata itu adalah panggilan video via WhatsApp dan di layar ponsel Dava tertera nama Ayaka. Tanpa menunggu lebih lama, Dava mengangkat panggilan tersebut.

Seketika, Dava mematung ketika melihat wajah seseorang yang tidak ingin dilihatnya lagi di layar ponsel Ayaka. Orang itu tidak lain adalah Ema. Ibu kandung Dava. Seseorang yang paling Dava benci. Pada saat itu juga, memori kelam Dava tiba-tiba bermunculan.

BSC (Brother Sister Complex) (terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang