33. TUKANG NGATUR-NGATUR

920 67 2
                                    

"Tapi kenapa, Bunga?"

"Aku mau ngundang semua temen satu sekolah"

"What?! maksud lo apa? Bukannya tadi kita udah sepakat mau tutup mulut, kenapa sekarang jadi gini?" Sabiru mengungkapkan ketidak setujuannnya secara terang-terangan.

"Maaf, Ru, gue ngga mau ada yang berusaha deketin lo lagi dan hancurin hubungan kita"

"Apaan, sih, ngga jelas. Ma, Biru balik duluan" setelah berpamitan, cowo itu lantas berbalik pergi begitu saja, ia tidak tahu apakah kedua orang tuanya akan mendukung saran Bunga atau malah sebaliknya.

Keesokan harinya, seperti biasa Jesi sudah teriak-teriak di depan kamar Sabiru sebelum jam menunjukkan pukul lima.

"Biru, cepat bangun! Kamu harus jemput Bunga di rumahnya!"

Sabiru yang tengah mimpi dibawa terbang sama dua itik menggunakan ranting kayu, tiba-tiba jatuh karena suara teriakan mamanya.

Biru membuka pintu dengan gerakan cepat dengan mata yang masih setengah tertutup.

"Mama ngomong apa tadi?"

"Kamu harus jemput Bunga, Ru, dia masih ngga enak badan tapi semalem maksa pulang"

"Salah siapa sok kuat. Biru, kan, punya kesibukkan sendiri, ma, biasanya juga dia diantar sopir" protes Sabiru tak terima.

"Kata Bunga biar temen kalian ngga kaget denger berita tunangan kalian berdua nanti" ujar Jesi menjelaskan "Bunga itu emang anak yang pinter dan pantas dibanggakan"

"Pinter? Mama bilang cewe yang udah mencela orang lain itu pinter? Mama ngga mungkin ngga denger, kan, kalo semalem Bunga ngatain Edelweis"

Jesi tampak terkejut mendengar kalimat Biru yang seakan memperjelas ucapan Bunga semalam.

"Dia keceplosan, Ru, maklumin aja. Udah, sana, mandi terus jemput Bunga"

Sabiru menuruti perintah mamanya dengan malas, kenapa semua jadi Bunga yang ngatur, sih! Enak bener dia.

"Biru, sebentar! Besok kamu anterin mama ketemu Edelweis, ya"

Sabiru yang sudah di depan pintu kamar mandi mengangguk tanpa menoleh ke arah mamanya lagi.

Gimana mau nemuin kalian, sedangkan aku aja ngga tau edelweis sekarang tinggal dimana. Batin Biru.

Eh bentar, kalo ngga salah kemarin malam, tuh, Edelweis bilang kalo Aldi temen kerja dia, maksudnya kerja gimana? Jadi sekarang dia kerja? kenapa gue ngga sempet nanya, sih, kerja apa terus dimana?! Gerutu Biru kesal.

Sabiru mengacak rambutnya frustrasi, jangan sampai mama tau kalo gue sebenarnya ngga tau apa-apa soal Edelweis.

Saat duduk di kloset, mendadak Biru mengingat sebuah tempat. Ya dia akan membawa mama ketemu Edelweis disana besok.

Setelah selesai mandi, cowo itu turun ke meja makan dan langsung disambut oleh papanya yang sudah berada disana terlebih dahulu lengkap dengan setelan jas yang formal.

Sabiru menduga, pasti sumpek, tuh, pake baju kaya banyak kaya gitu.


"Biru, papa harap kamu ngga salah memilih"

"Maaf, Pa, tapi Biru udah ngga bisa berharap karena kecewa, ternyata semalam papa ngga bisa mewujudkan harapan Biru"


Setelah menyelesaikan kalimatnya Sabiru lalu beranjak berdiri karena perutnya tiba-tiba kenyang.

"Sabiru pamit, Pa, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam"

Dari pada kena masalah karena melanggar perjanjian antara kedua orang tuanya dengan orang tua Bunga, Sabiru terpaksa menjemput Bunga dirumahnya.

Sebenarnya anak-anak di sekolah tuh pada b aja, sih, soalnya mereka emang tau Bunga naksir Biru.

Emang dasar Bunganya aja yang caper dan pengen banget dighibahin.


"Ru, nanti pulang sekolah lo tungguin gue, ya, soalnya gue ngga di jemput Pak Didin" kata Bunga yang membawa-bawa nama supir keluarganya.

"Kalo gue ngga lupa"

Disepanjang koridor menuju ke kelas, Bunga terus ngintilin Biru di belakangnya.

Sabiru pengen ngomel, sih, tapi kan mereka berada di kelas yang sama jadi dia ngga ada alasan logis buat ngusir Bunga.

Disepanjang guru menjelaskan pelajaran, Sabiru benar-benar tak konsentrasi, kali ini bukan karena Edelweis, tapi karena Bunga yang ngeliatin dia terus seakan-akan Sabiru akan hilang kalau ngga diliatin sedetik aja.

Bukan apa m-apa, selama ini dia emang udah biasa jadi pusat perhatian karena kegantengannya, tapi kali ini beda, rasanya kaya pengen nyolok mata si Bunga aja gitu.

Sampai akhirnya bel istirahat berbunyi.














Ga usah tanya gimana suara belnya, ane juga kaga tau gan.

LIVING WITH MY ENEMY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang