24. DEMO EKSKUL

860 71 0
                                    

Tepat pada pukul delapan pagi, semua siswi SMA Permata dibebaskan dari kegiatan belajar mengajar.


Mereka berpencar sesuai keinginan, ada yang melipir ke kolam renang, lapangan upacara, lapangan tenis, studio musik, ruang tari, aula sekolah, dsb. Tapi percayalah, sebagian besar dari mereka, khususnya para cewe di sekolah ini. Lebih memilih lapangan basket sebagai tujuan utama, demi menonton ketiak ganteng.



Pantas saja, bahkan sebelum peluit ditiup oleh wasit, tanda permainan dimulai. Deretan tempat duduk penonton yang mengelilingi lapangan tersebut sudah terisi penuh oleh wajah-wajah yang tak asing.



Siapa lagi kalo bukan fangirlnya Sabiru.


Edelweis menghembuskan nafas kasar saat orang-orang disekitarnya mulai meneriaki nama Biru, gimana mau dapetin Sabiru kalo saingannya aja sebanyak ini. Batinnya mendumel.


Kyla dan Dela tak kalah heboh dari mereka, sepertinya Dela sudah mulai melupakan Fandi yang kepergok habis jalan sama cewe, karena buktinya sekarang dia ikutan teriak-teriak manggil Sabiru dkk.



"Del, gue cabut ke kantin aja, ya" pamit Edelweis, moodnya menonton cogan mandi keringat sirna sudah ketika ia melihat Bunga juga ada di tengah kerumunan para penonton.


"Ngapain, sih? Emang lo rela ngelewatin pemandangan seindah ini gitu aja? Ayolah Edelweis" Dela berkata dengan tatapannya yang masih menatap lurus kedepan.

Edelweis tak berniat menjawab.


Sial, kalo inget tadi pagi Sabiru habis boncengin Bunga ,kok gue jadi emosi, ya.


Tahan, Wis, semua akan indah pada waktunya.


HAHAHA basi.


Satu persatu anggota basket SMA Permata memasuki lapangan sambil melakukan peregangan diiringi sorakan yang semakin meriah.


Ini pada mau nonton basket apa ikut demo, sih, rusuh bener.



Ia yakin kehebohan disini bisa didengar sampai ke ujung Benua Antartika sekalipun.



Maklum, mulut mereka emang toa semua.



"Wis, liat tuh, Bunga!" Kyla menyenggol lengan Edelweis seraya menunjuk ke arah kanannya menggunakan dagu "Sebel banget gue ngeliat dia, sok-sokan jadi orang paling care sama Biru"



Edelweis juga sebenarnya kesel, tapi mau gimana lagi, ia tidak boleh memperlihatkan kekesalannya di depan Dela maupun Kyla.



"Udah, lah, biarin aja, mereka jadian juga gue ga peduli"


Kyla memicingkan matanya menatap Edelweis sarat akan ketidak percayaan.


"Bohong bener"


"Emang"


"Udah gue duga juga, sih— Eh lo teriak, kek. Tuh, Biru ngeliat ke sini"



Seketika Edelweis menatap ke tengah lapangan, Sabiru emang ngeliat ke arah penonton. Tapi tetep aja, Edelweis ngga boleh kepedean, siapa tau Biru ngeliatin Bunga ehm.. Biar gue perjelas, calon tunangannya.


"Ngarang lo, orang dia lagi tatap-tatapan sama Bunga juga, alay" cibir Edelweis.



"Halah bilang aja cemburu kan, Bu?"



"Ya gak, lah, mana ada"


Sepuluh menit berlalu dan permainan pun dimulai, Edelweis hanya bisa berpangku tangan menatap malas ke tengah lapangan. Apaan, sih, padahal pengen ngeliat yang lain kaya Banyu, Tara, atau ngga Wildan, mereka kan juga ngga kalah good looking, tapi entah kenapa matanya malah terus-terusan belok ke arah Sabiru.



Sial.


Perasaannya tak bisa dibohongi kalo ia cemburu saat melirik Bunga yang meneriaki nama Sabiru dengan lantang.


Saat permainan selesai, semua anggota tim menepi. Ada yang sekedar ngelap keringat, minum, atau hanya duduk-duduk ngadem di bawah pohon mangga sambil mengambil swa foto, pamer keringat yang bercucuran.



Pas lagi adem-ademnya suasana, tiba-tiba terdengar suara Tasya yang duduk tak jauh dari tempat Edelweis nyeletuk.



"Roman-romannya ada yang lagi patah hati, nih, gara-gara gebetannya nganterin cewe lain tadi pagi"



Sontak semua orang menatap Tasya penuh tanda tanya, tak terkecuali Edewleis dan kedua temannya.



Sebenarnya Edelweis malas menaruh curiga, kalau orang yang dimaksud Tasya itu dirinya. Mengingat betapa sinisnya tasya, si ketua shiper Bunga-Biru itu.


"Siapa, tuh, Sya?" Tanya gadis yang duduk tepat di belakang Tasya sambil celingukan mencari wajah-wajah yang memungkinkan jadi sasaran Tasya.




"Siapa lagi kalo bukan cewe miskin itu" Tasya menunjuk Edelweis menggunakan dagu, sedangkan matanya masih setia menatap ke arah lain.


Ngga salah lagi.



Kyla menggulung lengannya ke atas "Heh! Jaga mulut lo, ya! Kalo lo berani sini maju lawan gue, kita turun ke lapangan sekarang juga" seru Kyla mengancam.



Tentu saja Tasya kaget, saat yang maju tidak terima itu ternyata Kyla yang jago kickboxing itu.



"Kalian liat, kan, dia cuma berani ngumpet di balik tamengnya doang"



"Jangan asal ngomong lo, cumi-cumi bakar!" kali ini Dela yang membalas, biarpun tengah sakit hati, rupanya hal itu tak membuat Dela  takut akan diserang cewe satu sekolahnya sekalipun.





Tasya tak menanggapi kalimat Dela, gadis itu malah merogoh ponsel di saku seragamnya.



"Kalian semua cek grup sekarang, gue punya gosip baru"




Semua tampak mulai rusuh mencari-cari keberadaan ponsel mereka, tak terkecuali Kyla. Sedangkan Edelweis memilih tetap diam dengan Dela yang mengelus punggungnya menguatkan.




"Wis, ini-?"

LIVING WITH MY ENEMY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang