Apakah ini mimpi? Tolong! bangunkan aku.
Chenya membantuku memasang tali dress putih ini ke leher. Katanya, tamu ini adalah pria terhormat, putera dari Presdir sebuah perusahaan. Dia suka gadis yang anggun dan rapi.
"Seulgi, apa kau punya kekasih?" Tanyanya.
Aku terdiam sebentar. Aku coba mengingat tentang seorang yang layak di sebut kekasih dan anehnya berakhir pada pria bernama Park Jimin. Kalau mengingat sosok itu, darahku bisa meningkat seketika dan takut terkena struk. Kalau bukan karena inisiatifnya untuk memindahkan barangku, pasti aku tidak akan berdiri disini --- berada di ruang yang sama dengan para wanita penghibur ini.
Maka jawabannya adalah, "tidak punya."
"Ehm? Benarkah?" Chenya membalik badanku dan kemudian dia berusaha menyelidik tepat di mataku. "Ya, baiklah, anggap saja aku percaya."
"Kau punya?"
"Memangnya siapa yang mau denganku?" Chenya tertunduk. Ya, sejujurnya apa yang dikeluhkannya benar. Jika aku masuk dalam lingkup ini, maka siapakah yang mau denganku?
Apa dia juga akan seperti itu? Tidak meneri... Argh! Kenapa memikirkan si gila itu.
Tak lama kemudian, manajer Bo datang dan tanpa aba-aba langsung menarik lenganku cepat. Aku hanya melambaikan tangan pada Chenya, dia... gadis itu tersenyum sendu.
Hal yang sedari dulu aku sadari adalah keberadaan uang dan keperkasaannya. Keberadaan aku disini adalah bukti lainnya bahwa uang menaklukkan harga diriku. Jika bukan karena uang untuk keselamatan appa, aku bersumpah akan menjauh dari profesi ini. Jika bukan karena kebutuhan sehari-hari, bahkan jadi pelayan pun aku tidak Sudi. Semua telah salah dari awalnya. Kenapa aku tidak memilih pekerjaan lain yang bahkan menumpahkan keringat beribu ember tapi tak melukai harga diri. Kesalahanku yang mulai saat ini harus aku maklumi.
Dan... ucapkan selamat tinggal pada Kang Seulgi dan kebebasannya. Satu juta won hanya alasan, eomma ingin membuangku ke tempat ini selamanya.
"Sudah tiba! Kau sudah kacau sepertinya!" Kata manajer ketika aku berjalan di belakangnya namun tidak berhenti ketika dia sudah diam di tempat. Alhasil, kepalaku terbentur bahunya.
Aku tidak merespon. Tetap diam dengan segala kekacauan. Ya, aku kacau. Diriku kacau. Seseorang yang terjebak dan tidak bisa menolak.
"Hei! Dengar?" Manajer Bo memegang daguku.
Kenapa tidak dengan manajer Bo saja? Bukankah kami pernah melakukannya? Dia akan bayar aku berapa? Setidaknya aku tidak melakukannya dengan banyak pria.
"Manajer? Anda bisa bayar berapa?" Tanyaku tak tahu malu.
Dia terkejut dan membulatkan matanya. "Kya! Kau menawarkan diri?" Dia sepertinya menolak.
Aku kemudian menggeleng cepat. Bodoh! Sampai mana aku akan menguras harga diriku ini? Sedetik berikutnya aku rasakan manajer memegang kedua tanganku lembut.
"Tenanglah. Tidak akan terjadi apa-apa. Ini akan jadi mimpi indahmu. Percaya padaku!" Katanya seperti ingin memeluk, tapi tidak jadi.
"Ya, jika ini mimpi, aku berharap segera bangun sebelum tertidur. Hehe. Menyedihkan bukan," aku menggaruk kepala asal. Beruang di kutub utara saja tahu kalau aku memang orang paling menyedihkan sedunia.
"Ini kamarmu," aku melirik sekeliling. Hanya terlontar kata mewah untuk mendeskripsikannya. Aku baru tahu kalau ada ruangan seperti ini di bar kami. Ruangan yang selevel hotel bintang lima.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSYCHO || Pjm [END]
Фанфик[M] terdapat beberapa kekerasan seksual. Mereka belum menikah tapi masalah tak kunjung usai. Membuat Kang Seulgi membesarkan seorang anak sendirian. Ya, anaknya Park Jimin. Bukan cerita happy ending.