Status Quo

183 33 1
                                        


Status quo berasal dari bahasa Latin, artinya 'keadaan tetap sebagaimana keadaan sekarang atau sebagaimana keadaan sebelumnya'.


"Are you sure you're okay?"

Johnny mengangguk. Melepaskan tangan Thalia yang menangkup wajahnya. Kepala cowok itu bersandar pada bahu gadisnya, mengistirahatkan satu organ tubuh terpenting yang membuatnya bertahan hidup hingga saat ini.

"As long as you're here, I am okay."

Jawaban Johnny menimbulkan senyuman pada bibir Thalia. Gadis itu mengusap rambut Johnny dengan lembut, membiarkan pacarnya menikmati semilir angin yang membuatnya tenang setelah perdebatan di kantin tadi.

"You did a very great job."

Suara lelaki yang Johnny kenali sebagai seorang mahasiswa keturunan Tiongkok terdengar di telinganya. Benar saja, begitu ia membuka mata, Sicheng berdiri di hadapannya dengan satu kaleng minuman berenergi dan satu botol milk tea. Sicheng meletakkan keduanya di atas meja, bersisian dengan segelas americano yang Johnny beli di kedai kopi tempat dia duduk sekarang.

"Must be hard after fighting with non-capitalist." ujar Sicheng.

"Maksudnya?" tanya Thalia skeptis.

Sicheng terkekeh. "It's going to be a status quo."

"Sicheng, gue ngga ngerti lo ngomong apa."

"Ngga, bukan apa-apa."

Pintu kaca yang membatasi area kedai bagian indoor dan outdoor terbuka, menampakkan seorang Natasha Benavent dengan dua gelas berukuran venti. "Cepet, udah ditungguin." katanya tertuju pada Sicheng, namun matanya melirik Johnny yang masih menyandarkan kepala di bahu Thalia.

"Don't wanna say some words?" tawar Sicheng sambil menerima minuman dari tangan Natasha. Cewek itu merotasi bola mata dengan malas, tanpa berkata apa-apa kembali menutup pintu dan berjalan menjauh.

"What an attitude." gumam Sicheng sambil menggelengkan kepala. Pengguna rolex edisi terbaru itu kembali menghadap the lovey-dovey, "Tuan Puteri is annoyed. I guess I'll see ya later."

"Borjuis tuh emang aneh-aneh ya kelakuannya?" tanya Thalia setelah Sicheng pergi.

"Bingung kali mau ngabisin duit kayak gimana lagi."



===




"Selamat malam wahai sadboi-sadboi kuuu~"

Pintu 119 terbuka, menampakkan Tevin dan tangan yang penuh bungkus makanan cepat saji. Cowok itu melangkah masuk bagaikan pemilik kamar, tidak memperdulikan Jef yang berada di balkon atau Johnny yang sedang tiduran di kasurnya. Ia mendudukkan diri diatas karpet, mengeluarkan makanan yang ia beli sebelum mengunjungi teman-temannya yang tinggal di asrama ini.

"Gue bawa asupan bergizi ini ngga ada yang mau makan?" tanya Tevin begitu tidak melihat pergerakan berarti dari kedua manusia ini.

"Ngga laper." jawab Johnny dengan mata terpejam.

"Yaudah bagus." balas Tevin cepat. "Jefri cepetan, porsi kita double hari ini!"

"Bergizi kepala lo kejedot portal," komentar Jef sesaat kembali ke dalam dan meletakkan satu kotak sigaret di atas meja belajarnya, menyusul Ten duduk bersila. "Kanker iyeee."

"Bilang apa? Makasih. Iya Jef, sama-sama." celoteh Tevin sendiri.

"Makasih Tevin, uwuwu baik sekali!" Jef meraih tengkuk Tevin dan hendak memberikan beribu kecupan terima kasih khas Jefrian Haditama, jika saja Tevin tidak tangkas dan segera menyuapi sekepal kentang goreng ke dalam mulut Jef.

The Cognitive || johnnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang