tentang janji.
"Bagiku, kalau sudah janji mau bagaimanapun keadaan-nya harus ditepati. Kecuali ada sesuatu yang lebih penting dan mendadak."
"Janji? Kata Luna saya tidak boleh menjanjikan apapun termasuk harapan pada seseorang."
- L A N G I T B I R U -
Aku dan Mas Bulan baru saja sampai di halaman rumah. Sebelumnya kami mengambil kue pesanan Mas Bulan dulu ke tokonya, setelah itu baru pulang untuk memberi kejutan untuk Ibu yang katanya sedang tidur.Kami meletak-kan kado masing-masing di ruang tamu, lalu Mas Bulan mengambil korek di atas meja makan dan menyalakan lilin di atas kue. Setelahnya kami berjalan ke arah kamar Ibu dan Ayah yang berada di lantai dua. Tangan Mas Bulan sudah meraih knop pintunya, namun tidak jadi diputar oleh pria itu saat mendengar bentakan dari dalam kamar Ibu.
"AKU UDAH PERNAH BILANG, JANGAN PERNAH TEMUI SANDRA! JANGAN PERNAH JUGA GANGGU SANDRA!" Aku mendengar jelas bentakan itu yang aku tau betul suara siapa.
Senyumku luntur saat itu juga.
"MAS! KALAU KAMU TIDAK MEMILIKI HUBUNGAN DENGAN DIA, MANA MUNGKIN KAMU SEMARAH INI!" jawab Ibu yang kembali membentak namun dengan isak tangisnya.
"KAMU BENAR, RIKE! SAYA PUNYA HUBUNGAN DENGAN SANDRA. MAKA DARI ITU KAMI AKAN SEGERA CERAI!" kata Ayah.
Sumpah demi apapun, tangan, kaki dan seluruh tubuhku gemetar. Air mata sialan yang dari tadi aku tahan akhirnya lolos juga. Mas Bulan memejamkan matanya menahan amarah. Kami masih berdiri di sini karena kami sama-sama masih ingin tau apa yang akan terjadi.
"Mas, bagaimana dengan anak-anak..."
"TERSERAH MEREKA INGIN IKUT DENGANKU ATAU DENGANMU NANTI!"Kue pesanan Mas Bulan untuk Ibu yang berada di tanganku kini sudah jatuh di depan kaki. Mas Bulan memerhatikanku dengan tatapan hangatnya. Hari ini sepertinya semesta marah kepadaku.
Seperti di sebuah cerita kebanyakan, aku lari ke luar rumah entah mau ke mana yang jelas tidak di sini. Rumah bukan lagi surga bagiku. Jadi ini adalah kejutan besar dari Ayah untuk Ibu di hari ulang tahun-nya?
Takdir sedang bermain-main padaku hari ini. Semesta, sudahi. Tolong...
Aku duduk di halte dekat rumahku dengan mata yang masih mengeluarkan air mata. Aku bingung saat ini. Aku masih benar-benar keliru dengan rasa dan pikiranku. Aku pikir Ibu baik-baik saja selama Ayah ada di rumah. Ternyata aku salah, Ibu malah semakin tertekan dengan adanya Pria yang pernah ada di hatinya itu.
Aku lelah untuk menangis di hari ini. Hatiku hancur dan berantakan, aku jelas-jelas tidak tau bagaimana caranya membenahi hatiku sendiri. Ini sakit, terlebih mendengar bahwa Ayah dan Ibu akan segera berpisah. Perpisahan bukan hal yang gampang untuk-ku pribadi.
Aku tau, setiap pertemuan memiliki tujuan untuk perpisahan. Entah berpisah karena orang lain ataupun karena takdir dari Tuhan.
Tidak lama setelah aku diam di halte, Langitpun seolah tau apa yang aku rasakan. Ia mengeluarkan air matanya yang biasa kami sebut dengan hujan. Dari dulu aku tidak pernah menyukai hujan karena menyebabkan penyakit. Tapi hari ini aku menyukainya, karena aku merasa ada teman di kesendirianku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Biru, KDY.
FanfictionNCT DOYOUNG SEMESTA Langit, kalau aku mencintaimu itu artinya aku sudah paham konsekuensi tentang rasamu kepadaku. Aku juga sudah siap patah untuk yang pertama kalinya. written by: buminyakala. start: 8 September 2019. end: -