55. TERPURUK

680 58 0
                                    

"A-Anton?"

"Iya ini gue, kaget ngga, kaget ngga? Kaget, lah, masa engga"

Biru menatap Anton dan Edelweis bergantian.

"Bisa, ngga, duduknya ngga usah dempet-dempetan gitu?" kata Biru sengit.

Anton tampak terkejut yang dibuat-buat "Loh, kamu belum ngasih tau ke dia tentang hubungan kita?"

Wajah Edelweis pucat seketika, ia menatap Biru yang kini tengah menatapnya dengan tatapan menuntut dengan hati-hati.

"Maksud lo apa?!" sentak Biru ke arah Anton.

"Lo tanya sendiri aja sama pacar lo"

Biru beralih menatap Edelweis "Wis?"

"A-aku bisa jelasin, Ru, aku minta maaf" kata Edelweis penuh sesal.

"Coba jelasin, aku mau denger"

"Bener kata Anton ki-kita pacaran"

Biru terkejut tapi bibirnya tetap tersenyum.

"Aku duluan, udah ada Anton yang bakal anter kamu pulang" kata Biru sesaat setelah ia bangkit dari kursi bahkan sebelum makanan datang.

Edelweis melotot, ia buru-buru menyusul Biru keluar, tapi tangan Anton sudah lebih dulu menahannya.

"Lepas! kita udah ngga ada urusan"

"Ayolah, Edelweis, santai aja, kita bersenang-senang hari ini untuk merayakan kembalinya aku"

"Dasar bajingan" geram Edelweis tertahan.

"Kenapa baru sadar sekarang?"

Edelweis berbalik, ia cepatacepat melangkah pergi, Anton hendak menyusul namun sebuah panggilan telah menahan langkahnya.

"Maaf, mas, silahkan makanannya dibayar dulu"

Anton menggeram kesal, ia yakin Edelweis sekarang tengah melapor polisi dan dia harus segera pergi kalo tak ingin riwatnya akan segera berakhir.

"Ambil aja kartunya!" anton melempar sebuah kartu yang mungkin itu adalah sebuah ATM, yang jelas bukan KTP atau kartu BPJS.

Tak berselang lama sang pelayan kembali berteriak "HEI! YANG BENAR SAJA, KARTUNYA DITOLAK!"

----

"Baiklah kami akan berusaha melacak keberadaannya"

"Terimakasih, Pak"

Edelweis melangkah keluar dari kantor polisi dengan perasaan campur aduk. Ia tak yakin langkahnya kali ini, namun ketakutan Anton akan kembali melukainya membuat ia yakin keputusannya melapor Anton pada pihak yang berwajib sudah benar.



Sekarang ia tinggal membicarakan semua kesalahpahaman ini dengan Biru, ia benar-benar tak mau semua sia-sia hanya karena kebodohannya semata.


Edelweis memutuskan untuk naik taxi menuju rumah Biru yang dulu juga pernah menjadi tempat tinggalnya.

"Maaf, ada perlu apa, mba?" tanya seorang satpam yang berdiri di pos samping pintu gerbang.


"Eum, Biru nya ada, Pak?"


"Baru saja masuk ke dalam, apa ada pesan?"



"Iya, tolong kasih tau Biru kalau dia aku disini"


Setelah Pak Handoko mengangguk ia lalu berbalik dan sedikit berlari menuju pintu utama.


Setelah menunggu sekitar 5 menit, Pak Handoko pun kembali dengan senyum yang terlihat sedikit dipaksakan.


"Maaf, mbak, hm.. mas Sabirunya lagi belajar jadi tidak bisa diganggu, terus katanya mba juga harus belajar, bukannya lusa ujian?"


Edelweis mengangguk lesu. Benar apa kata Biru, dia juga harus belajar agar nilainya memuaskan dan Biru bangga padanya.


"Ya sudah, kalo begitu terimakasih, Pak"


"Sama-sama"


Edelweis melangkah pergi dengan gontai, entahlah ia merasa dunia perlahan kembali meninggalkannya, membuat ia merasa sendirian.


Disaat seperti ini sangat tidak memungkinkan jika dia harus pergi ke rumah Dela ataupun Kyla.


Tapi Edelweis tak punya pilihan lain, dia butuh teman untuk cerita.



----


"Wis? Ini lo?" tanya Kyla tak percaya saat mendapati Edelweis berdiri mematung di depan pintu rumahnya.



"Ayo, masuk, pas banget lo dateng gue lagi belajar" lanjut Kyla.


"E-engga, La, gue cuma-"



"Udah, ayo, ngga usah sungkan" Kyla mengapit lengan Edelweis lalu menuntunnya ke lantai atas setelah menutup pintu.



"Eh, gimana hubungan lo sama Biru, tambah gremet-gremet ngga?" goda Kyla membuat Edelweis malah menundukkan kepalanya.



"Biru marah sama gue"



"Marah? Kenapa?"


"Dia tau gue pacaran sama Anton" kata Edelweis lesu.


"Demi apa? Kok bisa?"


"Anton balik lagi, La, dia nemuin gue sama Biru di cafe tadi"


Kyla melotot, sungguh ia tak percaya ini "Jadi selama ini Anton masih berkeliaran?"


Edelweis mengangguk "Gue udah dari kantor polisi tadi" jelasnya seakan tau isi kepala Kyla.


"Kita serahin semua ini sama Tuhan, ya, sekarang lo belajar, ngga mungkin lo ngorbanin 3 tahun sekolah gara-gara Anton yang brengsek itu" ujar Kyla menyemangati.


"Makasih, La, lo emang the best"


Keduanya belajar bersama mulai dari menghafal rumus, ngerjain latihan soal atau sesekali bermain game, Edelweis juga sepertinya sudah mulai sedikit lupa akan masalah yang tengah menimpanya.


Tak berselang lama, Kyla yang tengah bermain ponsel sambil meminum jus itu berteriak setelah tadi sempat menyemburkan minumannya dan berakhir terbatuk-batuk.


"La, kenapa?"


"Biru masuk 3 besar beasiswa ke Ausie, Wis! Aaah akhirnya sekolah kita punya jagoan" ujar Kyla memekik girang "Buruan, deh, lo cek di grup sekolah"


Edelweis bungkam, ia sungguh merasa tak bersemangat sekarang. Takut Biru pergi meninggalkannya? Tentu saja.

Rumput yang bergoyang saja tau.















Nampaknya semakin tidak jelas saja ya pemirsa, ayo tinggalkan jejak yang setidaknya membangkitkan:3

LIVING WITH MY ENEMY [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang