017

620 56 10
                                    

Haruskah aku menyerah
sebelum berjuang?
-Lestya Dwi P-


Happy Reading.

Dengan tergesa-gesa Shilya berlari menelusuri lorong rumah sakit. Shilya sungguh khawatir dengan kondisi anaknya. Tak jauh dengan Shilya, Wijaya pun sama khawatirnya, Wijaya segera menelepon pengacara untuk mengatasi kasus ini.

Sesampai di UGD terlihat seorang lelaki yang seumur dengan Lesty.

"Siapa kamu?" tanya Wijaya to the point. Karena menurutnya lelaki ini terlihat seperti anak jalanan, anak bandel. Bukan berarti gembel, terlihat sekali bahwa lelaki di hadapannya ini seorang anak geng jalanan.

"Ari, Om. Teman-eh lawan Lesty" ucapnya kikuk membuat Shilya  menatap Ari intens.

"Lawan? Balapan mobil?!" pekik Shilya saat sadar bahwa anaknya kecelakaan pasti karena balapan.

Dasar bandel!

"Iya, Tante" tambah kikuk saja suasuara saat ini.

Bagaimana bisa Ari melarikan diri saat suasana seperti ini?

"Kamu. Coba cerita kronologinya dengan jujur" pinta Wijaya dengan tegas.

Kini ekspresi Wijaya terlihat datar. Seperti sedang menahan emosi.

Bagaimana tidak? Putri tercintanya membohonginya. Yang katanya ingin main, malah balapan.

"Gini, Om. Awalnya kita-kita emang sudah janjian bakalan balapan, tapi tidak dengan Lesty. Dia datang tiba-tiba lalu menawarkan dirinya menjadi lawan saya dan kebetulan lawan awal saya itu belum hadir, enggak tau gak akan hadir. Awalnya saya ragu dengan kemampuan Lesty, diakan cewek. Tapi kami tetap balapan, karena tidak ada lagi lawan yang berani. Terus saat kami sedang balapan hujan deras, bikin fokus kami terganggu, terutama saya. Karena itu, saya memberhentikan mobil saya sejenak, daripada terjadi sesuatu hal? Dengan posisi mobil saya di depan lebih dulu dari mobil Lesty. Tapi berbeda sama Lesty, Lesty tetap melaju mengejar mobil saya, terus kayaknya mobil Lesty hampir menabrak mobil saya yang tengah diam, gak tau yg jelasnya gimana, dia kayaknya banting stir dan pohonlah yang jadi korbannya" jelasnya panjang lebar dengan jantung yang terus berdebar, takut ada kata yang salah.

Meski sejujurnya Ari telah berkata jujur sesuai dengan yang dirinya kira.

"Anak saya yang jadi korban! Bukan pohon!" korek Shilya saat mendengar kalimat terakhir dari penjelasan Ari.

Sedangkan Ari hanya bisa menggaruk belakang kepalanya yang kebetulan gatal.

Bingung juga harus bagaimana mana lagi.

"Iya itu maksud saya, Tante"

"Makasih kamu sudah mau membantunya kemari" ucap Wijaya lalu dia duduk di kursi tunggu di samping pintu UGD dengan di susul oleh Shilya.

"Iya, Om. kalau gitu saya pamit dulu. Semoga Lesty cepat sembuh" pamitnya.

Karena Ari merasa tidak enak jika harus berada di sini saat dirinya bukan siapa-siapa Lesty.

"Iya silahkan. Sekali lagi makasih" kata Shilya mewakili suaminya. Suaminya hanya diam saja. Mungkin sedang mengatur emosinya agar tidak meledak.

MENUNGGU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang