The Book

277 46 0
                                        


Seorang Tian, walaupun memiliki jabatan sebagai ketua klub fotografi dan mendapat A di semua mata kuliah semester lalu, tidak akan pernah rela meninggalkan fokusnya dari Animal Crossing. Bahkan jika teman-temannya sedang membicarakan hal penting. 

Tapi pagi ini adalah pengecualian saat Tevin datang ke kamar 119 —kamar Johnny, Jef, Yuko dan Tian— dan hampir menghajar Johnny yang baru saja keluar dari kamar mandi. Bahkan Tian meloncat dari sofa, melempar nintendo-nya dan membantu Yuko menahan Tevin agar tidak menghajar sahabatnya.

"Johnny Sergio lo bener-bener gila ya anjir!" omel Tevin.

"Apaan?" Johnny yang masih berdiri di depan pintu kamar mandi dengan handuk melingkar di pinggang menatap Tevin dengan bingung.

"Kalo gue tau lo kabur dari keluarga Benavent udah gue balikin lo dari kapan tau, sumpah! Bisa-bisanya lo kabur dari keluarga lo yang nguasain TV di negara kita?!" ucap Tevin dengan menggebu-gebu. 

"..."

"HAH?" 

"SUMPAH?!"

"Keluarga... siapa?" Yuko mengernyitkan dahi.

Kali ini seluruh orang dalam kamar ini —kecuali Jef, menatap Johnny dengan raut bingung, kesal, kaget, tidak menyangka, semuanya menjadi satu. Orang yang ditatap malah mengangkat bahu, berjalan santai menuju lemari tempat pakaiannya tersimpan. Ia meraih satu kaos hitam dan hoodie cokelat, ditambah jeans hitam dengan santai meski teman-temannya masih mengikuti pergerakannya.

Sepuluh menit kemudian kelima cowok itu sudah duduk melingkar dengan tumpukan makanan dari McDonald's di tengah-tengah. Melahap sarapan mereka sambil mendengarkan cerita bagaimana Johnny kabur dari keluarga penguasa stasiun televisi di negara mereka. Hampir saja Johnny terkena bogeman Yuko, tapi begitu mendengar alasannya, mereka tidak berkomentar lebih. 

Tentu saja Johnny tidak menceritakan bagian Natasha, karena menurutnya itu sudah ranah pribadi dan privasi keluarga mereka. Cukup teman-temannya saja yang tau mengenai Johnny, tidak dengan hal lain bahkan orang lain. Johnny pun mengungkapkan dia sudah memberitau orangtua Tevin sebelumnya tentang keluarga Johnny, tapi tidak dengan temannya sendiri.

"Apa tadi namanya... Bunaken?" tanya Tian.

"Benavent!" sahut Johnny dengan cepat. Agak tidak rela nama keluarganya disamakan dengan pulau di Sulawesi, walaupun ia pun ingin mengunjungi keindahan disana.

"Oke, jadi kalo gue meninggal udah ngga mati penasaran 'B' di belakang nama lo tuh apa." celetuk Jef.

Tevin menyahut. "Silahkan kepada saudara Jefrian untuk meninggalkan dunia."

"Sembarangan lo biadap."

Jef menabok lengan Tevin, lalu bangkit setelah membereskan sisa makanan mereka. Tian ikut bangkit, meraih ransel diatas mejanya lalu melangkah menuju rak sepatu.

"Hayuk atuh lah gue mau ke klub dulu." ajaknya sambil memasang sepatu di lantai.

"Duluan deh, sakit perut nih gue." balas Yuko kemudian lari ke dalam kamar mandi.

"Dih biasaan banget dah orang Jepang," nyinyir Jef. Kali ini dia merebahkan diri diatas kasur Johnny, lalu menarik selimut. "Hadaaah, abis makan rebahan enak banget."

Si empunya kasur menggeleng melihat kelakuan Jef, tangannya sibuk memasukkan buku ke dalam tas lalu menyampirkan di bahu. "Balikin itu buku-buku perpus, numpuk."

"Iyaa entar."

"Sekarang, ndut." sahut Tevin yang tadi ikut memakai sepatu di sebelah Tian. "Jangan sampe orang-orang ngira ini perpus versi lite deh ya."

The Cognitive || johnnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang