- Part 8 -

20 2 1
                                    


Bulan dan bintang perlahan memudar
Menghangatkan hati bagi sangat penanti
Waktu  berpihak padanya
Pangeran berjalan dalam bayangan
Cahaya yang temaram untuk dua insan
Kerinduan yang tertanam telah tumbuh
Membuncah dalam butir air mata
Cahaya pun tak ingin mengganggu mereka
Kini, biarlah hanya senja yang berpihak pada mereka

Jalan Gredear, Los Angeles

Seorang anak perempuan dengan pakaian turtleneck tanpa lengan dan rok jins selutut baru saja menutup pintu taksi. Ia mengeluarkan handphone dan mengecek alamat. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, mencari kafe yang berada di daerah itu. Tapi nihil, sahabatnya bahkan tidak menulis nama cafe tersebut.

"Dasar anak itu," Kesal Avellino.

"Tiang!" Teriak seorang anak perempuan bertubuh pendek. Ia mengayunkan tangan di udara.

"Ong!!" Teriak Avellino senang. Dia membungkukkan badan untuk memeluk sahabatnya.

"Oi, namaku Zhong Xiaoli lah! Enak aja diganti Ong," Omel Xiaoli sembari melepas pelukan.

"Iya iyaa, tapi nama chinamu terlalu susah," Gumam Avellino. Xiaoli memutar kedua bola mata.

"Dan lagi, kau hanya memanggilku dengan julukan 'tiang', siapa yang lebih parah, huh!?" Seru Avellino tak terima.

Xiaoli tertawa, dan menggandeng tangan Avellino. Ia berkata, " Ayo ke cafe. Aku lupa ngasih tau nama cafe nya tadi." Avellino mengikuti langkah kecil Xiaoli di belakangnya. Mereka berhenti di sebuah coffee cafe mini.

"Pesan dulu sana," Suruh Xiaoli. Avellino mengangguk dan memesan flat white pada sang barista. Setelah menunggu, Avellino membawa secangkir kopinya dan mengikuti Xiaoli mencari tempat duduk.

Avellino menaruh cangkir kopinya di meja, dan duduk. Ia menaruh kedua tangan di meja, dan berkata, " Ong, aku kangen."

"Huh? Iya laahhh, siapa yang bisa ngelupain aku juga," Bangga Xiaoli. Avellino melotot, dan memukul pelan tangan Xiaoli.

"Bukan kamu. Tapi dia," Ucap Avellino.

"Dia? Your boyfriend?" Tanya Xiaoli. Avellino mengangguk pelan. Membicarakan orang itu membuatnya mengingat semua kenangan lama, sebelum dia pergi ke luar negeri.

"By the way, itu alasan aku ke sini," Ucap Xiaoli serius. Avellino menatapnya dengan penasaran.

"Apa maksudmu?" Tanya Avellino.

Xiaoli tersenyum, dan berkata, " Aku melihat dia di bandara pagi tadi."

Avellino menatap Xiaoli dengan tajam, dan Xiaoli mengangguk. Sepertinya kali ini ia benar-benar tidak bercanda. Avellino termenung, ia penasaran kenapa kali ini pacarnya memilih diam dan tidak memberitahunya atas kepulangannya. Sebuah berita yang sejak lama ingin Avellino dengar, tapi ia tak berharap mendengar itu dari sahabatnya. Ia ingin mendengar itu dari pacarnya sendiri.

Avellino berdiri setelah menghabiskan flat white coffee. Xiaoli berteriak, " Mau kemana kau!?"

"Kondominiumnya," Ucap Avellino. Xiaoli melihat secangkir kopi flat white yang sudah habis. Ia menghela nafas.

"Untung sahabat, kalo nggak pasti akan kuanggap hutang," Gumam Xiaoli menatap sang barista yang sedang menyiapkan pesanan kopi. Ia menumpu kepala dengan kedua tangan dan berfokus melihat sang barista. Tidak salah ia mengambil keputusan untuk kembali ke negara ini.

Avellino memanggil taksi dan pergi ke alamat kondominium pacarnya. Ia berharap bahwa kondo itu masih menjadi milik kekasihnya, jadi ia bisa melihat wajah kekasihnya yang baru kembali dari luar negeri.

MINE  [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang