{16} me or her?

177 13 0
                                    

pagi  itu cuaca sangat panas sekali. tifa memilih diantar memakai mobil oleh ayahnya. 

semenjak kejadian hari sabtu kemarin, tifa tidak ada komunikasi dengan karel sama sekali. ya 

sebenarnya tifa pun gelisah, tetapi rasa gengsinya sangat tinggi, tifa seolah olah tidak peduli, tapi nyatanya, tifa setiap saat memikirkan karel. 

hermansyah dan vivi pun membujuk dengan cara apapun agar tifa mau makan. tetap saja  tifa tidak bersemangat, bahkan pagi ini tifa pun sangat pucat. 

hermasnyah tidak bisa berbuat apa-apa, karena sudah berbagai cara ia lakukan agar tifa terlihat seperti biasanya. 

didalam mobil tifa pun hanya melamun. bahkan saat sudah sampai pun tifa belum tersadar dari lamunannya.

"tifaa, jika hatimu banyak merasakan sakit, maka belajarlah dari rasa sakit  itu untuk tidak memberikan rasa sakit pada orang lain." ucap hermansyah.

tifa lalu tersenyum dan mengangguk paham.

"yauda pa, tifa masuk dulu, assalamualaikum." ucap tifa sambil meraih tangan hermansyah.

"sekolahnya yang semangat, waalaikumsalam." balas hermansyah sambil melihat tifa keluar dari mobil.

rasa sakit itu kembali muncul saat tifa melihat karel sedang menggonceng dena memasuki gerbang sekolah. seketika air mata tifa ingin jatuh, tetapi tifa menahannya. 

tifa berusaha setenang mungkin untuk melewati mereka. tiba tiba viedya datang disamping tifa. viedya sudah terbawa emosi, viedya menarik tangan tifa kearah karel dan dena.

PLAAKKKK!!!!

"bangsat lo ya, seenak jidat lo mempermainkan tifa seperti ini. lo pikir tifa apaan? boneka? kalau lo pingin ngelampiasin, gausah di tifa dong, anjing!" teriak viedya membuat semua pasang mata melihat kearah mereka.

karel tidak bisa berkata apa-apa lagi, karel hanya diam memegangi pipi kanan yang telah ditampar oleh viedya. 

sedangkan tifa hanya diam di belakang viedya dengan menangis. aca pun menghampiri tifa dan viedya. dena sedari tadi hanya menundukkan kepalanya saja.

"ohhh jadi ini kelakuan anjing. lo mana mikir kalau tifa 3 hari nangis nangis gamau makan? lomikir? dan sekarang bukannya lo berusaha untuk minta maaf sama tifa, tapi malah berangkat sama cewe lain, lo punya otak gak si? menang tampang aja lo! dasar bajingan!" semua orang terkejut melihat sisi lain aca. aca sudah sangat emosi dengan karel,tapi selama ini dia hanya menahannya.

"tif, lo gaperlu lah sama orang kayak dia, percuma, sekalinya bangsat ya bangsat!" ucap viedya sewot.

"gini rel? selama ini aku tulus sama kamu, tapi ini balasan kamu? 5 bulann kita lalui rel, ternyata bullshit! omong kosong semua!!" akhirnya tifa membuka suara, dengan tangisan yang terus menetes tifa berusaha menguatkan mentalnya untuk berbicara.

"maaf tif, aku gak bermaksud kayak gitu, dena gak ada yang nganter, jadi mamanya minta tolong ke aku buat anterin dena. dan aku juga sahabatan tiff" karel berusaha menjelaskan kepada tifa.

"dari dulu juga kamu selalu alasan sebagai sahabat, kamu gamikirin perasaan aku? aku ini kamu anggap siapa sihh relllll???!!!" tanya tifa yang tangisnya makin kencang. 

semakin ramai murid-murid yang melihat pertengkaran artis musasi. wildan dan orvin pun sudah berada di dekat mereka. 

wildan juga menggeleng gelengkan kepala dengan sikap karel. orvin sebenarnya sudah tidak tahan melihat tifa tersakiti.

"pacarlah tiff. aku sama dena gaada apa-apa!!" karel tetap meyakinkan tifa. 

"oke, sekarang aku tanya, kamu milih aku atau dia???" tanya tifa dengan tatapan tajam.

me or her? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang