Avellino menatap Mrs. Mellan yang menggunakan layar proyeksi untuk menerangkan bagian-bagian anatomi, dan sel. Arah matanya berubah ke luar kelas. Ia tersenyum sejenak ketika mengingat bahwa kelasnya bersebelahan dengan anak yang dibully tadi.
Untuk kelas 11 kelasnya sudah menggunakan sistem rangking. Saat pindah kesini saja Avellino melakukan tes dan ditanyakan IQnya. Sungguh persyaratan yang ketat.
Avellino memejamkan Mata sejenak, kemudian menatap guru science dalam jarak dekat. Matanya berubah tajam dan menghembuskan nafas kasar. Avellino menatap bangku belakang dengan tatapan berharap. Ia ingin berada di bangku paling belakang, tapi entah kenapa guru satu ini membuatnya duduk di depan. Bagus Avellino tak ada masalah meski duduk di belakang karena dia anak yang cerdas. Pendengaran dan otaknya bekerja sama dengan baik.
"Nona Avellino, saya tau anda cerdas tapi seharusnya anda tidak melamun saat pelajaran berlangsung," Tegur guru kimia perempuan.
Avellino menghembuskan nafas kasar "Iya, Bu."
Benar-benar membosankan. Pelajaran ini sudah ia pelajari saat kelas 7 dulu. Avellino ingin kelas ini segera selesai. Ia menghitung waktu dalam beberapa detik. Dan Yap, tepat pada detik ke-1 dentingan lonceng berbunyi.
Ting... Tong... Ting... Tong...
Avellino segera membawa bukunya dan berlari ke kantin. Selama perjalanan, semua pasang mata tak berhenti menatapnya. Ia tak tau mengapa, tapi yang jelas tatapan itu seolah melihat uang dalam jumlah besar. Avellino menelan saliva kasar. Firasatnya mengatakan ada yang tak beres.
Avellino mengambil piring dan menyerahkan pada bibi kantin. Setelah mengetahui peringkat Avellino, Bibi kantin mendapat tambahan daging, udang, dan lobster. Avellino kagum akan peringkat 50 dari 3000 yang ia dapat saat pertama kali masuk.
Avellino mencari tempat duduk dan segera makan. Dari jauh, ia melihat ada kaki yang semakin lama semakin mendekat padanya. Avellino mendongak untuk melihat wajahnya. Cantik. Rambutnya terurai berwarna merah. Kulitnya putih, dan bibirnya pink alami. Dia tersenyum.
"Hai, kamu anak baru ya?" Tanyanya. Ada 2 orang yang ikut duduk bersamanya.
Avellino tersenyum manis. Ia bangga bisa mempunyai teman secepat ini, "Hai, iya. Aku anak baru." Tangannya terulur untuk menjabat perempuan di hadapannya.
Dia mengulurkan tangannya dan menjabat Avellino, "namaku Dela." Namanya saja cantik.
Dua perempuan disebelahnya ikut menjabat tangan Avellino dan memperkenalkan diri. "Aku angel." "Aku Michelle."
Mereka bercerita tentang pembullyan yang telah terjadi di sekolah ini oleh Andrew sejak lama. Ternyata benar, dia telah melakukan itu kepada siswa-siswa yang tak dia sukai. Andrew selalu menggunakan cara bersih untuk menjebak lawannya. Benar-benar bocah SMA yang cerdas.
"Kenapa kecerdasan itu tidak Ia gunakan untuk mengikuti Olimpiade saja sihh?" Gumam Avellino pelan.
Dela mengernyitkan alis, "Ya?"
"Ah, tidak apa-apa."
"Ohh iya, kalian tidak makan? Aku mau makan nih, tapi sudah terbiasa makan bersama. Jadi, maukah kalian menemaniku?" Pinta Avellino. Ia sejak kecil tak terbiasa makan sendirian.
Mereka saling berpandangan "mengapa tidak?" Ucap mereka.
Avellino tersenyum senang. Mereka pun mengambil jatah makan siangnya dan kembali ke depan Avellino. Rasanya Avellino mendengar bisikan beberapa orang tentang grup angkatan. Beberapa saat ia baru sadar dirinya belum dimasukkan ke grup angkatan. Kemudian, Avellino tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE [ HIATUS ]
Teen Fiction[ Update tiga kali seminggu ] #11 Losangeles in 17/ 07 / 2020 #11 Konglomerat in 17 / 07 / 2020 "Kamu adalah bulan yang aku cari saat gelapnya malam datang. Dengan sejuta sinar disampingku, aku tak perlu yang lain. Ya, hanya kamu." - Avellino Callis...