40. Honeymoon

2K 194 65
                                    

"Bulan madu?"

"Iya bulan madu, kita akan bulan madu ke Jerman, tepatnya di Berlin, kampung halamanku. Bagaimana?"

"T-tapi—"

"Kenapa? Kamu tidak suka?"

Hueningkai mengalihkan atensinya pada sang istri yang berdiri di samping meja kerjanya. Tersirat di mata wanita itu sedikit kegundahan. "Kalau kamu tidak suka aku bisa mengganti destinasinya, sayang." sambungnya, tersenyum lagi.

"Bukan begitu, Kamal. Aku juga ingin pergi ke kampung halamanmu bertemu keluargamu di sana."

"Aku hanya khawatir, bagaimana dengan pekerjaanku?" Cicitnya pelan, masih menatap sang suami. Hueningkai kembali tersenyum menanggapi kekhawatiran Choco.

"Semua sudah kuatur. Pekerjaanmu, paspor, visa, semuanya sudah beres. Don't worry, my love." Sahut Hueningkai, menarik Choco untuk duduk di pangkuannya. Menghadap ke arah jendela ruang kerjanya yang terbentang cukup luas dengan kaca menghiasi.

Memeluk pinggang wanita itu dari belakang. Mendudukkan sang istri di paha kekarnya. Mereka berdua terdiam cukup lama dengan posisi itu setelahnya. Memandangi langit malam bertabur bintang dengan bulan purnama penuh. Ah, sungguh malam yang cerah.

"Kamu melihatnya?"

"Hmm?"

"Sepertinya harapanmu sudah terwujud, sayang"

Choco menoleh ke samping, dimana terdapat wajah tampan Pria Hueningnya yang sedang menatapnya. Sepasang manik hazel dengan hidung mancung dan belah bibir tipis merah alami, alis yang terukir indah, serta kulit putihnya yang tetap bersinar di tengah temaramnya ruang itu. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?

Ia lantas bertanya pada prianya, "Harapanku?"

"Iya harapanmu untuk bersamaku selamanya di malam itu." Jawabnya membuat Choco mengingat-ingat kembali beberapa tahunnya yang lalu. Oh iya! Ia ingat sekarang, malam dimana ia meninggalkan Hueningkai di taman sendirian saat lelaki itu berpamitan pulang ke Jerman 5 tahun lalu.

"I feel you already remember it now, so why did you leave me that night?"

"I need your clarification, honey..."

Choco tersenyum malu, "Ah kamu masih mengingatnya ya? Sebenarnya malam itu aku tidak kuat menahan tangis dan yah... lebih baik aku pergi saja daripada menangisimu di sana."

Hueningkai menahan tawanya membuat Choco kesal, wanita itu mengerucutkan bibirnya. Bangkit dari paha sang suami yang tadi ia duduki.

"Yak! Don't hold back your laugh!"

"No, i'm not laughing...pffttt..."

Pria bule itu masih menahan tawanya, "Gengsi, hm?"

Tanpa ragu, Choco menjawab iya, lengkap dengan nada kesal dan bibir yang masih mengerucut. Membuat Hueningkai gemas setengah mati.

Wanita itu tak menampik, dirinya memang gengsi dulu untuk bilang sudah betapa jatuhnya ia ke dalam pesona pria berdarah Jerman itu. Apalagi ia masih labil saat itu dan tidak menganggap Hueningkai serius. Yang ia tahu, Hueningkai itu pemuda polos yang sedang puber.

Lucu sekali kalau diingat-ingat.

"Aku bersyukur harapanku jadi kenyataan. Terimakasih telah kembali padaku, Hueningkai."

Prianya tersenyum dan kembali merengkuhnya dari belakang, bersama memandangi langit malam yang begitu indah. Keduanya terdiam cukup lama. Hanya terdengar suara hembusan angin yang perlahan menerpa pasangan suami istri yang telah menikah beberapa bulan itu.

Adult | Hueningkai ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang