39. Medicine

1.5K 177 54
                                    

Warning!

Warning!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


¤¤¤

Hujan gerimis turun membasahi Kota Jakarta hari ini. Membuat sebagian orang malas untuk memulai hari mereka.

Pagi masih dingin, begitu pula dengan gaya gravitasi kasur yang membuat siapa saja tergiur untuk kembali ke alam mimpi atau sekedar merebahkan diri. Beruntung hari ini hari libur nasional, jadi kantor dan sekolah diliburkan.

Hatchii!

Choco menoleh, mendapati suaminya yang tengah mengusap-usap indra pembaunya. Tampak sedikit memerah.

Hatchii!

Pria itu kini membuka gorden jendela kamar, membiarkan cahaya masuk. Walaupun mendung, matahari masih sedikit menampakkan sinarnya.

Wanita itu menghampiri Hueningkai, sedikit berjinjit di depannya untuk meraih dahi pria itu. Suhu tubuhnya lebih hangat dari biasanya.

"Astaga! Kamal, badanmu panas!"

"Oh? Benarkah?"

Tersenyum, menempelkan punggung tangannya sendiri ke dahinya. Benar, suhu tubuhnya meningkat. Hidungnya juga tersumbat.

"Kamal, kamu sakit!" panik wanitanya pergi dari kamar lalu kembali dengan segelas teh hangat dan obat paracetamol di nampan yang ia bawa dari dapur.

Memberikannya pada sang suami, "Minumlah, sayang..." Hueningkai mengangguk, menelan obat lalu meminum tehnya. "Thank you, i feel better now, honey..."

"Tetap saja aku khawatir Kamal. Ayo periksa ke dokter!"

Pria yang dipanggilnya Kamal itu hanya terkekeh lalu menarik tangan Choco, mendekapnya dari belakang.
"No, tidak usah, sayang."

"Tapi kamu sakit, Mal... kita harus pergi ke dokter sekarang."

"Sshhhh, don't worry. I'm fine, honey." Hueningkai melepas lengannya dari pinggang Choco, membiarkan wanita itu meletakkan nampan beserta gelas dan obatnya di nakas samping tempat tidur mereka.

Hueningkai lalu kembali menghampirinya, menariknya untuk duduk di pangkuannya. Ya, posisi Choco kini di atas paha suaminya yang duduk memangkunya di tepian ranjang.

Mata mereka bertemu, saling berhadapan dengan jarak sepersekian mili, "Lagipula kenapa aku harus pergi ke dokter jika obatnya saja sudah ada di sini." sambung Pria Jerman itu kemudian sembari tersenyum menatap istrinya.

Pipi Choco memerah, sungguh ia malu jika sudah begini. Dasar gombal! Tersipu, ia tidak lagi berani menatap mata hazel itu. Hanya menunduk di hadapannya. Sementara si pemilik mata hazel masih menatapnya. Senyum tak henti mengembang di wajah tampannya.

Adult | Hueningkai ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang