57. MWO?

688 61 4
                                    

Edelweis tak berhenti senyum-senyum sendiri setelah tadi sempat mengobrol dengan Biru lewat telepon.

Iya, ini adalah pertama kalinya sejak 5 hari yang lalu.

Biru mengatakan ia bahagia telah mengenal Edelweis lebih dari apapun.

Kalimat itu juga lah yang sudah menjadi biang dari mabuk kepayang yang tengah Edelweis rasakan.

Mungkin saja badai telah berhenti dan ia harap pelangi akan segera menghampirinya mewarnai kembali hari harinya yang sebelumnya sempat suram.

Karena mengantuk, Edelweis memutuskan untuk menikmati secangkir kopi panas sambil menatap langit yang menghitam.

Setelah pertemuannya dengan Bunga kemarin kini ia jadi memikirkan rencananya yang akan mencabut tuntutan Bunga.

Karena biar bagaimanapun juga Bunga sudah membantunya meluruskan kesalah pahaman antara ia dan Biru, bodyguard Bunga juga sudah membantu polisi mencari keberadaan Anton yang sudah lari dari tanggung jawab karena menghamili Bunga, tapi yang lebih penting Bunga sudah berubah.

Kalian tau, meski berada di dalam tahanan, Bunga tak pernah ketinggalan soal berita dari luar.

Ia selalu tau lewat orang suruhannya yang ada dimana-mana, kadang hal itu merepotkan tapi sekaligus membantu disaat-saat tertentu.

Saat Edelweis marahan sama Biru aja dia bisa tau karena mata-matanya yang setia membuntuti Edelweis tanpa sepengetahuan gadis itu dan berhasil menguping pembicaraan Edelweis, Biru dan Anton beberapa waktu yang lalu di cafe.

Bunga dengan mudah juga mendapat rekaman cctv lengkap dengan suaranya yang merekam pembicaraan Edelweis dan Anton saat mereka berdua tengah membuat persetujuan.

Karena saat itu juga Anton memberitahunya tempat ia akan bertemu Edelweis.

Sungguh kebetulan yang tak pernah ia duga sebelumnya.

Hingga pada akhirnya Biru tau kalau ternyata Edelweis melakukan semua ini demi keadilan atas dirinya dan Ezra.

Buat yang nanya tujuan Bunga ngelakuin semua ini apa jawabannya satu, karena dia ingin memiliki teman yang tulus dengan cara menebus kesalahannya.

Ia terlalu lelah berteman dengan para manusia bertopeng.

----

Gerimis mulai turun, sepertinya awan sudah tak sanggup menahan bebannya diatas sana.

Drt..

Edelweis menyambar ponsel yang ia letakkan di samping cangkir kopi yang masih mengepulkan asap.

Dela: WIS, KE BANDARA SEKARANG, BURU! BIRU MAU TERBANG KE AUSIE!

Bagaikan tersambar halilintar tanpa Atta, Edelweis mendelik tajam berusaha membaca ulang pesan yang dikirimkan Dela tersebut, terlebih lengkap dengan capslock yang membuat Edelweis percaya.


Eh, tapi yang benar saja mereka belum mendapat surat kelulusan, walaupun sudah dapat dipastikan semu lulus, tapikan...

Tak butuh waktu lama, Edelweis menyambar dompet dengan cepat dan dia langsung berlari pontang-panting tanpa mempedulikan apapun dan siapapun.

Kakinya seperti diberi kekuatan agar ia bisa melaju dengan cepat ke pangkalan ojek yang ada di perempatan jalan besar.

"Bang, ojek! Ke bandara sekarang!"

Si ojek yang melihat Edelweis grasak-grusuk jadi ikut panik hingga memaksa ia memelankan laju kendaraannya yang masih nyicil itu daripada hal buruk menimpa ia dan si penumpang.

Sedangkan Edelweis seperti tak lelah untuk meneriaki abang ojek agar mempercepat motornya yang mirip kendaraan milik satria baja hitam.

Mungkin ini motor si satria baja hitam yang sempet dia tinggalin terus di ambilah sama kang ojek.

Oke ngg penting.

"Bang, bisa cepetan dikit ngga, sih, pacar saya mau minggat ke luar negeri, saya ditinggalin dan beresiko jadi janda, nihh!" omel Edelweis di sepanjang jalan.

"Keselamatan nomor satu, neng, emang si eneng masih perawan?

Wah minta digibeng pake golok nih abangnya.

"Jangan sembarangan, bang, nanti saya turunin loh"

"Ini, kan, motor saya neng"

Edelweis hanya diam saja, keburu males ngelanjutin obrolan ngga jelasnya sama tukang ojek.

Halah, bilang aja lo males kena skak, kan, Wis?

Setelah sampai di depan bandara Edelweis buru-buru turun, ia lantas menyerahkan helm dan dua lembar uang  lima ribuan.

"Kembalinya ambil aja, bang, buat beli motor!" seru Edelweis sambil berlari pergi.

"Woi, neng, kurang ini mahh!!!"

Edelweis terus berkeliling, ia berteriak layaknya orang kesetanan, demi bikini sandy temennya spongebob, Biru ngga boleh ninggalin dia.

Kenapa dunia tidak adil?!

Lagian Biru juga tadi sempat meneleponnya, tapi kenapa ngga ngomong kalo dia mau pergi?.

Kalian tau, kan, gimana rasanya tau sesuatu yang penting perihal pacar kita tapi dari orang lain?

Sakit tcuy.

Kalian boleh ngatain Edelweis lebay, tapi liat aja, nanti akan ada saatnya. semua akan bucin pada waktunya.

Usaha tak menghianati hasil, dia melihat sosok Biru ada di tengah kerumunan. Tanpa berpikir panjang, Edelweis berlari menubruk punggung Biru.

"Kamu kenapa jahat sama aku, hah, kenapa?!" maki Edelweis hingga ia menjadi pusat perhatian.

"Maaf, Wis, aku ngga bermaksud jahatin kamu, tapi ini udah jadi keputusan aku"

"Jadi kamu serius bakal ninggalin aku?"

Biru mengangguk "Aku bakal tetep ambil beasiswa itu, lo baik-baik disini, ya"

Edelweis tak tahan, ia menangis tersedu-sedu di depan semua orang, biarlah orang-orang menertawakannya asal orang itu bukan Biru.

"Wis, sini" Biru meraih Edelweis perlahan dan mereka berpelukan dalam waktu cukup lama.

"Gini dulu, ya, gue pengen ngerasain pelukan lo bahkan sampe gue nyampe di Ausie" ujar Biru di telinga Edelweis lembut.

Edelweis semakin menjadi-jadi "RU, GUE NGGA MAU JADI JANDA"

"Edelweis, jangan gila, Biru cuma belajar, habis itu dia juga balik lagi kesini sama kita semua" kata Kyla mencoba menenangkan.

"Gue ngga percaya, La!"

"Wis, gue yakin lo bakal baik-baik aja, semuanya.. gue titip Edelweis, ya" Biru melepas pelukan Edelweis perlahan lalu mulai melangkah pergi setelah menyalami tangan kedua orangtuanya.























KABOOR AAAAHHHHHH...

LIVING WITH MY ENEMY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang