Bagian: 21

1.9K 240 49
                                    





"Bayangan tak terlihat."

Dia membuka matanya perlahan, kepalanya masih terasa pusing. Badannya kaku. Tangannya terasa lemas dan sekarang tidak bisa bergerak.


Cellia Ainsley tersadar setelah beberapa detik lamanya. Situasi ini mirip seperti...

"Tuan, anda sudah sadar?"

Kedua tangan diikat ke belakang kursi, seutas perekat menutupi mulut, dan kakinya disatukan dengan tali yang tak terlalu erat namun kuat.

Penculikan kah?

Sret, lakban hitam dilepas perlahan. Salah satu pria yang berada disana mundur perlahan bergabung dengan yang lainnya.

"Kalian siapa? Mau apa? Lepaskan!" Cellia menyerang dengan pertanyaan. "...aku bisa kasih uang. Berapapun. Cepat lepaskan!"

Tidak! Cellia tidak perlu jawaban apapun, dia hanya perlu kembali segera mungkin atau Jimin akan khawatir jika istrinya menghilang.

(sejujurnya author menahan tawa ketika menulis bagian ini. Menurut kalian, bagaimana ekspresi Jimin kalau Cellia hilang?

a. Menangis sampai matanya bengkak.
b. Mogok makan.
c. Memberi makan fakir miskin sebagai rasa syukur)

"Kami tidak perlu uang anda, justru, kami  memberikan tuan kesempatan untuk bertemu dengan tuan besar," kata salah satunya dengan sopan.

Cellia menyerngitkan keningnya, arah fikirannya hanya tertuju pada seseorang. Ya, seharusnya dia sadar akan penculikan yang terlalu beretika ini. Sial. Benar-benar sial.

Satu orang yang juga bertubuh tegap segera mendekat dan meletakkan sebuah laptop di atas meja. Menampilkan sosok yang sangat familiar bagi Cellia.

"A...ayah?" Suaranya bergetar. Pria itu tersenyum smirk, tatapannya sungguh  penuh dengan kebencian.

"Tampar dia sekali!"

Suara beratnya membuat wanita itu semakin bergetar. Dia menggeleng tak terima namun sebuah tapak tangan lebar melayang ke pipi kanannya.

Plak!

Bunyi luar biasa, seketika pipinya terasa kebas dan pedas.

"Ayah, aku sedang hamil tidak boleh---" dia menghentikan ucapannya yang bodoh itu.

"Sekali lagi!"

Plak!

Tamparan lainnya, air mata mengalir begitu saja menahan nyeri pada area wajahnya itu.

"Apa kau masih mau menjelaskan?!" Sosok di seberang sana benar-benar tangguh, dia sangat tidak berperasaan. Hanya sekedar iba pada anaknya tidak akan.

Cellia tidak menjawab, dia tahu bagaimana bersikap pada raja Inggris ini. Satu kata lagi yang dia berikan, mungkin ia tidak akan sanggup bertahan.

"Kenapa tidak bicara?!" Suara ayahnya meninggi.

"Sekarang kau tahu bagaimana caranya menjadi penurut---"

"---LALU KENAPA KAU TIDAK MENDENGARKANKU UNTUK MENJAUHI JIMIN?! ANAK TIDAK TAHU DIRI!"

"A..yah---"

"Tampar dia!"

"Tu...tunggu ayah, kumohon jangan," Cellia menangis memohon ampun.

Tapi Cellia bukanlah pemimpinnya saat ini. Satu tamparan pun, kembali dia dapatkan.

PSYCHO || Pjm [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang