Penelitian

2.6K 112 3
                                    


Hope you like it...





***






"Beo"

Lalora urung membuka pintu mobil katika suara bariton itu menyebut julukannya. Julukan yang diperuntukkan untuk dirinya. Lalora menoleh, melihat raut wajah si pemanggil. Menanti kata selanjutnya.

Regan diam. Menatap Lalora yang juga menatap dirinya. Entah mengapa lidahnya kelu tiba - tiba. Kata yang seharusnya sudah diujung lidah dan siap dilontarkan mengapa kini seakan kembali terkunci rapat dipita suara? Regan mengerjapkan matanya berkali - kali kemudian bersuara, "gak jadi."

Mendengar itu Lalora mendengus. Merasa penantiannya sia - sia. Ia segera membuka pintu mobil, mengucapkan terima kasih dan melangkahkan kaki ke dalam rumah.

Regan merutuki dirinya. Bodoh! Harusnya ia mengatakan sesuatu kepada Lalora. Kenapa sulit sekali untuk bersuara? Seharusnya mudah saja bukan, jika hanya untuk mengajak Lalora pergi menghabiskan malam? Astaga, tunggu. Apa - apaan ini. Darimana Regan memiliki pemikiran untuk mengajak Lalora menghabiskan waktu bersama? Astaga tolong sadarkan dirinya. Dia tidak menyukai Lalora bukan? Tidak, dia suka wanita high class bukan gadis pecinta jaket rajut murahan. Regan menggaruk kepalanya kasar kemudian melajukan mobil menuju tempat dimana ia bisa membaringkan punggungnya dengan manja.

Brukk!! Regan menghantamkan punggungnya kasar ke ranjang empuk kamarnya. Merenggangkan otot - ototnya yang menegang, berguling kesana kemari mencari posisi yang nyaman. Ketika sudah menemukan yang pas, ia tersenyum dan bersiap untuk memejamkan mata tanpa menghiraukan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Kemudian, pengganggu datang.

Drrt...drrt... Drrtt... Drrrt....drrtt...

Ponsel Regan berdering. Yang mana berhasil menunda acara tidur siangnya kali ini. Ia mengambil ponselnya malas, semakin malas lagi ketika melihat nama si penelepon yang tertera dilayar ponsen Regan.

Lavran is calling...

Dengan mendecak, ia mengklik tombol answer.

"Haloo Gan! Gue ke rumah lo yak?!"

"Ngapain?" balas Regan malas.

"Makan lah! Para saudagar kaya Suseno sedang berlibur ini, lhah gue kagak diajak, jingan emang punya keluarga,"

Regan terkekeh, "gak makan diluar aja lo?"

"Maunya gitu, tapi males ah gue jomblo. Diketawain nanti yang ada, cakep - cakep jomblo, kan galucu."

"Yaudah buruan"

"Meluncurr bosskuuhhh..."

Panggilan terputus. Regan melempar ponselnya asal kemudian kembali membaringkan tubuh diranjang. Sebenarnya ia sangat malas untuk menerima Lavran bertandang ke rumahnya. Secara, ia sangat mengantuk dan butuh tidur siang saat ini. Namun ia memiliki sebuah ide lain. Akan menguntungkan baginya jika Lavran datang tanpa ia suruh.

Tak lama kemudian, suara gaduh pun terdengar. Regan berani bertaruh jika Lavran sudah menapakkan kaki di rumahnya. Laki - laki sok akrab itu memang bisa menjadikan rumah Regan yang seperti rumah hantu berubah menjadi pasar malam. Ramai.

Ceklek!! "Assalamualaikum Akhi..."

Regan hanya berdeham sembari memejamkan matanya.

"Dijawab kek, dosa lo ada salam gak lo jawab," peringatnya seraya ikut membaringkan tubuh diranjang.

"Waalaikumsalam."

"Pinternya anak Abi,"

"Abi pale lo!"

REGAN [Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang