- Part 18 -

9 2 0
                                    

"Hei... Aku bingung," Suara Avellino semakin pelan ketika mendengar beberapa orang melewati kamarnya. Ia bersyukur kali ini ia bisa menelpon Rean pukul 10 pagi.

Terdengar suara Rean menyahut dari handphone, "Bingung apa?"

Avellino terdiam sejenak. Entah kenapa ia merasa ada seseorang yang akan masuk ke kamar.

Tok... Tok...

Dan benar saja, pintu kamar Avellino diketuk seseorang dari luar. Avellino bergegas menyembunyikan handphone dan airpodsnya di bawah bantal. Ia menggigit bibir bingung. Akhirnya ia mengacak rambutnya dan mengucek matanya. Kemudian beranjak membuka pintu. Namun, emosi Avellino seketika memuncak ketika hal yang ia takutkan tidak terjadi. Di depan pintu hanya ada Luccas yang membawakan susu.

"Ah, ternyata benar nona muda masih bangun. Tadi nona muda belum minum susu ini," Ucap Luccas seraya menyerahkan nampan kecil berisi gelas susu.

Avellino melotot kesal. Ia mendorong Luccas menjauh, "pergi!" Kemudian menutup pintu.

"Tapi nona muda belum minum susu! Nona, buka pintunya. Nanti nona tidak bisa terjaga, sedangkan nanti nona harus berhias pukul 6 sore," Seru Luccas. Namun pintu kamar sama sekali tak terbuka. Luccas menatap tajam ke arah pintu. Ia bahkan tak paham kenapa Avellino mengusirnya.

"Baik, tapi nanti jangan merengek padaku jika nona muda mengantuk yaa! Jangan merengek, ingat!?" Teriak Luccas kesal. Ia beranjak pergi.

Sedangkan Avellino masih menyumpahi Luccas yang mengganggu dirinya. Ia mengambil kembali airpods dan memasangnya di telinga.

"Hei, ada apa!? Kenapa suaramu tidak ada tadi?" Suara Rean tampak khawatir.

Avellino menghela napas, "ada pengganggu hmm."

"Ayahmu!?" Avellino melepas airpods sejenak karena teriakan Rean.

"Aduhh, suaramu. Hanya Luccas si pengacau," Ucap Avellino kembali memasang airpods.

"Ah, syukurlah."

"Eh, Rean...," Panggil Avellino.

"Hm?"

"Kurasa Luccas seorang cenayang," Gumam Avellino setelah melihat jam dinding. Ia memeluk boneka beruangnya yang besar di sisi queen bednya.

"Oh ya? Luccas bilang apa padamu?"

"Dia bilang aku terjaga jika tidak minum susu. Sekarang saja aku sudah mengantuk," Jawab Avellino. Ia menatap langit-langit kamar yang berwarna biru.

"Hahahaa, dia bukan cenayang. Dia hanya mengetahui semua kebiasaanmu, Av."

Avellino terdiam, "rean.... Aku benar-benar berharap aku bisa datang berdua denganmu."

Tidak ada tanggapan. Sunyi dari seberang sana. Hingga Avellino berdeham, suara Rean baru terdengar.

"Maaf, hubungan kita harus seperti ini. Semua karena kesalahanku. Maaf, Av."

Avellino tersentak. Ia tak menyangka Rean akan menyalahkan dirinya sendiri, "hei, jelas bukan salahmu. Ini salah mereka yang membullymu saat SMP."

Suara Rean berhenti sejenak. Entah kenapa Avellino tak suka ketika Rean sudah seperti ini. "Yeahh...."

"wait for me until I was able to fight my past, huh?"

Avellino mengangguk, "of course. I'm here waiting for you."

Avellino tersenyum. Ia bersyukur ia tidak pagi ini, karena itu ia bisa menelpon Rean. Kesempatan emas tidak akan datang untuk dua kali, itu yang Avellino tahu. Maka dari itu ia terus berbincang dengan Rean di handphone hingga jam dinding menunjukkan pukul 4 sore.

MINE  [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang