{60} pendapat masing-masing

59 10 0
                                    

"ma, kayaknya orvin batalin pernikahan orvin." ucap orvin dengan mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

"loh? ada apa ini vin?" fitri memang orangnya tidak bisa tenang, jadi kini ia sedikit menaikkan nadanya.

"orvin yakin kalau tifa itu memang masih sayang sama karel. orvin juga gamau egois ma, ini bukan masalah apa-apa, tapi masalah seumur hidup, kalau tifa gak bahagia, untuk apa sama orvin?" orvin menjelaskan dengan sangat tenang.

fitri adalah seorang ibu, ia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh anaknya.

tetapi memang ada benarnya juga dengan apa yang diucapkan oleh orvin.

ya kali ini fitri sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia memilih untuk mengikuti pilihan orvin.

"mama cuman bisa kasih support aja vin, semuanya ada ditanganmu." balas fitri seraya mengusap puncak kepala orvin dengan sangat halus.

orvin langsung bangkit memilih untuk menuju kamarnya. hatinya sangat sangat terluka.

sekarang, orvin harus bisa bertemu dengan gadis yang sudah memberikan goresan untuk hatinya.

ia sangat berharap agar ia kuat saat didepan tifa nanti.

stresnya bukan main, tapi memang hal yang seperti ini sangat dibenci oleh orvin. bahkan mungkin semua orang.

walaupun wanita diluar sana masih banyak yang ingin bersama orvin, tetapi sangat sulit untuk membuka  hati yang baru.

"tif, gue udah gatau mau ngomong apa lagi, gue gatau, kenapa gue dipertemukan sama lo yang gapunya hati?" gumam orvin yang mengepalkan kedua tangannya.

-----------------------------------------------------------

"assalamualaikum mama." ucap tifa dengan wajah yang riang.

"tifa, mama mau ngomong." balas vivi dengan ketus.

melihat sikap vivi, jantungnya langsung berdebar sangat cepat. tak biasanya vivi seperti ini.

"kenapa ma?" tanya tifa sedikit ragu.

vivi langsung menarik tangan tifa menuju kamar tifa begitu  saja.

"mama tau kamu udah besar, tapi mama masih punya hak untuk ceramahin kamu." ucapnya. "selama ini mama kira kamu emang bener-bener lupa sama karel, ya kalau pun masih ada rasa, itu gak banyak. dan mama kira kamu emang beneran bakal serius sama orvin. walaupun waktu itu mama bilang seperti itu, mama fikir kamu bakal berubah. satu hal lagi, hati orvin juga sama kayak hatimu nak, kalau memang kamu gayakin, dari awal jangan nerima. malu-maluin keluarga!" tutur vivi dengan sangat kesal dan langsung meninggalkan tifa yang masih berdiri mematung.

"malu-maluin keluarga?" tanya tifa mengernyit. "maaf ma." lanjutnya dengan tatapan merasa bersalah.

ia kini membaringkan tubuhnya keatas kasur yang sudah dua puluh tiga tahun ia gunakan.

menatap langit-langit kamar adalah kebiasaan tifa saat sedih atau ingin tertidur.

air matanya pun perlahan menetes kembali. lagi dan lagi ia membiarkannya begitu saja.

"ya allah, sebenarnya engkau menyuruh tifa hidup untuk apa?? apakah hanya untuk menangis terus menerus?" 

"tifa juga ingin bahagia ya allah. tetapi sampai kapan akan seperti ini terus?" 

tifa terus bergumam meratapi nasibnya. bahkan dia sadar bahwa dirinya telah menyakiti hati banyak orang hanya demi seorang karel.

ia juga sadar bahwa dirinya sangat jahat, tapi memang ini semua tidak bisa ia hindari.

me or her? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang