025

613 49 4
                                    

Besoknya.

Sepulang sekolah di SMA Pratama yang biasanya tinggal beberapa murid, namun kali ini berbeda.

Siang menjelang sore, di lapangan basket sudah riuh dengan para siswi yang menantikan pertandingan dua the most wanted sekolah.

Pertandingan yang di nanti-nanti.

Entah siapa yang menyebarkan berita tandingnya mereka. Tahu-tahu sudah banyak penonton di tribun lapangan.

"Fil, lo yakin mau main basket?" tanya Reza yang merasa ragu.

"Lo meragukan gue?!" kesal Fildan yang membuat Reza menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Bukan. Maksud gue, lo kan udah jarang main basket, kalau-"

"I know! Lo tenang aja" potong Fildan saat Reza belum menyelesaikan ucapannya.

"Ini bener, satu lawan satukan?" tanya Adi.

"Yoi"

"Tapi kita harus jaga-jaga. Siapa tau nanti cs si Renald turun lapang" saran Ical yang di angguki oleh Fildan dan yang lainnya.

...

"Yang kalah mundur, deal?" ujar Renald ketika Fildan sudah menghampirinya di tengah lapangan.

Fildan sudah siap, dengan pakaian basketnya.

"Deal!"

"Lo jadi wasit" perintah Renald pada anak osis yang menonton pertandingan mereka.

"Siap"

...

"WOI! Jangan pulang dulu, kita nonton pertandingan teman kita" seru Sakti pada teman sekelasnya yang masih berada di dalam kelas.

Fildan dan ketiga sahabat sih sudah lebih dulu keluar kelas.

"Fildan ya? Katanya dia mau tanding satu lawan satu sama si Renald" ujar Sisil.

"Dalam rangka apa sih?" tanya Zila.

"Katanya, mereka kelibat cinta segitiga" jawab teman yang lainnya.

"Siapa cewek yang beruntung itu?" tanya Aulya yang masih duduk di tempatnya. Masih membereskan buku-bukunya.

"Yang pastinya bukan lo!" sahut Sisil ketus. Dia masih saja menyimpan rasa kesal pada Aulya.

"Gue tau!" Aulya membalasnya tak kalah ketus. Untung mereka duduk agak jauhan, jika deketan sudah di pastikan akan cekcok setiap saat.

"Udah diem! Ayok kita dukung teman sekelas kita!" seru Sakti lagi yang di setujui oleh yang lainnya.

Saat semuanya keluar kelas mengikuti Sakti, Lesty malah duduk santai di kursinya.

"Lo gak pulang?"

"Lo gak nonton?"

Putri dan Aulya bertanya secara bersamaan. Membuat Lesty tersenyum geli.

"Abang gue belom jemput. Gue males ah nonton yang begituan. Berisik" Lesty yakin, di lapangan akan berisik dengan teriakan siswi alay.

"Namanya juga cogan yang main" celetuk Aulya.

"Nonton aja yuk? Bilang ke Abang lo, jangan jemput. Nanti lo pulang sama gue" pinta Aulya.

Sudah dua hari sekolah paska kecelakaan itu, Lesty belum di izinkan untuk berkendara sendiri. Masih harus di antar-jemput, itu semua perintah Shilya.

"Males" sahut Lesty.

"Ayo dong! Lo juga Put, yuk? Males juga di rumah ngapain" Aulya masih membujuk kedua sahabatnya.

MENUNGGU [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang