Seorang pria tengah duduk sambil menggenggam tangan Cellia, sudah hampir satu hari gadis itu tidak membuka matanya. Tidak perduli bagaimana kondisinya pribadi sekarang, Jimin tidak juga beranjak.
"Apa raja akan kemari?"
Tidak ada jawaban melainkan kata maaf dan gelengan. Ya, seharusnya Jimin tidak perlu bertanya pada seorang wanita di sampingnya, asisten Cellia bernama Joy.
"Maaf lancang, kapan kamu akan menikahi Cellia?" Joy memang tidak takut pada siapapun, apa lagi hanya pada presdir rendahan seperti Jimin.
Dan, respon Jimin juga begitu biasa.
"Situasinya sudah beda sekarang," tegas Jimin."Cih. Apa karena gadis itu?" Joy mendecih.
Jimin melirik ke arah Joy, bisa-bisanya dia menggambarkan sosok Seulgi dengan decihan. Terkadang jika dibiarkan, asisten ini bisa melunjak.
"Kau sama sekali tidak berhak merendahkan Seulgi," keras Jimin.
Keduanya pun menatap sengit."Kalian jangan berkelahi, aku juga butuh istirahat."
Satu suara lembut menginterupsi pertikaian keduanya. Jimin segera mengusap pipi Cellia lembut dan seketika melerai amarahnya.
"Bagaimana sekarang? Dadamu masih sesak?" Terdengar khawatir, tapi Cellia merasa kurang. Akibatnya yang dilakukan Cellia adalah melepas genggaman Jimin, "Joy, keluar dulu. Aku ingin berbicara empat mata pada Jimin," Titahnya.
Joy mengangguk, "kalau dia berbuat macam-macam panggil saja aku, biar aku patahkan tangannya." Cellia tersenyum kemudian melihat Joy meninggalkan ruang VVIP itu.
Hanya mereka berdua, Cellia menatap Jimin dalam, "Jimin, selamat ya. Kau sudah menemukan penggantiku." Sendu dan pilu yang dirasakan Cellia turut mengalir pada Jimin. Seolah bias, dia merasakan kesedihan Cellia.
"Kau jangan berfikir banyak Celly," Jimin memaksa untuk memberikan kehangatan pada jemari gadis itu dengan terus menggenggamnya erat. "...bagaimanapun aku akan tetap merawatmu sama seperti hari ini."
"Apa kau akan berjanji Jim? Selain kau, tidak ada yang peduli padaku. Kerajaan pun tidak ingin aku berada disana lagi, mereka tidak ingin mempunyai Puteri penyakitan seperti ini Jim, hiks," Cellia jatuh dalam tangisnya, bersamaan dengan itu Park Jimin berdiri untuk memberikan pelukan hangat.
"Aku disini, aku disini." Jimin memeluk erat sosok Cellia.
Berdasarkan ucapannya, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk terus menemani Cellia, hingga lupa bahwa ada seorang gadis yang justru mengandung darah dagingnya. Gadis yang juga terbaring di ruangan lainnya.
"Bagiaman keadaannya dok?" Sam bertanya ketika doktor keluar ruangan. Gadis itu juga pingsan dan tidak sadar hingga pagi, setelah doktor keluar ruangan untuk memeriksa, Sam tidak sabar untuk bertanya.
Doktor yang tersenyum ramah membuat Sam heran, "istri anda baik-baik saja, sekarang sudah sadar. Tapi tolong di jaga agar jangan terlalu stress. Tekanan berlebihan tidak baik untuk dia dan janinnya."
"Ja.. janin?" Sam mengabaikan prasangka dokter, berfokus pada satu kata yang mengejutkan. Tuan Park akan jadi ayah.
Pria berjas putih panjang itu menyetujui dengan anggukan kemudian meninggalkan Sam yang kebingungan. Apakah dia harus menghubungi Park Jimin? Memastikannya, dia berlari menuju ruang rawat Kang Seulgi untuk memberikan selamat terlebih dahulu kemudian membicarakan apa dia harus memberitahukan Jimin atau tidak.
"Sam..." lirih Seulgi.
"Selamat nyonya, anda dan tuan Park akan jadi orang tua," Sam menunduk hormat.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHO || Pjm [END]
Fanfiction[M] terdapat beberapa kekerasan seksual. Mereka belum menikah tapi masalah tak kunjung usai. Membuat Kang Seulgi membesarkan seorang anak sendirian. Ya, anaknya Park Jimin. Bukan cerita happy ending.