10. BOLOS 1

1.1K 92 2
                                    

Edelweis Lamera



Edelweis terus memaksa ikut ke rumah sakit dengan alasan khawatir, sampai akhirnya tante Jesi mengijinkan.

saking paniknya, ketika pergi tadi Edelweis sampai tidak sempat buat cuci muka ataupun ganti baju, bahkan untuk memoles wajahnya atau sekedar pake parfum saja ia enggan.

Yang ada dipikirannya sekarang hanya tentang Sabiru.

Sabiru demam?

Flu?

Duh jangan-jangan sakitnya parah lagi, ah! Stop berspekulasi yang ngga-ngga Edelweis!!

Biarpun Edelweis masih ileran atau apa yang terpenting ia bisa tau kondisi cowo itu yang terbaru.

Di sepanjang perjalanan Edelweis terus melirik ke arah Biru yang berkali-kali terdengar menggumam tak jelas.

Sekarang dia baru tahu kelemahan Biru dibalik kemampuan otaknya yang super jenius itu.

Dia lemah sama air hujan.

Lo ngga boleh nistain dia Edel! Kan Biru hujan-hujanan juga gara-gara lo anjir. Maki Edelweis dalam hati.

Sampai di rumah sakit, dokter langsung bergegas memeriksa Biru sedangkan Edelweis, tante Jesi sama om Bram nunggu di luar.

"Tante maafin Edelweis, ya, gara-gara aku kemarin Biru jadi sakit" ujar Edelweis merasa bersalah.

Tante Jesi lantas menepuk bahu Edelweis menenangkan.

"Ngga papa sayang kita doain Sabiru baik-baik aja, ya?"

Edelweis lalu mengangguk, ia sama sekali tak berani membalas pelukan tante Jesi, soalnya dia sadar diri karena belum mandi dan pastinya masih bau.

Setelah diperiksa Biru pun diperbolehkan untuk pulang, hanya saja untuk sementara waktu ia harus beristirahat dulu dirumah.

Tapi anehnya, kondisi Biru sepulang dari rumah sakit benar-benar berbanding terbalik saat ia dibawa pergi pagi tadi. Bukan cuma fisiknya bahkan mulutnya kini sudah bisa mendebat mamanya sendiri.

Apa semujarab itu suntikan dari dokter?

"Kamu ini ngga usah ngeyel dibilangin orang tua, udah ada surat dokter pasti gurumu percaya kamu sakit beneran" sejak pulang dari rumah sakit tante Jesi tak berhenti mengomel karena Biru terus bersikeras untuk berangkat sekolah.

"Bener kata tante Jesi, lo istirahat dulu aja dirumah. Lagian nih lo liat, gue aja yang ngga sakit dan mau bolos tetep b aja" sambung Edelweis.

"Kamu serius ngga berangkat?" Tante Jesi menatap Edelweis penuh tanda tanya.

"Iya serius, tante, Edelweis mau nemenin Biru aja di rumah"

"Kalo gitu sini lo gantiin gue sakit, soalnya gue mau sekolah" ujar Sabiru ngotot.

"Gue itu mau nemenin lo, kok lo malah nyuruh gue sakit, sih?!"

"Tapi gue pengennya sekolah dodol bukan berduaan sama singa betina kaya lo"

"Udah-udah kalo gitu ceritanya kalian berdua justru ngga mama ijinin keluar kamar sampe sore" final Jesi yang langsung menutup pintu kamar Biru dan menguncinya.

Iya ngunciin Biru sama Edelweis dalam satu kamar. Duh emangnya tante Jesi ngga takut rumah ini bakal roboh?

"Tante jesi! Kok Edelweiss ikutan dikunciin, sih?" Edelweis tampak memukul-mukul pintu kamar sabiru heboh, namun sepertinya wanita yang ia panggil tante Jesi itu sudah terlanjur turun dan tak menggubris teriakan Edelweis.

Sedangkan Sabiru malah terlihat mondar-mandir, seperti yang Edelweis katakan, itu anak sekarang emang udah seger lagi.

"Kalo lo masih mau ke sekolah lompat aja dari jendela"

"Ogah, mending lo pijitin kaki gue deh pegel, nih" Biru lantas duduk dan mulai mengurut kakinya perlahan berlagak sakit.

"Lo kata gue babu lo" balas Edelweis tak terima.

"Yaudah kalo ngga mau gue bakal lompat beneran nih dari jendela" ujar Sabiu mengancam.

Bisa darah tinggi sejak dini kalo begini ceritanya, sial.

"Gue belum mandi" celetuk Edelweis beralasan.

Kedua mata Sabiru sontak membulat "Pantesan aja dari tadi kamar gue bau, ternyata lo sumbernya"

"Heh maksud lo apa? Belum mandi gini badan gue bau kembang tau, ngga?! Bikin seger!" Balas Edelweis kesal.

"Mandi, kek, jadi cewe kok jorok amat"

"Kalo pintunya ngga dikunci gue udah keluar buat mandi dari tadi kali!"

Sabiru bangkit lalu menarik Edelweis ke arah kamar mandi yang ada di dalam kamarnya sambil menutup rapat-rapat hidungnya.

"Lo mandi deh ya sampe bersih gue tunggu diluar!" Sabiru lalu menutup pintu kamar mandi tersebut dengan keras.

"Eh Biru! Gue ngga ada baju anying"

"Bacot, lo pake baju gue, handuknya ada di lemari bawah wastafel ambil aja yang masih ada bandrolnya!" Teriak Sabiru dari depan pintu.

"Enak aja dia mau membuat polusi di kamar gue sama bau keteknya" batin Biru.

Edelweis menghela nafas panjang. Pusing juga berdebat sama tarzan kaya dia, lagian orang habis minum obat mah bukannya istirahat, tidur atau apa ini malah ngajak orang berantem. Batinnya.

Setengah jam kemudian Edelweis keluar sambil mengendap-endap, Sabiru yang tengah menutup mata tersadar saat merasakan langkah kaki seseorang.

Dan betapa terkejutnya dia melihat Edelweis yang yang hanya memakai handuk sebatas paha tengah berdiri di ujung lemari seraya menatapnya polos.

Gini-gini Sabiru juga laki-laki normal kali.

"Gu-gue ngga tau baju lo dimana"

Dengan langkah berat karena menahan sesuatu di bawah sana, Sabiru lantas mengambil sebuah kaos oversize berwarna putih, ia kira hanya itu satu-satunya kaos yang memungkinkan buat dipake tanpa bawahan.

Soalnya celananya Biru kan gede semua jir.

"Lo pake itu aja" kata Sabiru sambil mengalihkan pandangan.

"L-lo kenapa tegang, Ru?"

Seketika Sabiru melirik ke arah adiknya, oh no! Dia sudah bangun rupanya. Sial hanya karena belahan dada dan paha mulus Edelweis ternyata bisa buat dia berakhir solo karrier.

LIVING WITH MY ENEMY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang