48. SAD

677 63 7
                                    

Akhir pekan pun datang, setelah memantapkan hati, Edelweis memutuskan untuk melihat keadaan Sabiru secara diam-diam.

Gadis itu melangkah memasuki ruangan Biru dengan hati-hati. Ia takut suara langkahnya akan mengganggu tidur cowo yang selama ini ia harapkan kehadirannya itu.

"Maaf ya, Ru, kemarin gue belum ada nyali buat ketemu lo"

"Hidup gue berantakan banget akhir-akhir ini"

Edelweis terus mengoceh meski ia yakin Sabiru tidak bisa membalasnya.

"Gue seneng akhirnya lo sadar, sekali lagi maaf, ya"

"Lo harus percaya sama gue, apapun yang terjadi gue tetep sayang lo, gue sama sekali ngga cinta sama Anton, hiks.."

Sebelum semakin terisak, Edelweis memilih pergi, ia tak sadar sedari tadi Sabiru hanya pura-pura menutup mata.

----

"Ma, Edelweis kemana, kenapa ngga pernah dateng kesini?"

"Eum, mungkin lagi sibuk sama urusan sekolah, sayang"

"Biru pengen ketemu Edelwis, Ma"

"Iya, nanti mama coba ngomong sama Edelweis, ya"

Sabiru mengangguk, sejak semalam pikirannya tak bisa tenang. Ia terus memikirkan kalimat Edelweis tentang hubungan Anton dengannya.

"Biru.. Mama minta maaf, ya, gara-gara mama kamu hampir jatuh ke orang yang salah"

"Ngga usah dibahas lagi, Ma, Biru males dengernya"

"Kamu tenang aja, sekarang Bunga sudah diberi hukuman yang setimpal"

Kedua mata Sabiru melotot, ia tak salah dengar, bukan?

"Kenapa? Kok bisa?"

"Ternyata dia yang— " Jesi menggantungkan kalimatnya, ia tak mungkin mengatakan ini sekarang. Biarlah keadaan Sabiru membaik dulu baru ia akan cerita.


"Yang apa, Ma?" tanya Sabiru terlanjur penasaran.

"Yang itu—"

Cklekkk.

Beruntung seseorang datang membuka pintu memotong kalimat Jesi sekaligus membuat perhatian Sabiru teralihkan.

"Papa?"


"Gimana kerjaan di kantor?" Jesi berjalan mendekati suaminya seraya mengambil alih tas dari tangan Bram.

"Lancar, biru udah mau makan?"

"Udah sedikit-sedikit"

"Makan yang banyak, katanya mau jadi jagoan!" Bram meninju pelan lengan Biru membuat cowo itu terkekeh pelan.

"Apaan sih, pa, ngga ngaruh, Biru bukan bocah lagi"


"Iya, deh, percaya sama yang sekarang udah tau cinta-cintaan"

"Ma, bisa ngga papa dibawa pulang aja, ngeselin banget"

"Kenapa, sih, kalian ini? Papa juga, udah waktunya Biru istirahat, Pa, jangan diganggu"

"Biarin aja, Ma, ini kesempatan papa buat godain Biru tanpa pembalasan dari anak ini" Bram mengacak rambut Sabiru membuat sang empunya mendengus semakin kesal.

"MAAAAAAAAA!!"

"Pa! Sini deh!!" Jesi yang sudah tak tahan menarik Bram ke arah sofa.

"iya, iya udahan ini" Bram pun mengalah daripada melihat istrinya ngamuk.

----

Edelweis menatap layar ponselnya berkali-kali ia berusaha mencermati maksud pesan dari mama Biru, Jesi.

Biru mau ketemu Edelweis? Ngarang banget, emang sejak kapan Biru notice Edelweis.

Tapi ngga ada salahnya dicoba, biarin aja urusan Anton belakangan.

Edelweis bergegas ke rumah sakit tanpa sepengetahuan Anton, Anton kira dia siapa bisa ngatur-ngatur. Lagian bagi Edelweis peraturan ada untuk dilanggar.

Lagi-lagi malam ini Edelweis bolos kerja, sebenarnya Aldi dan Meli sudah berkali-kali menegurnya sebelum bos tau dan ia beresiko dipecat beneran. Tapi biarlah, kali ini hasratnya untuk ke rumah sakit lebih besar.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam, akhirnya taxi yang ditumpanginya berhenti tepat di depan rumah sakit.

Edelweis turun selepas menyerahkan beberapa lembar uang dan berterimakasih.

Langkahnya terasa ringan berjalan disepanjang koridor rumah sakit, ngomong-ngomong dia juga sudah lama tidak menjenguk Ezra jadi mumpung udah disini, sekalian aja.

Saat melewati ruangan Ezra, kening Edelweis mengernyit dalam menatap kedua orang tua Ezra ada di luar, juga Kyla yang tengah mondar-mandir di depan pintu dengan raut panik.

Jadi Kyla udah ada disini, kenapa ngga ngajak-ngajak? Oh, mungkin Kyla ngira gue bakal nolak lagi kaya kemarin-kemarin.

Tapi sebentar, ada apa ini? Kenapa semua terlihat— ah, stop, gue ngga mau mikir yang engga-engga.

"Kyla!" sapa Edelweis membuat sahabatnya menegakkan kepala dan saat itu juga satu tetes air mata Kyla jatuh membuat Edelweis begitu terheran-heran, seorang Angelina Kyla ternyata bisa nangis juga.

"Wis..."

Kyla berhambur ke pelukan Edelweis membuat Edelweis yang tidak siap itu lantas terhuyung ke belakang.

"Ke-kenapa, La?" tanya Edelweis lirih, mendadak firasatnya tidak enak.

"Ezra—"


"NGGA MUNGKIN!"

Suara Edelweis yang begitu keras berhasil menyita perhatian beberapa orang di sekitarnya, tak terkecuali kedua orang tua Ezra yak sekarang tampak menatap Edelweis sayu.

Mereka berdua nyatanya lebih tau apa arti seorang Edelweis bagi Ezra.


















Hm hm hm

LIVING WITH MY ENEMY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang