satu

3.4K 195 8
                                    

Juni, 2019.















"Bun, makan yuk?"

Hari ini, laki-laki berambut putih sedang mengajak wanita paruh baya untuk menyentuh piring dan sendoknya. Tidak biasanya seperti ini, pikir laki-laki itu. Jarang sekali melihat ibundanya termenung, bahkan sarapan pagi spesial darinya pun sama sekali tidak menarik atensi bundanya.

"Bun, ayo makan? Nanti sakit.." ajaknya lagi. Sekarang laki-laki tadi menggenggam lembut tangan ibunda tersayangnya. "Bunda kenapa? Cerita dong sama Saka.."

Ya, Saka namanya. Tepat tiga bulan setelah kelulusan sekolah menengah kejuruannya, dia melamar kerja di suatu cafe yang cukup terkenal di kota ini. Dia menyukai kopi, sangat. Untuk itu menjadi barista adalah pilihannya.

Selama ini, Saka dan bundanya hidup berdua. Ayahnya lebih dulu beristirahat dengan tenang. Dan ibundanya, sekarang kerja membuka permak baju sederhana. Pesanannya juga sebatas dari tetangga sekitar.

Sebenarnya, mereka berkecukupan. Terhitung Saka yang siang bersekolah, sore sampai malam menjadi driver ojek. Semua dia lakukan untuk membantu ekonomi keluarganya, termasuk menabung untuk hadiah hadiah kecil yang bisa ia berikan kepada ibundanya.

Dia tidak pernah melihat sosok ayahnya.. bahkan ibundanya sendiri pun tidak memiliki fotonya. Yah mau bagaimana lagi, sebaiknya memang dia tidak bertanya, khawatir luka masa lalu kembali menganga.

Di ruang makan--lebih tepatnya dapur karena mereka tidak memiliki cukup ruang di rumah kecilnya, Saka masih menunggu bundanya, sembari mengusap pelan punggung tangannya, agar beliau merasa tenang.

"Nak.."

"Iya, bun?" Jawabnya tenang. Dia merasakan tangannya digenggam balik oleh ibundanya. Netra mereka bersatu, berusaha menyalurkan rasa melewati aksa.

"Maafkan bunda.." lirihnya. Dan satu tetes kristal bening itu menetes dari pelupuk matanya.

Saka bergegas mengusap pipi ibundanya, menggunakan tangan lainnya. Dia menggeleng lembut, lantas membalas perkataan bundanya. "Nggak, bun. Bunda gak boleh gini, Saka janji kerja untuk bunda kan? Bunda terima janji Saka. Sekarang bunda jangan capek capek lagi, Saka yang cari uang,"

Bundanya tersenyum tipis. Bahkan anaknya menerima kondisi mereka. Ketika teman seumuran Saka bisa kuliah, dia tidak. Memilih untuk berhenti mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, dan beralih untuk menjaga bundanya.

"Makasih ya nak.. bunda selalu doain kamu," ujar ibundanya lagi.

Saka mengangguk. Lantas menuntun tangan ibundanya yang tak lagi muda--terlihat kerutan sebagai penanda usia untuk menggenggam sendok dan memulai sarapan paginya. "Iya, bun. Sekarang makan ya? Bunda harus tetep sehat!"

Bundanya tersenyum, begitu juga senyum lebar khas milik Saka. Dan akhirnya, dapur sederhana itu dihiasi denting sendok dan piring--menyaksikan seorang ibu dan anak yang tengah mengawali hari dengan perbincangan ringan.










***










Saka sudah bersiap berangkat kerja, dan bahagianya ia karena bundanya setia menunggu dibalik pagar, setiap Saka mulai menghidupkan mesin motornya, sampai dia berbelok di pertigaan sana.

Seusai berpamitan, dia bergegas menyalakan motor bebek miliknya, lantas membelah udara pagi. Sungguh, dia menikmati hidupnya--menurutnya ini sudah lebih dari cukup untuk mengajarinya bersyukur. Terlebih selain bunda yang sayang kepadanya, dia juga memiliki teman teman yang setia tanpa memandang status.

Dan disinilah dia, satu belokan lagi sebelum sampai di cafe tempat dia bekerja. Dan sesuai dugaannya setelah ia berbelok, dia datang jauh lebih awal, bahkan rekan kerjanya saja belum datang. Dia memakirkan motornya, lantas melepas helmnya. Dia masih berada diatas motornya sambil melihat benda di pergelangan tangannya.

melogika ; Jaemin Yeji ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang