- Part 9 -

11 3 0
                                    

Holaa! Aku minta maaf baru up sekarang yaaa. Kemaren capek jadi baru up hari sabtu.

••••

"Av, sampai kapan kau akan memelukku?" Tanya anak laki-laki dalam pelukan Avellino.

"Sampai aku yakin kau tidak akan pergi lagi," Ucap Avellino sembari menenggelamkan wajahnya dalam dada anak laki-laki itu. Anak itu tersenyum dan mengacak rambut Avellino.

"Rean sudah kembali," Ucapnya lugas. Avellino menatap wajahnya dan kembali menangis keras.

"Terimakasih sudah setia sama aku, meskipun saat di luar negeri aku nggak pernah hubungin kamu sama sekali," Lanjutnya. Avellino mengangguk perlahan.

Rean mengambil helm lain dan memberikannya ke Avellino, " Pakai."

Avellino memandangnya lama, dan bertanya, "untuk apa? Luccas akan segera menjemput."

"Aku ingin kencan denganmu," Gumam Rean lirih. Perlahan senyuman terukir di wajah Avellino.

Avellino mengambil handphonenya, dan menelpon Luccas, "tidak usah menjemput. Tapi katakan pada ayah bahwa aku dijemput olehmu."

"......"

"Rean pulang," Ucap Avellino sembari mendongak menatap Rean yang tersenyum lebar.

"......"

"Up to you, aku ingin bersamanya sebentar." Lalu telepon tertutup. Avellino memasukkan handphonenya ke dalam saku, dan menerima helm yang diberikan Rean. Setelah memakai helm, Avellino naik ke motor Rean.

"Re, dulu saat ke luar negeri kamu tidak memberitahu alasanmu. Kini, saat pulang, kau tidak memberikan alasan yang masuk di otak," Ucap Avellino sedikit keras. Suaranya berlomba dengan kencangnya angin saat itu.

"Iya, nanti kuceritakan," Ucap Rean. Avellino memajukan bibirnya kesal. Ia melihat tangan Rean yang sedang menyetir sepeda motor. Rean memang setahun lebih tua, tapi umur dia saat disekolahkan sama seperti Rean. Jadi itulah alasan kenapa dia sudah mendapat SIMnya di kelas 2 SMA.

Exposition Park Rose Garden

Rean menaruh motornya di tempat parkir taman. Avellino melihat sekelilingnya. Sekelebat bayangan masa lalu terlintas di otak Avellino. Ia bisa melihat dirinya dan Rean berada di dekat air mancur, berfoto bersama dengan bunga mawar. Banyak sekali kenangan di taman ini.

"Rean...," Panggil Avellino lirih. Rean menoleh, dan menggenggam tangan Avellino.

"Ingatkah kau? Saat awal pacaran kita pergi ke sini," Ucap Rean sembari memandang ke depan. Avellino mengangguk.

"Saat itu kau masih memakai kacamata hahahaa," Tawa Avellino. Rean mendengarnya dengan lemas.

"Aku bahkan mengira mencintaimu saat sekolah menengah adalah cinta monyet," Guman Rean sembari duduk di rerumputan. Ia melepas jaket hitamnya dan memberikan itu pada Avellino.

"Untuk?" Tanya Avellino tak paham.

"Tutupi kakimu dengan jaket itu," Ucap Rean. Avellino tersipu malu. Ia mengangguk dan menutupi kakinya saat duduk.

"Jadi, ceritakan semuanya sekarang," Pinta Avellino. Rean menghela nafas.

"Alasan dibalik semua itu adalah ayahku. Dia yang menyuruh aku pergi, dan dia juga yang menelponku untuk kembali ke Amerika," Cerita Rean.

"Kau tak tahu alasan dia?" Tanya Avellino. Rean menggeleng lemah.

"Aneh.... Jangan berbohong ya, Rean." Ucap Avellino memberikan jari kelingking pada Rean. Ia melihat Rean terdiam lama, kemudian tersenyum dan menautkan jari kelingkingnya.

MINE  [ HIATUS ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang