"Ayah! Aku mau!"
Hueningkai menoleh, lantas memberikan egg tart yang baru saja digigitnya pada seorang gadis kecil berambut pirang. Gadis kecil itu tersenyum, berterimakasih pada Hueningkai.
"Thank you, dad!"
"Okay, yourwelcome princess!" Hueningkai kembali membaca berkas-berkas perusahaannya. Dibenarkannya letak kacamatanya yang seolah bertumpu pada hidung mancungnya.
Sabtu sore, rintik gerimis turun membasahi Kota Jakarta, membuat acara mereka untuk berjalan-jalan keluar sore ini terpaksa dibatalkan. Namun tak mengapa, mereka masih bisa menikmati kebersamaan di rumah.
"Ayah! Aku mau egg tart juga!"
Hueningkai kembali menghentikan aktivitas membaca berkasnya, beralih menatap putri keduanya. "Ah sayang sekali, egg tart-nya habis sayang. Ayah saja tadi makan yang terakhir baru satu gigitan tetapi diminta Aya."
Mara, si tengah, mempoutkan bibirnya sembari menatap sang ayah sebal. Dilipatnya kedua tangan mungil itu di depan dada, "Ayah! Pokoknya aku mau egg tart seperti yang Kak Aya makan! Sekarang!" Diliriknya sang kakak yang melahap habis egg tart dengan isian coklat di dalamnya yang tampak lezat. Sementara Aya— yang dilirik hanya tersenyum memperlihatkan gigi-gigi depannya yang penuh dengan coklat.
"Tapi sudah habis sayangku, tadi yang terakhir. Bagaimana dong?" Pria yang kini telah berusia 27 tahun itu kini ikut-ikutan mempoutkan bibirnya di depan putri tengahnya, berusaha membuat wajah memelas di depannya.
"Ya beli ayah! Ih! Bagaimana sih? Mara mau yang rasa coklat juga seperti yang dimakan Kak Aya!" tukasnya masih terlihat kesal. Hueningkai mengangguk, mengelus puncak kepala gadis kecilnya lalu bangkit mengambil ponsel untuk memesan kue yang biasa kita sebut pie susu itu secara online.
"Thea! Pelan-pelan! Jangan berlari!"
Seru Choco berlari tergopoh-gopoh mengejar si bungsu yang berlarian kesana kemari. Thea memang anak yang sangat aktif. Ia selalu berlarian, berbeda dengan kedua kakaknya yang lebih suka duduk dan rebahan, hahaha.
Thea, gadis kecil itu hanya tertawa riang. Berlari memutari ruang keluarga dimana terdapat ayah dan kedua kakaknya juga di sana. Aya ikut tertawa melihat tingkah adik bungsunya sementara Mara masih cemberut. Ia terus menatap Hueningkai, "Ayah..." rengeknya.
"Iya sayang, tunggu sebentar ya..."
Hueningkai tersenyum, namun di detik kemudian senyumnya memudar dan beralih menatap Mara, "Maaf Mara, egg tart di toko roti langganan kita habis."
Ah, sebenarnya Hueningkai tak tega mengucapkannya.
"Kalau begitu cari toko roti yang lain ayah!"
"Okay okay, wait..."
Sementara itu, Aya yang sudah selesai makan kini mengambil gelas, menekan tombol dispenser, mengambil air minum di sana.
"Yah Mara, kebetulan semua toko roti di sekitar sini tutup."
"Kalau begitu, minta Paman Vernon saja untuk membelikan!" rengeknya lagi.
Hueningkai berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh putri keduanya, memegang kedua bahu kecilnya, "Sayang, ayah tak mau mengganggu Vernon. Dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahannya." tersenyum, menatap mata Mara yang kini tampak berkaca-kaca.
"Ayah! Harusnya tadi ayah membagi dua kuenya! Ayah tahu 'kan aku suka egg tart juga? Hiks."
Mara mulai menangis. Ya, putri keduanya itu memang yang paling sensitif di antara Aya dan Thea. "Maafkan ayah ya? Lain kali pasti ayah akan membaginya padamu juga." mengelus pucuk kepala Mara dan memeluknya. Mara mulai menangis, membuat Choco dan Thea yang sedang kejar-kejaran berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adult | Hueningkai ✔
Fanfiction[BOOK#2] Kelanjutan kisah Hueningkai mengejar cinta pujaan hatinya, Kak Choco, sekembalinya dari Jerman. [Sequel of Bule Ganteng | Hueningkai] [Bahasa Baku] [DIMOHON KEBIJAKANNYA DALAM MEMBACA!] Highest Rank: #1 -kaitxt #1 -beomgyu #7 -hueningka...