- Part 26 -

4 2 0
                                    

"Hari rabu ini kenapa sangat panas yaa?" Gumam Avellino kesal. Ia menyeka keringat yang bercucuran dari dahinya. Terik matahari siang ini benar-benar tak pandang bulu. Silau dan panas bercampur menjadi satu membuat Avellino ingin berendam air dingin.

Ia berjalan menuju halaman depan lobby. Tangan Avellino menutupi wajahnya dari atas. Teriknya sangat menyilaukan mata. Kakinya akan melanjutkan berjalan, namun tiba-tiba Avellino sesuatu menghalangi terik matahari. Ia mendongak, melihat sebuah payung ungu berada di atasnya. Arah matanya berpindah ke seseorang yang memegang payung itu.

"Aku tak butuh," Ketus Avellino. Ia berjalan maju, namun orang itu terus memayungi Avellino agar terhindar dari panas.

"Andrew!" Seru Avellino.

Langkah Andrew dan Avellino berhenti bersamaan. Avellino menepis payung itu kasar hingga terlempar jauh.

"Kubilang tak butuh!" Lanjut Avellino. Ia kembali berjalan. Andrew mengambil payung itu dan kembali memayungi Avellino dari terik matahari. Avellino yang melihat itu menjadi kesal.

Langkah Avellino berhenti. Ia mengambil payung ungu itu dari tangan Andrew, dan melipatnya. Kemudian, Avellino membuang payung itu kedalam tong sampah. Andrew menatap datar payungnya yang berada di tong sampah. Senyum terukir di mulut Avellino, ia segera melanjutkan berjalan.

Namun sekali lagi, Avellino tak merasakan panas. Ia melihat sebuah jas almamater hitam melindungi kepalanya. Dan sekali lagi pelakunya adalah Andrew Jackson Cardwell. Seorang pria yang ia hindari agar hubungannya dengan Rean berjalan baik-baik saja, namun sayangnya Andrew sama sekali tak peduli kekhawatiran Avellino.

"Andrew, bukankah kau sendiri tahu?" Ucap Avellino. Wajahnya menghadap ke Andrew.

"Apa?" Tanya Andrew.

"Aku sudah berkali-kali berkata bahwa Rean adalah pacarku." Avellino menghentakkan kakinya kesal. Andrew mengangguk.

"Iya."

"Iya!? Lantas kenapa kau masih berada di dekatku? Pergerakanmu tadi bisa menimbulkan kesalahpahaman, Dre," Jelas Avellino. Andrew terdiam. Matanya menatap Avellino dalam.

"Tapi kita bukan siapa-siapa. Kenapa kau takut?" Tanya Andrew. Jemari Avellino menyatu. Ia menggigit bibirnya.

"Aku tak ingin berpisah dengan Rean karena sebuah kesalahpahaman belaka," Ucap Avellino. Andrew terdiam lagi. Avellino pikir Andrew sudah mengerti kekhawatirannya, tapi dia salah. Andrew masih bersikeras melindungi Avellino dari panas.

"Sudah, aku akan naik mobil," Ucap Avellino ketika sampai di mobil keluarganya. Andrew mengangguk. Ia menurunkan jasnya. Matanya menatap Avellino yang masuk dalam mobil. Bahkan, ia tak beranjak meski mobil keluarga Avellino sudah pergi jauh.

Seseorang tiba-tiba menepuk bahu Andrew. Kepala Andrew menoleh melihat siapa yang memeluknya. Ternyata itu adalah Vellan.

"Bukankah dia keterlaluan?" Gumam Vellan. Awalnya Andrew tak paham apa yang sedang dibicarakan Vellan, hingga Vellan mengucapkan maksudnya.

"Dia tega membuang payungmu. Aku tahu cinta suci, tapi jangan membuatmu menjadi bodoh," Nasehat Vellan.

Andrew menggeleng, "dia tak jahat. Dia lebih jahat jika tetap menerima perhatianku padahal sudah mempunyai pacar."

Vellan menatap jalanan kota depan sekolah, kemudian ia beralih menatap Andrew. Ia tersenyum sinis.

"Terserah. Ayo, aku ingin mengunjungi tante lagi," Ucap Vellan. Andrew mengangguk dan mengajak Vellan memasuki mobil keluarganya.

•••••

Krieet...

Suara pintu terbuka, membuat seorang perempuan yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit itu terbangun. Matanya menangkap lima sosok remaja tersenyum kikuk ke arahnya.

MINE  [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang