20. (GAGAL) TERUNGKAP

980 72 0
                                    

Edelweis Lamera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Edelweis Lamera




"Gue sama Ezra cuma temen" kata Edelweis datar. Dadanya kembali bergemuruh saat mengingat Bunga yang kurang ajar.

"Kenapa lo ngejelasin ke gue?"

"Ngga tau kenapa gue ngerasa perlu, terserah lo dengerin apa ngga"

Sabiru membeku sejenak, baru kali ini otak cerdasnya tidak mampu mencerna kalimat Edelweis secepat biasanya.

"Kalo gitu, yang sekarang lo taksir siapa? Anak famous juga disekolah?"

Aneh, bukannya mengalihkan pembicaraan, Sabiru justru malah semakin penasaran. Dia pikir, udah kepalang tanggung. jadi ya udah lah tanyain aja sekalian.

"Kalo niat lo mau bantuin gue deket sama dia, lo ngga akan bisa" kata Edelweis lagi.

"Lo ngeraguin gue? Heh, sekalipun lo mau deket sama anak presiden alias mas Kaesang, gue juga bisa bantu kalo gue mau" terang Sabiru penuh percaya diri.

"Sombong amat ya lo, bocah"

"Emang dari dulu sombong, harusnya lo udah ngga kaget"

"Tapi gue bosen jadi objek kesombongan lo"

"Hahaha ngga usah coba-coba ngalihin pertanyaan gue tadi, deh" Sabiru menurunkan kakinya dari atas meja bersiap mendengar jawaban Edelweis.

"Kalo udah gue jawab, lo mau apa?" Tantang Edelweis.

"Kan udah gue bilang, gue mau bantuin lo deket sama dia!" Sabiru geregetan. Dia bisa melihat raut antara keraguan dan ketakutan di wajah Edelweis, maka dari itu ia semakin penasaran ketika gadis itu terus berkelit tanpa berniat menjawab pertanyaannya. Seolah-olah nama yang akan keluar dari mulutnya, tuh, sesuatu yang mencengangkan.

"O-orangnya-"

"orangnya kenapa?" Tanya Biru tak sabaran.

"Orangnya tuh-"


"Orangnya bukan orang?" Lagi-lagi Sabiru memotong.


"Terus maksud lo gue suka sama makhluk astral, gitu?" Balas Edelweis ketus, sebenernya ngga bermaksud ngetusin Biru, tapi tadi hanyalah bentuk dari menutupi rasa geroginya.

Ya, lo bayangin aja, lo ditanyain gituan sama orang yang lo taksir, dan semisal lo berani jawab maka kemungkinannya ada 2, pertama dia bakal ngejauh, kedua dia bakal langsung jedotin pala lo biar lo sadar posisi lo siapa dan dia siapa.

Tapi mengingat ini Sabiru, mungkim kemungkinan kedua yang bakal dia lakuin ke Edelweis.


"Ya kali aja lo kesemsem sama penunggu pohon mangganya Pak RT"


"Horror banget?" Edelweis pura-pura merinding, mengalihkan pembicaraan.


"Ngga usah mengalihkan pembicaraan gitu, deh" tutur Biru kesal "Siapa, sih, emang? Preman sekolah? Penjaga sekolah? Anak cupu? Guru BK?"

Tebakan kedua dan keempat bener-bener ngebuat Edelweis bernafsu melempar sandal ke arahnya. Yang bener aja, gue naksir sama pak tua kumis tebal dengan perut buncit kaya orang hamil tujuh bulan.


"Sinting lo, ya?!"

"Jangan ngatain gitu, ntar naksir beneran"



Asem!



Biru makin lama emang bisa makin stres, setelah mengadakan rapat kordinasi dalam hati ia pun memilih menjawab pertanyaan Biru, meskipun setelah ini Edelweis harus siap palanya dijetin cowo itu.


"Iya, iya! Cowo itu l-"


Drttt... Drttt...


Sabiru yang tengah serius mendengar pernyataan Edelweis, tiba-tiba mengumpat saat ponselnya berdering.

Sedangkan Edelweis tampk menghembuskan nafas lega kaya orang habis selamat dari kejaran orang utan.


Sabiru melangkah keluar menjauhi Edelweis, mungkin itu telepon dari orang penting- eh bentar, orang penting? Siapa? Bunga?.


Sial, penyakit keponya udah makin kronis aja. Mirip tim berita di TV yang haus akan berita orang kencan.


Dan menjadikan kesedihan mereka sebagai lahan duit, mewawancarai orang yang tengah berduka tanpa rasa belas kasihan sedikit pun.


Oke, gue udah tambah ngawur.


Melihat Sabiru yang tak kunjung kembali ke ruang tengah, kesempatan itu Edelweis gunakan untuk kabur.

Setelah berjalan mengendap, akhirnya ia bisa menggapai tangga yang akan mengantarnya naik ke lantai dua.

Namun tepat di anak tangga ke lima, Edelweis merasa ada seseorang yang memanggil namanya, gadis itu berhenti sejenak untuk memastikan pendengarannya yang sering bermasalah belakangan ini.

"Wisss.... Edelweis... "


Benar, suara itu- kecil dan seperti berbisik. Berhubung di ruangan ini hanya ada dia dan Sabiru, ia sontak menatap ke arah pintu tempat hilangnya Biru saat mengangkat telepon tadi.

Kosong.

Disekitarnya pun, tidak ada siapa-siapa.

Mana Sabiru belum balik dari nelepon lagi.


Sial kok jadi merinding.

Daripada mengompol di tangga dan akan menjadi bahan olokan Biru keesokan harinya, Edelweis memilih lari terbirit menuju kamar diiringi suara cekikikan dari makhkuk misterius yang berhasil membangunkan bulu kuduk Edelweis.

Edelweis ngga tau aja makhluk misterius yang lagi cekikikan itu ternyata Sabiru, HAHAHAHAHA.

"Ternyata selain aneh, penakut juga tuh orang" gumam Sabiru sambil berdiri dari tempat persembunyiannya yaitu di balik sofa.




















Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LIVING WITH MY ENEMY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang