"Parah lo, Gi. Benar-benar parah" ucap Bara dengan tawanya yang belum berhenti juga sedari tadi.
Kejadian tadi berhasil membuat Bara ikut melongo, kesal, tapi juga tidak bisa untuk tidak tertawa.
Sungguh ... Bara tidak percaya jika Gista benar-benar polos sepolos-polos ini. Ia kira Gista tahu caranya mencuci beras seperti apa, toh, itu pekerjaan yang gampang dilakukan bukan. Apalagi, oleh seorang perempuan. Mungkin, sudah tidak aneh lagi.
Tapi, pengecualian untuk Gista yang mempunyai cara sendiri saat mencuci beras.
Gista merasa sedih, malu dan kesal rasanya saat ini. Ia sedih, karena gara-garanya semua teman-temannya makan tidak pakek nasi, lalu ia malu karena ketidaktahuannya cara mencuci beras yang benar, semua teman-temannya jadi meledeknya sampai tertawa terpingkal-pingkal. Kemudian, ia kesal karena Bara juga ikut menertawakannya, lebih parahnya Bara masih menertawakannya sampai saat ini.
"Udah, ih, jangan ngetawain Gigi terus. Nggak tau apa kalau Gigi ini malu," gerutu Gista dengan wajah cemberutnya.
Sekarang keduanya berada di halaman depan rumah Gista, hanya berdua saja. Sedangkan, yang lainnya sudah pulang setelah acara makan-makannya selesai. Lagi pula, ini sudah sore. Mereka cukup lama berkumpul di rumah Gista. Hari minggu kali ini diisi dengan berbagai macam rasa, seperti permen nano-nano.
"Abisnya lo ada-ada aja, sih, cuci beras pakek mesin cuci. Dikasih detergen lagi," ledek Bara masih senang dengan tawanya yang belum reda itu.
"Gigi nggak tau, Bara. Gigi nggak pernah cuci beras, nggak pernah lihat orang cuci beras juga," jujur Gista dan memang itu kenyataannya.
"Masa, sih? Terus lo makan pakek apa, kalau cuci beras aja lo nggak bisa? Nggak mungkin, kan, lo langsung menanak berasnya tanpa dicuci lebih dulu," ujar Bara bingung juga, padahal itu hal kecil menurutnya.
"Semuanya selalu disiapin Bang Gege, dari cuci beras, masak nasi, masak makanan. Semuanya Bang Gege yang kerjain. Gigi nggak pernah sibuk ngerjain kayak gitu," ucap Gista, jangankan untuk memasak, menyalakan kompor saja ia tidak tahu bagaimana.
"Terus, kalau abang lo lagi di rumah sakit. Dan, di rumah nggak ada makanan. Lo gimana?" tanya Bara.
"Ada go-food, atau nggak Gigi pergi ke warteg."
Bara menghela napasnya, ia tak bisa menyalahkan Gista begitu saja karena tak bisa memasak ataupun mencuci beras dengan benar. Mungkin, dari kecil Gista belum pernah diajarkan memasak oleh ibunya. Dan, ketika beranjak remaja ibunya meninggal yang mengharuskan Gista tinggal bersama abangnya. Itu pun, Gista sering ditinggal sendiri di rumah karena Genta harus kerja.
"Gigi merasa bersalah sama semuanya, apalagi sama vu Anggika yang sampe pingsan sangking takjubnya melihat cara Gigi nyuci beras," ujar Gista yang membuat Bara tersenyum.
Bukan tersenyum karena melihat wajah bersalah Gista, tapi pada ucapan Gista yang terasa lucu baginya. 'Sangking takjubnya melihat cara Gigi nyuci beras', kalimat itu yang membuat Bara tersenyum.
"Yaudah, sih. Lagi pula mereka udah maafin, lo. Mereka juga nggak marah sama lo, mereka maklumin setiap kepolosan lo. Ya ... Walaupun bikin kesel juga," balas Bara yang membuat Gista semakin cemberut.
"Tapi, mereka juga ngetawain Gigi setelah itu. Mana ledekin Gigi lagi, Gigi, kan, malu."
"Ya, karena cara lo yang anti mainstream itu, yang bikin kita semua ketawa."
"Tega banget kalian semua bikin Gigi malu, ini mah malunya sampai Gigi Alumni." Bara kembali tertawa mendengar ucapan Gista.
"Kalau udah lulus sekolah, terus reunian. Yang ada dipikiran mereka cuma satu tentang lo, Gi. Kejadian gagalnya makan nasi karena beras dicuci pakai mesin cuci dan detergen," ucap Bara dan tawanya semakin pecah, ia sangat-sangat terhibur sekali hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sinyal 2G Gista ✓ [Belum Revisi]
Teen FictionGista Rajani Alveera, namanya. Cewek polos yang nggak pernah pacaran karena takut dicium trus hamil. Cewek yang suka manggut-manggut nggak ngerti kalau di suruh ini-itu, tetapi tetap dilakuin. Cewek yang selalu kepo dengan apa yang diucapkan orang y...