prolog: bagaimana cara tuhan mempertemukan

8.6K 943 81
                                    

"Bertemu Langit? Oh, Hahaha. Jadi dulu itu Langit teman mas Bulan, sering main ke rumah. Tapi setelah mas Bulan berangkat ke Belgia, Langit sudah tidak pernah lagi main ke rumah."


"Cara tuhan mempertemukan saya dan Saluna? Itu takdir, jadi tidak ada caranya."

— L A N G I T B I R U —
Tentang Langit dan Kalimatnya.

"Mas, yakin mau berangkat ke Belgia besok? Luna sama siapa?""Luna kan ada ibu dan ayah, nak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mas, yakin mau berangkat ke Belgia besok? Luna sama siapa?"
"Luna kan ada ibu dan ayah, nak."

Aku sudah berumur dua puluh satu tahun, tapi aku juga terbilang cukup manja oleh keluargaku— terlebih pada kakak laki-lakiku, Mas Bulan namanya. "Ayah dan Ibu sering pergi, Luna tetap saja sendiri."

"Luna bisa panggil kak Bintang untuk menemani Luna di rumah kalau mau." Ucap gadis yang duduk di samping Mas Bulan.

Dia Bintang, tiga tahun lebih tua dari umurku. Gadis cantik dengan lesung pipi di sebelah kiri, rambut ikal berwarna cokelat dan bola mata berwarna hitam pekat— ah, kak Bintang cantik sekali.

"Lo aja sibuk sama tugas terus, gimana mau menemani Luna?" Pria di sebelah ayah mengeluarkan suaranya, Langit.

Kami memang sedang menikmati makan malam terakhir bersama Mas Bulan sebelum ia pergi ke Belgia untuk melanjutkan study. Ibu sengaja mengundang teman Mas Bulan (Langit dan Bintang) untuk menikmati malam terakhir Mas Bulan di Indonesia tahun ini.

"Benar." Mas Bulan tampak setuju dengan kalimat pria di hadapan-nya. "Tang, emang tugas lo sebanyak itu ya?"

"Sebenarnya tugas gue pribadi sih gak banyak."
"Terus?"
"Tugas Dosen gue yang banyak, semua diserahin ke gue gitu aja."
"Ngerti deh yang asdos."

"Sudah, dimakan dulu itu ayamnya keburu hidup lagi." Potong Ibu yang memberhentikan percakapan antara Langit dan kak Bintang.

"Ayam sudah dimasak masa bisa hidup lagi, bagaimana ceritanya, bu?"
"Tanya Saluna coba."

Aku tersedak ayam yang baru saja aku masuk-kan ke dalam mulut, ibu ada-ada saja. Dengan cepat Langit mengambilkan air putih untuk-ku. "Terimakasih, kak."
"Tidak perlu pakai kak, saya dan kamu satu angkatan."
"Serius?"
"Kamu mau saya seriusin?"

Langit, kamu ingat percakapan itu? Kalau tidak salah itu terjadi di pertemuan ke tiga kami namun baru pertama kalinya kami berbicara satu sama lain.

Malam itu hujan, namun terasa hangat. Malam itu juga, tiga orang meletak-kan sebuah rasa. Aku, kamu dan kak Bintang.

— L A N G I T B I R U —

Langit Biru, KDY.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang