Khawatir

2.5K 108 10
                                    


Hope you like it...



***





Keesokan harinya, seperti permintaan Lalora kemarin, Regan sudah tiba di depan gerbang rumah Lalora pukul 05.15 WIB tepat. Bahkan lebih cepat 5 menit dari waktu yang ditentukan Lalora.

Namun sepertinya, tak dilihatnya tanda - tanda kehidupan dari rumah kayu yang nampak asri itu. Regan terus melihat arlojinya berkali - kali. Mengetuk - ngetuk kecil kemudi, kemudian melihat arlojinya kembali. Menatap sekeliling, melolongkan kepala keluar jendela mobil untuk melihat tanda - tanda keluarnya Lalora, namun nihil. Dia mendecak.

"Kemana sih si Beo! Nyuruh dateng pagi buta dianya kaga muncul - muncul."

Berkali - kali sudah Regan menghubungi Lalora. Namun si pemilik nomer tersebut sama sekali tak menyentuh ponselnya.

Regan semakin kesal dibuatnya.

"Bodo amat gue tinggal." gumamnya kemudian.

Baru saja Regan akan menekan pedal gas mobilnya namun urung, ketika melihat seseorang keluar dari dalam rumah itu.

Wanita paruh baya. Membawa sebuah sapu lantai. Mengibas - ibaskan sapu itu di keramik terasnya, namun gerakannya terhenti kala melihat mobil terparkir di depan gerbang rumahnya.

Minarni melambai sembari tersenyum. Regan yang merasa Minarni melambai ke arahnya pun tersenyum seraya mengangguk kecil.

Buru - buru Minarni menuju gerbang. Menghampiri Regan dengan sedikit tergesa.

"Halo, mau cari siapa?" tanya Minarni lembut.

"Ah, anu, Bu, saya cari, Lalora," jawab Regan kikuk.

"Oh, temannya Lalora ya? Mari sini masuk, Laloranya masih tidur," ujar Minarni.

Regan menggertakkan rahangnya kesal. Ia seperti tengah dipermainkan oleh Lalora, lagi dan lagi.

Buru - buru ia kembali mengembangkan senyumnya kemudian keluar dari mobil menuruti ajakan Minarni.

Minarni tersenyum, kemudian menggandeng lengan Regan untuk menuju teras rumah.

"Harusnya kamu kalau mau jemput Lalora itu setengah 7. Jam segini paling dia masih jalan - jalan ke Eropa,"

"Hah? Ngapain Bu?" tanya Regan yang gagal paham.

"Ya jalan - jalan sesuai mimpinya gitu lho,"

"Oh, iya haha..." Regan tertawa garing.  Hanya untuk menghargai candaan Ibu tua di sampingnya ini.

"Nama kamu siapa nak?"

"Regan Bu."

"Panggil Nenek aja, jangan Bu,"

Regan tersenyum canggung, "i-iya Nek."

"Nenek panggilkan Lalora dulu ya, mau masuk apa di teras saja?"

"Disini saja Nek."

Minarni mengangguk, "sebentar ya" kemudian berlalu meninggalkan Regan sendirian di teras rumah.

Pintu kamar Lalora tidak terkunci. Jadi memudahkan Minarni untuk masuk. Dilihat cucu kesayangannya itu masih bergulat dengan guling dan terlilit selimut. Nampak nyaman sekali walaupun jika dilihat, rupa Lalora saat ini bukan rupa seseorang yang tengah damai dalam tidurnya. Lihat saja rambut yang berantakan itu. Guling jatuh di lantai. Kaki bertumpu pada dinding, dan posisi telentang yang amat, boros memenuhi seluruh ranjangnya. Benar - benar bukan posisi tidur idaman.

REGAN [Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang