11. selamat hari lahir, ayah

1.2K 236 28
                                    

Jika bahagianya bukan aku.

"Kalau memang begitu, lepaskan. Setidaknya melupakan lebih mudah daripada bertahan."

"Kenapa? Kenapa harus tidak terima kalau itu kenyataan-nya? Dengan fakta itu Tuhan memberitau kita, kalau ternyata kita tidak cocok untuk berjalan bersama, benar?"

— L A N G I T B I R U —

Akhir pekan. Biasanya aku memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan pria bernama Langit yang selalu mengisi hariku, tapi hari ini tidak. Bercerita banyak hal dengan Mas Bulan tadi malam membuatku kembali banyak berpikir tentang menghargai perasaan orang termasuk Langit.

"Orang jahat saja punya alasan kenapa mereka berbuat jahat, apalagi Langit?"

Benar kata Mas Bulan, orang jahat selalu memiliki alasan kenapa mereka berbuat jahat. Tidak ada perlakuan yang tidak memiliki alasan. Walaupun alasan itu sendiri hanya untuk kesenangan pribadi, tapi tetap saja itu namanya alasan.

"Saluna."

Aku tersenyum saat mendapati Raina dengan satu buku di tangan-nya. Gadis itu menyodorkan buku bersampul kuning muda ke arahku yang baru saja duduk di hadapan-nya.

"Buku milik-ku sudah terbit, aku bawa ini buat kamu." Matanya berbinar indah, bola mata cokelat itu terlihat semakin terang dan ikut tersenyum. Raina pasti senang sekali, mengingat fakta kalau ia ingin sekali menjadi penulis cerita fiksi dengan latar Kota Bandung.

Aku ikut tersenyum, benar-benar bangga kepada gadis yang sebenarnya satu tahun lebih muda dari umurku. Raina itu gadis yang sangat pekerja keras menurutku, dia akan melakukan yang terbaik dari yang paling baik. Usahanya membuahkan hasil, aku bangga.

"Wah! Kamu harus ajak aku makan Bakso di dekat kampus nih." Tanganku membuka lembar demi lembar halaman tanpa membaca setiap katanya, karena aku berniat membacanya malam nanti.

Jujur, aku dan Raina tidak cukup dekat kalau dibilang dengan kata sahabat. Tapi kami datang untuk saling menguatkan satu sama lain ketika di antara kami memiliki masalah.

"Aku ke sini emang untuk ajak kamu makan siang bareng yang terakhir kalinya di Tahun ini." katanya yang tiba-tiba mengubah ekspresi wajah menjadi agak murung.

"Terakhir?"

Ia mengangguk, "semester yang akan datang aku udah harus mulai semuanya di Canada. Maaf ya, Luna. Aku nggak bisa jadi pendengarmu secara langsung lagi. Aku nggak bisa memarahi Kak Langit lagi kalau dia menyakitimu."

Senyumku berubah jadi getir, buku novel milik Raina pun hampir jatuh kalau aku tidak buru-buru meletakkan-nya di atas meja. Tubuhku memang selalu berlebihan akan merespon sesuatu yang begitu mengejutkan.

"Kita...masih punya dua minggu untuk saling bertukar cerita, Rain." kataku meyakinkan Raina dan diriku sendiri. Walau kita tidak sedekat itu tapi aku hanya memiliki Raina sebagai teman bertukar cerita selain Mas Bulan.

"Minggu ini siswa kedokteran akan disibuk-kan dengan tugas akhir dan beberapa praktek. Lalu minggu depan kamu yang akan sibuk dengan tugas akhir. Kita nggak pun—"

"Ayo makan bakso, kamu tunggu di sini ya. Aku mau ganti baju." kataku sambil berusaha berdiri dan berjalan masuk ke dalam kamar.

Langit Biru, KDY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang