- Part 25 -

3 2 0
                                    

Avellino menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Tangannya memegang sebuah paperbag yang hanya berisi tablet android, notebook, botol minum, dan peralatan tulis. Langkahnya menuju ruangan makan.

"Ayah, mami, aku pergi sekarang ya." Ucap Avellino tiba-tiba. Tangannya mengambil beberapa telur dan sosis di piring miliknya.

Miracle mendongak, "kenapa terburu-buru?"

"Mr. Johnson mengadakan sebuah pertemuan penting lewat grup chat tadi pagi," Jelas Avellino. Miracle mengangguk paham.

Tangan Avellino melambai pada Luccas yang sedang berlari membawa kunci mobil.

"Cepatlah, Luccas!" Seru Avellino sembari melangkah keluar. Langkah Luccas tiba-tiba berhenti. Tangannya mengambil dua sosis milik Avellino, kemudian berlari menyusul Avellino di depan.

Luccas membuka pintu mobil. Ia melihat Avellino sudah siap di kursi belakangnya. Ia menatap Luccas tajam.

"Lambat," Keluh Avellino. Luccas mengikuti gerakan bibir Avellino. Melihat itu Avellino melempar Luccas dengan snack di sampingnya.

"Nona muda! Jangan melempar snack kesayangan saya," Ucap Luccas.

"I don't fucking care," Balas Avellino ketus. Luccas kembali mengikuti gerakan bibir Avellino. Kakinya kini mulai menginjak gas dan menjalankan mobil.

•••••

Avellino mengikuti gurunya bersama teman-teman sekelasnya. Namun saat di pertengahan jalan menuju tempat belajar terbuka, mata Avellino menatap seseorang yang tak asing sedang bersama seorang pria gendut. Wanita berkulit gelap yang kurus, Bu Melly. Seseorang yang membuat Aldric memiliki kenangan buruk terhadap nama itu.

Awalnya tak ada apa-apa sampai Bu Melly menampar pria gendut itu. Kepala pria itu menunduk. Avellino terkejut, sampai ia menghentikan langkahnya. Posisi Bu Melly berada belakang bangunan, sehingga jika tidak teliti mereka tidak akan terlihat karena tertutup tembok.

"Siapa pria gendut itu?" Gumam Avellino penasaran. Ia ingin mendengar percakapan mereka, namun salah satu teman kelasnya berteriak padanya.

"Av, cepatlah! Nanti Mr. Johnson marah," Seru seorang perempuan dari kejauhan. Avellino mengangguk dan berlari menyusul perempuan itu. Meski hatinya masih diliputi rasa penasaran yang seakan ingin meledak.

•••••

"Tadi, aku melihat Bu Melly menampar pria gendut," Ucap Avellino tiba-tiba. Semua orang di meja itu menoleh padanya.

"Benarkah? Siapa dia?" Tanya Rean penasaran. Avellino mengangkat bahu. Tangannya mengangkat makanan dan memasukkannya ke mulut. Namun Rean tiba-tiba menggulung lengan kemeja Avellino.

"Jangan sampai terkena seragam," Ucap Rean. Avellino tersenyum. Ia menatap Rean lembut, dan mengangguk.

Yuan tersedak setelah melihat adegan itu. Sedangkan Vellan melotot kesal. Tangannya yang sedang memegang pisau mengepal kuat. Richard yang melihat itu tertawa kecil. Ia menyentuh tangan Vellan agar tak terlalu menekan pisau.

"Seperti apa pria itu? Apakah dia siswa sekolah ini?" Tanya Aldric.

Avellino menggeleng, "tidak. Dia tampak lebih tua dari kita, tapi tampak lebih muda dari Bu Melly."

"Hei... Aku benar-benar penasaran kali ini," Gumam Aldric.

Jeff menaruh pisaunya. Ia bergumam, "mungkin korban pemerasan uang lagi."

Seketika semua orang di meja itu melihat ke arah Jeff. Mereka terkejut akan pemikiran Jeff kali ini. Entah karena Jeff yang pendiam, atau memang karena Jeff sudah kesal.

"Jeff itu tak boleh," Ucap Aldric mengingatkan.

"Lagipula jika benar dia korban, seharusnya Bu Melly yang ditampar bukannya menampar," Sahut Andrew. Avellino, Aldric, Jeff mengangguk setuju.

Semua orang di meja itu menutup mulut, mereka lebih memilih menghabiskan makan karena jam istirahat sebentar lagi habis. Hanya suara pisau, garpu, dan sendok yang beradu diatas piring. Bahkan anak-anak di kantin ini sudah tak lagi menonton televisi yang menyala.

Ting.... Tong.... Ting...

Jam istirahat telah berakhir. Waktunya untuk memasuki kelas masing-masing. Para siswa segera mengembalikan nampan ke petugas kantin, dan mencari ruangan kelas mereka.

"Sampai jumpa saat pulang," Ucap Avellino pada Rean. Ia menatap kekasihnya lembut. Yuan yang melihat itu segera mendorong Avellino maju.

"Gak bakalan selesai deh kalo cara pamitan kalian seperti tadi," Ucap Yuan. Avellino melambaikan tangan pada Rean dari jauh. Ia menatap Yuan yang masih mendorongnya kesal.

"Mangkanya cari pacar!" Seru Avellino. Ia membiarkan tubuhnya didorong oleh Yuan dari belakang. Kali ini dia mengikuti kelas bersama Yuan, kelas Matematika.

"Aku tahu kamu kurus, tapi tenagaku ada batasnya, Av," Gumam Yuan. Ia menghentikan dorongannya dan berjalan mendahului Avellino.

"Hei, tunggu!" Teriak Avellino. Kakinya segera berlari mengikuti Yuan yang berada di depannya.

••••••

Ini sesuai janjikuu... UwU dehh hehehehehe..... Masih banyak teka-teki yaa? Eh atau malah nambah? Ah sebenarnya tidak. Ini cuman bagian yang tak terlihat yang menjadi sebuah teka-teki. Udara yang tak terlihat saja memiliki peran penting.



24 Juli 2020, 17:00

MINE  [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang