34. Yang sebenarnya

3K 191 38
                                    

Dengan gontai Gista berjalan melewati koridor bersama Lili di sampingnya yang tengah bercerita ke mana dia selama liburan sekolah, gadis itu terus menceritakannya kepada Gista. Padahal, sebenarnya Gista tak benar-benar menyimak apa yang diucapkan Lili padanya.

Keduanya berjalan untuk menuju kelasnya yang berada di lantai dua, barusan mereka baru saja mengikuti upacara bendera yang biasa dilaksanakan setiap hari senin. Hari ini juga hari pertama pelaksanaan MOS untuk peserta didik baru kelas 10.

Melihat peserta MOS, Gista jadi mengingat kejadian 2 tahun lalu. Di mana ia berdiri di dekat gerbang sendiri, karena tidak tahu harus ke mana. Dan, saat itu juga Bara datang menghampirinya dan mengajaknya untuk masuk bersama.

Mengingat itu, membuat dadanya sesak rasanya. Apalagi, setelah mengetahui apa yang terjadi semalam. 

Gista menghela napasnya berat, ia masih merasa  ngantuk saat ini. Gista tak bisa tidur setelah pulang dari jalan-jalan bersama Bara. Ia memikirkan apa yang terjadi semalam, rasanya kepala Gista ingin pecah jika terus memikirkan itu.

"Ya, ampun, Gi. Pokoknya, gue pengen banget ke sana lagi. Tempatnya itu bagus banget, nyesel gue dari dulu kalau diajak ke sana nggak pernah mau," ujar Lili yang masih antusias bercerita pada Gista selama perjalanan.

Gista tak tahu apa saja yang diceritakan Lili sejak tadi, yang tertangkap Indra pendengarannya itu. Hanya Garut, sawah, gunung dan talaga bodas. Mungkin, Lili pergi liburan ke sana.

"Nanti kapan-kapan gimana kalau kita ke sana bareng-bareng?" tanya Lili.

"Gigi harus dapat izin dari Bang Genta, kalau mau keluar kota, Li. Dan pastinya bakalan susah dapat izin dari Bang Gentanya," jawab Gista.

"Ah, iya juga, sih."

Setibanya di kelas, mereka duduk di bangkunya masing-masing. Kali ini mereka tidak satu meja, karena Lili ditarik Dino untuk sebangku dengannya. Sedangkan, Gista belum sempat memilih tempat duduk. Karena tadi saat datang ke sekolah, ia langsung ke lapangan. Ia datang tepat bel masuk berbunyi, jadi tidak sempat ke kelas.

Gista mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas barunya, mencari tempat yang kosong. Dan, hanya tinggal ada satu bangku lagi yang kosong.

Ia pun berjalan ke bangku yang tersisa satu itu, lalu duduk di bangku itu.

"Gigi duduk di sini, ya, Jon. Nggak apa-apa, kan, satu bangku sama, Gigi?" tanya Gista pada teman satu bangkunya itu.

Jono mendongkakkan kepalanya saat mendengar suara Gista di sebelahnya, mem-pause game di ponselnya. Ia pun menoleh ke arah Gista.

"Lah, lo nggak sebangku sama Lili emangnya?" tanya balik Jono.

"Lili sama Dino, nggak ada bangku kosong lagi selain ini," ucap Gista.

"Kalau lo duduk di sini, terus nanti si Bara duduk di mana?" tanya lagi Jono yang membuat Gista terdiam dan bingung.

Kenapa Jono bertanya seperti itu? Apa Jono tidak tahu jika Bara sudah pindah dari sekolah itu?

Melihat Gista yang diam saja, membuat Jono merasa bersalah karena menyebut nama Bara. Ia tahu Gista pasti masih sakit hati karena putus dengan Bara.

"Lo boleh, kok, duduk di sini. Nggak apa-apa, kok, Gi," ucap Jono. Lagian gue nggak tau, kenapa si Bara belum datang juga sampai jam segini. Masa dia bolos lagi di hari pertama masuk sekolah? Mana dua minggu ini kagak ada kabar, lagi! batin Jono bingung.

"Makasih, Jon." Jono menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Tak lama kemudian seorang guru perempuan masuk ke dalam kelas 12 IPA-3 dengan senyumannya yang merekah di wajahnya.

Sinyal 2G Gista ✓ [Belum Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang