- Part 16 -

9 3 0
                                    

Ting... Tong.... Ting.... Tong.....

Rean, Yuan, dan Richard mengembalikan nampan milik mereka dan teman-teman yang lain. Sebenarnya hanya Richard yang membawa nampan palig banyak, sedangkan Rean dan Yuan hanya membawakan nampan Avellino.

"Baik, ayo masuk ke ruang kelas," ajak Yuan. Kemudian mereka ber-8 berpencar mencari ruang kelas sesuai mata pelajaran yang diambil.

Avellino memasuki ruangan mata pelajaran seni. ia berjalan menuju kursi di dekat jendela. Beberapa anak juga mulai memasuki kelas. Banyak anak yang sudah menyiapkan alat lukis sembari bercerita dengan teman dekatnya. Avellino melihat teman-teman sekelasnya. Padahal sudah tiga bulan berlalu sejak kepindahannya, tapi entah kenapa ia hanya memiliki 3 teman dekat. Jika dibandingkan di sekolah lama, hanya dalam 1 bulan ia sudah terkenal karena keramahannya. Avellino menghela nafas kasar dan berusaha fokus pada kanvas saja.

"haloooo." Terdengar suara anak laki-laki dari pintu kelas. Kebisingan yang baru saja tercipta, seketika lenyap. Seakan semua suara itu ditelan bumi. Avellino menoleh ke arah pintu, dan mulutnya terbuka lebar. Ia ingat sekali bahwa di setiap kelas yang ia ikuti, tidak ada nama Andrew dalam anggota grupnya. Lantas kenapa baru hari ini, Andrew mengikuti kelas seni.

Andrew mengambil tempat di sebelah Avellino, "wahh ternyata Avellino. Kebetulan sekali yaaa." Anak laki-laki itu tersenyum manis sembari mengeluarkan peralatan lukisnya. Avellino memalingkan wajah ketika Andrew menatapnya. Tapi sepertinya Andrew tak berniat mengurangi senyuman bahagianya. Karena hanya ia yang tau bagaimana susahnya mendapatkan kelas ini.

"Aaaahhhhhh ketua F4 ada disini!" teriak seorang perempuan yang tak sengaja lewat depan kelas. Dan karena teriakan itu, anak perempuan di kelas ini menuju ke tempat Andrew.

"Andrew, boleh aku tahu mata pelajaran apa saja yang kamu ambil?" Tanya anak perempuan lain.

"Ehh!? Tidak adil! Kau tidak akan memberikan jadwal kelas yang kau ambil kan, Dre?" Perempuan lain berteriak tak terima. Dan masih banyak lagi pertanyaan lain yang tidak bisa Andrew jawab.

Guru seni sudah memasuki kelas, dan Andrew sudah bisa membuat alasan agar murid perempuan kembali ke tempat duduk.

"Maaf, teman-teman... Kembalilah ke tempat duduk karena guru sudah datang," Ucap Andrew sembari tersenyum. Meski tak suka, tapi perkataan Andrew sangat benar.

Guru mengambil kuas dan duduk di kursinya. Letaknya di pojok kelas dekat dengan pintu. Dan kanvasnya disandarkan di tembok agar semua murid dapat melihatnya.

Kuas guru bergerak di atas kanvas besar. Menorehkan tinta warna biru, hitam, dan beberapa warna lain. Hanya beberapa menit, sebuah lukisan mata manusia yang sedang menatap seorang perempuan.

"Dari sini ada yang sudah bisa menyimpulkan tema lukis kali ini?" Tanya Guru.

"Melukis perempuan?" Tebak salah satu murid laki-laki selain Andrew. Laki-laki yang mengikuti kelas itu hanya dua saja.

"Yaapp! Salah," Ucap Guru sembari murung.

"Pak yang benar dong! Kalau niat bilang 'salah' jangan bilang 'yap' didepan," Sahut anak perempuan kesal. Tapi guru sama sekali tidak menghiraukan, dan tetap menunggu jawaban yang benar.

Salah satu siswa mengangkat tangan, "merekam sosok teman dalam pandangan yang ditorekan ke dalam canvas?"

Guru melotot setelah mendengar jawaban anak perempuan itu. "Fantastic! That's right."

Semua anak bertepuk tangan atas jawabannya. Kemudian mereka mulai mencari partner lukis. Avellino mengedipkan mata beberapa kali karena baru tersadar bahwa ia tidak mengenal siapapun.

MINE  [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang