Hujan

1.6K 100 22
                                    


Hope you like it...





***






Tak ada yang bersuara.

Selain deru mesin mobil yang terdengar dalam pelukan derasnya hujan. Keheningan menyelimuti mereka bertiga. Regan menyetir, Lavran duduk dijok depan, sedangkan Lalora di belakang. Memeluk dirinya yang kedinginan.

Bahkan Lavran yang notabene cerewet kini diam seribu bahasa. Merasa bahwa saat ini bukan waktu yang pas untuk melontarkan gurauan tidak bermutunya.

Regan menatap lurus jalanan tanpa memerdulikan sekitar. Hatinya berkecamuk menandakan dirinya tengah kesal. Sesekali rahang tegas itu terlihat berkedut seiring ia menahan emosi yang tak dapat teruraikan dengan perkataan.

Sementara Lalora, duduk meringkuk berusaha membuat hangat dirinya. Ia membenci hujan sungguh. Ia membenci dingin. Mengingat Ardi yang membuatnya terjebak dalam naungan air hujan, membuatnya sedikit hilang respect dengannya.

Sebenarnya tidak sepenuhnya ia menyalahkan Ardi. Toh Ardi memang benar - benar tidak tahu jika hujan akan turun. Dan juga, Ardi tidak tahu jika dia tak menyukai hujan.

Mobil hitam mulus itu berhenti sempurna di depan pagar setinggi 1,5 meter. Lalora menegakkan punggung. Bersiap keluar dari mobil itu dan mengucapkan terima kasih kepada dua pria dihadapannya.

"Bawa payungnya." tukas Regan dingin.

Lalora hanya mengangguk tanpa bersuara. Ia mengambil payung lipat disampingnya, membuka pintu mobil dan mengembangkan payung itu.

Tanpa menoleh atau menurunkan kaca mobil, Regan segera melajukan mobilnya. Lalora memerhatikan kepergian mobil itu hingga lenyap tak terlihat. Menghela nafas panjang, kemudian ia berbalik untuk segera masuk ke dalam rumah.

***

"Lo kenapa sih? Kayak ibu hamil gagal nyidam aja manyun terus lo!" tegur Lavran saat ia sudah mulai tidak nyaman dengan sikap sahabatnya.

Regan hanya diam dan terus berjalan menaiki tangga rumahnya. Membuka pintu kamar kemudian menutupnya tanpa mempersilakan Lavran untuk masuk. Ia membanting tubuhnya ke ranjang. Memejamkan mata melepaskan penat.

Ceklek!! Hingga kemudian pintu kamarnya dibuka oleh pria kurang ajar itu.

"Yang nyuruh lo masuk siapa?" tanya Regan tak suka namun masih dengan mata memejam.

"Profesor Lavran Rayyand bin Suseno." jawabnya penuh kebanggaan.

"Mati aja lo." balas Regan malas.

"Nanti kalo gue mati, siapa yang ngehibur lo?"

"Banyak."

"Coba sebutin satu - satu,"

Regan mendecak, "lo kalo mau hidup lebih lama mendingan nggak usah ngoceh mulu deh Yan!"

"Y" balas Lavran acuh.

Lavran turut merebahkan diri, namun bukan satu ranjang bersama Regan, melainkan dilantai beralaskan karpet putih. Ia cukup tahu diri untuk tidak tidur seranjang bersama singa yang tengah dalam mode buas itu. Bisa - bisa, rusuknya patah akibat tendangan Regan yang berusaha mengusirnya dari ranjang.

REGAN [Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang