56. KEPUTUSAN

666 62 1
                                    

Ujian Nasional berjalan selama 4 hari, semua lancar jaya layaknya jalan tol, tapi tidak dengan hati Edelweis yang kini gemradak netes eluh cendol dawet kaya jalan desa yang tak tersentuh infrastruktur.



Edelweis menghela nafas sebelum dia memasuki kantor polisi. Ya, disinilah Edelweis sekarang.

Kantor polisi tempat Bunga menjalankan hukumannya. Kemarin ia mendapat surat dari bodyguard Bunga yang isinya adalah meminta ia datang selepas menyelesaikan ujian di sekolah.


Jadi Edelweis memutuskan untuk datang hari ini. Masih agak kesel, sih, tapi mau bagaimana lagi ia penasaran, soalnya sok misterius, sih, pake ngasih surat segala. Kan bisa aja telepon pake hape bodyguardnya.



Terserah kalian mau ngatain Edelweis bodoh atau apa, yang jelas rasa penasarannya saat ini terlalu besar.



Setelah mengatakan tujuannya datang kesana pada polisi yang berjaga, ia lalu diarahkan ke kursi jenguk yang terletak tak jauh dari sel.


"Gue tau lo bakal dateng" gumam Bunga seraya mengambil duduk di depan Edelweis.


Soal penampilannya? Ya, kalian pasti tau, lah, pakaian ala-ala tahanan itu gimana, setelan biru dongker sama sendal jepit terus ikat rambut sederhana.


Edelweis ngga nyangka Bunga bisa bertahan sejauh ini, secara dia biasa dianak emaskan di rumahnya.


"Gue ngga punya waktu banyak" balas Edelweis tak mau berlama-lama.


"Gue tau, sebenarnya gue mau ngasih lo sesuatu, tunggu bentar" Bunga celingukan sebelum berseru "Pak Mahmud!!"


Edelweis sampai harus menutup telinga ketika Bunga berteriak. Ngomong-ngomong apa kabar para penghuni sel disini yang selalu denger teriakan Bunga?.


Seorang pria paruh baya datang tergopoh-gopoh menghampiri Bunga dan Edelweis.



"Ada apa, non?"


Oh, ternyata Mahmud, tuh, bapak-bapak yang kemarin nganterin surat, gue kira Mahmud mama muda. Batin Edelweis ngawur.



"Bawa amplop merah muda yang gue titipin, ngga?" tanya Bunga sambil mendongakkan kepala karena saat ia duduk sedangkan lawan bicaranya berdiri.



"Oh, ada, non, sebentar"


Setelah menemukan apa yang dicarinya di saku jas, Mahmud lalu menyerahkan itu ke anak majikannya yang tak lain adalah Bunga dan pergi setelahnya.


"Ini buat lo"



Edelweis mengangkat sebelah alisnya "Dari?"


"E-Ezra" lirih Bunga.


Edelweis membuka amplop merah itu dengan gerakan seribu bayangan.


Ia begitu tak sabar melihat coretan tinta Ezra yang selalu terlihat indah dimatanya.


Wis, ini gue Ezra, yang lo anggap temen atau mungkin sahabat. But, bagi gue lo itu segalanya, lo cewe tercantik setelah nyokap gue. Jujur, gue udah naksir lo sejak kita satu sekolahan tapi kayaknya lo ngga pernah anggap gue sebagai orang yang lebih spesial, tapi gue ngga papa, ada terus bareng lo aja itu udah buat gue seneng.


Hidup itu kadang pedih, ya, kaya gue yang bisa selalu deket lo tapi tidak dengan hati lo.


Gue pengen ngasih tulisan ini langsung tapi gue takut itu ngebuat hubungan lo sama Biru berantakan.


Gue ngga mau liat lo sedih lagi, karena sebaik-baiknya cinta adalah dia yang rela melihat orang yang dicintai bahagia meski bukan sama bersamanya.

Please, sekali aja senyum buat gue..


Tes.


Setetes air matanya jatuh, Edelweis meremas kertas di tangan, apa selama ini ia sebodoh itu sampai tidak menyadari Ezra punya rasa lebih terhadapnya.


Kenapa gue harus jatuh cinta ke orang yang salah, kenapa?!



"Wis, gue harap lo maafin gue, I'm sorry, gue iri sama lo"


Edelweis mendongak, ia berusaha mencari kebohongan di mata Bunga, tapi nihil Bunga tampak bersungguh-sungguh.


"Dari mana lo dapat surat ini?"



"Mereka sempet jengukin- ehm lebih tepatnya ngomelin gue di rumah sakit sebelum kecelakaan itu terjadi, dan Ezra jatuhin ini dalam keadaan terlipat" jelas Bunga sambil menirukan lipatan yang dibentuk oleh Ezra sebelumnya pada amplop kecil ditangan.



"Gue harap lo udah beneran nyesel"


"Jadi lo maafin gue?" tanya Bunga sumringah.


Edelweis mengangguk, dengan Bunga memberikan amanat dari Ezra yang berupa surat itu, kini ia percaya Bunga telah berubah. Padahal bisa saja ia membuangnya seperti sampah dan menganggap semua ini hanya karangan Bunga belaka.


"Makasih, Wis, mungkin setelah ini gue bisa lebih tenang hidup disini"

"Ck, kaya mau mati aja lo"


"Kalo itu beneran kejadian, lo yang bakal pertama kali gue datengin, ngerti?" ancam Bunga membuat Edelweis pura-pura bergidik, ia lalu melirik ponselnya saat benda pipih itu bergetar.


Edelweis pun sedikit membulatkan mata saat melihat notif yang muncul pada lock screen ponselnya.

Biru : Wis, gue minta maaf. gue udah tau semuanya, dari Bunga.


Edelweis mengulum senyumnya, semua akan baik-baik saja, semoga.
























Jangan tanya kemana pergi nya anton dan si brengsek yang satu lagi karena aku bukan google.

Nghahaha ga canda.

LIVING WITH MY ENEMY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang