Keadaan Bandung.
"Bandung baik-baik saja. Tapi, gadis yang sedang berbicara dengan-nya tidak akan pernah merasa baik-baik saja."
"Bandung baik, Saluna yang tidak."
- L A N G I T B I R U -
Tepat dua minggu. Tidak lebih, tidak juga kurang. Langit menepati janjinya. Setelah selesai urusan-nya dengan Jakarta, hari ini dia kembali. Ke sini. Tempat di mana kami saling menemukan. Rumahnya.
"Saluna," Langit menggenggam erat jemariku. Tatapan matanya tidak mau lepas dari netraku. "Bagaimana keadaan Bandung?"
Aku terkekeh, "seperti apa yang kamu lihat. Bandung tidak pernah berubah, Langit. Sekalipun ia banyak menyimpan cerita. Tentang aku, kamu, dan banyak orang."
Demi apapun, aku merindukan-nya. Benar kata eyang waktu itu, sebagian orang bisa gila karena rasa rindu. Dan ya, aku merasakan-nya, walaupun tidak sampai gila. Tidak, jangan sampai.
"Saya dan kamu jangan dipisah, mari satukan dengan kata kita." katanya. Ia merengkuh tubuhku.
Malam ini ia membawaku ke taman. Tiduran di atas tikar yang kami sewa di depan mini market. Melihat indahnya langit malam dengan taburan Bintang di tubuhnya. Memang begini. Aku tidak pernah meminta kencan yang aneh-aneh. Maksudku, seperti pergi ke mall atau cafe. Karena buatku, itu tidak memiliki cerita.
"Bagaimana Jakarta, Lang?"
Sesekali ia mengecup puncak kepalaku. Lalu kembali ditepuk-tepuk dengan lembut. Matanya tidak pernah berpaling dari pemandangan yang disuguhkan oleh semesta.
"Baik." katanya singkat. Kemudian ia berdeham, "Jakarta mengajarkanku banyak hal."
Aku mengerinyit kebingungan. Jakarta mengajarkan-nya banyak hal? Tentang apa?
Baik. Tidak mau penasaran, jadi aku langsung bertanya.
"Banyak hal?" Aku menengadahkan wajah. Mataku tepat di bawah rahang tegasnya. Langitku sangat menarik kalau dilihat dari banyak sisi.
Dia menunduk, mengatur tangan-nya yang menjadi bantalan kepalaku. "Tentang apapun."
Tawanya mengundang banyak mata di sekitar kami yang juga sedang menikmati indahnya langit Bandung di malam hari. Matanya kini kembali menatap pemandangan yang disuguhkan semesta. Tangan kirinya yang bebas bergerak menerawang tanpa arah di udara.
"Jakarta menyiksa. Tapi saya mendapat banyak pelajaran darinya." lanjut pria di sampingku.
Langit baru saja sampai di Jakarta pukul tujuh malam ini. Ia langsung pergi menjemputku tanpa menghilangkan lelah dulu di rumahnya. Hari ini ia memakai jas semi formal yang sudah ditinggal di dalam mobil, jadi hanya tersisa kemeja putihnya saja.
"Kamu mau tau pelajaran apa yang saya dapat?"
Aku mengangguk tanpa menoleh. Tidak berniat membalas karena yang kuingin dengar hanya suara yang tidak selamanya bisa kudengar itu.
"Pelajaran tentang bagaimana rasanya menahan rindu untuk Saluna." lanjut pria itu.
Angin malam semakin berhembus kencang. Tapi itu tidak membuat kita memiliki niat untuk segera kembali ke rumah. Lagian, untuk apa pulang kalau sudah ada satu sama lain?
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Biru, KDY.
Fiksi PenggemarNCT DOYOUNG SEMESTA Langit, kalau aku mencintaimu itu artinya aku sudah paham konsekuensi tentang rasamu kepadaku. Aku juga sudah siap patah untuk yang pertama kalinya. written by: buminyakala. start: 8 September 2019. end: -