{17} ternyata..

126 12 0
                                    

tifa sudah terbaring lemah di atas kasur IGD. viedya, aca, dan hermansyah menunggu diluar ruangan. sedangkan vivi dan orvin berada didalam bersama tifa. 

dokter dan juga perawat mulai mengecek keadaan tifa. setelah mengecek seluruh tubuh tifa, dokter mulai menjelaskan penyakit apa yang diderita oleh tifa.

"begini bu, dibagian otak tifa terdapat tumor yang sangat ganas dan dapat menyebar luas keseluruh kepala tifa." jelas dokter sedikit cemas.

orvin dan vivi seketika membulatkan mata sempurna. mereka tak percaya bahwa tifa akan mengidap penyakit itu. seketika air mata vivi turun begitusaja.

"apa dok??? tumorrr??? lalu apa yang perlu tifa lakukan agar tumor itu hilang?" tanya vivi dengan terus menangis.

"operasi untuk pengangkatan tumor, tetapi operasi ini tidak permanen, bisa jadi tumor itu akan muncul kembali." dokter menjelaskan kembali.

"lakukan yang terbaik untuk anak saya dok." ucap vivi.

dokter hanya mengangguk tersenyum. orvin hanya diam masih tak percaya bahwa tifa akan mengalami seperti ini. 

orvin melangkah menuju kasur tifa. air mata orvin lolos begitu saja. orvin tak tega bila melihat tifa kesakitan seperti ini. 

sebenarnya tifa dikelas sudah sering bilang kepada orvin bahwa kepala tifa sering sakit tiba-tiba.

tif, lo harus kuat, gue sayang sama lo tif. <batin orvin.

orvin memegang erat tangan tifa sambil sambil memejamkan matanya agar bisa menahan tangisnya.

"vinnn??" tiba tiba suara tifa terdengar dengan sangat tak berdaya.

"tiff, tiff, lo udah bangunn, syukurlahhh..." orvin seketika terkejut saat melihat tifa sudah bangun.

"gue dimana vin?" tanya tifa lemas.

"lo lagi dirumah sakit tif, bentar gue panggilin nyokap bokaplo ya." ucap orvin sambil tersenyum.

tanpa menunggu jawaban dari tifa orvin sudah beranjak keluar untuk memanggil vivi dan hermansyah. mereka pun langsung masuk, begitu juga dengan viedya dan aca. 

mereka melihat tifa dengan sangat lega. untuk saat ini, tidak ada yang boleh memberi tahukan tentang penyakit tifa. karena takut bila tifa akan semakin drop.

"maa?? tifa kenapa?? kok sampe dibawak kerumah sakit?? karel mana???" dalam keadaan seperti ini, tifa masih sempet sempetnya bertanya tentang karel.

"mmm tiff, lo istirahat dulu deh ya, keadaan lo masih belum stabil. karel diskolah uda tenang aja." ucap viedya menangkan tifa.

"iya tif, lo fokus kesehatan dulu aja ya." lanjut aca sambil tersenyum.

-----------------------------------------------------------

karel merasa bahwa pilihannya itu sangat tepat. tetapi karel juga tak bisa melihat tifa menangis seperti ini. karel mau tak mau harus memilih antara mereka. 

karel dan dena berjalan menuju kelas bersama, banyak pasang mata yang tak suka. tidak seperti pada saat karel dengan tifa. 

karel mencoba untuk membuka lembaran baru bersama dena. ya mereka belum resmi pacaran sih, tapi karel berniat untuk minggu depan saja.

karel dan dena duduk didepan kelasnya sambil tertawa bahagia. tak ada yang berbeda dari seorang dena. karel tetap mengenal dena yang dulu. bahagia. itu yang karel rasakan. 

"akhirnya kita bisa kayak dulu lagi ya rel.." ucap dena kepada karel sambil tersenyum.

"hehehe, iya den, gue juga udah lama sahabatan sama lo, jadi gue mungkin lebih nyaman sama lo." balas karel diiringi dengan senyuman.

me or her? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang